Bagian 3

16 1 0
                                    

Hai hallo...

Apa kabarnya guys??

Sehat?? Pasti sehat dong...

Harus sehat, nanti kalo ngga sehat ya ngereog

Awokawok

Happy reading!!!

—•—


Sejak kejadian kemarin, aku merasa seperti orang lemot tidak memahami omongan orang lain dan sering melamun. Aku sudah tidak melihat Mahesa lagi sekarang, mungkin waktu itu hanya halusinasiku saja. Hari ini aku masuk kuliah sore, jadi aku kuliah hingga malam. Aku yang jauh dari orang tuaku dan pergi dari kota. Aku memang bersekolah farmasi tapi aku bekerja sebagai pegawai cafe yang jauh dari rumah dan mengharuskan aku untuk pergi naik bis.

Setelah sampai cafe aku menyapa kakak senior dan teman sebaya aku ingin juga bekerja di sana. "Loh, Agnes baru dateng... Gak biasanya kamu datang jam segini" ujar kak Hana. Namun aku malah cengengesan "hehehe... Aku tadi ketinggalan bis kak, maklum habis kumpul tugas. Pak Haikal udah dateng emangnya?" Kak Hana pun mengangguk. Oh iya, pak Haikal itu pemilik kafe tempatku bekerja. Pak Haikal mempunyai sepupu yang katanya lebih tua 4 tahun dariku. Usiaku sekarang sudah 23 tahun. Sepupu pak Haikal cukup tampan sih, aku tahu karena pak Haikal sering terlihat bersamanya beberapa bulan. Artinya dia 27 tahun dong.

Aku terkadang bingung, karena setiap pak Haikal membawa sepupunya itu, kak Hana dan Helena selalu mengatakan jika sepupu pak Haikal suka curi-curi pandang ke arahku. Menurutku dia hanya penasaran atau hanya kepo saja, tak ada maksud lain dan jangan terlalu kepedean atau baperan hanya karena curi-curi pandang. Bodoh sekali, meskipun aku jomblo tapi aku tidak kepikiran sampai ingin punya pacar. Sudahlah jaman sekarang lelaki hanya memandang dari wajahnya saja, bukan kelakuannya.

Lagi pula jika mereka melihat dari fisik kenapa sebagai perempuan tidak bisa? Aku bisa menjadi berandal, aku bisa menjadi orang baik. Harusnya kan bisa berpikir. Di dunia ini tidak ada yang aku sukai. Aku cukup terbiasa dengan cacian, berisik, dan lingkungan yang selalu tercemar dengan mulut para penjilat. Menjijikkan. "Eh, liat pak Jayden kesini anjir" seru Helena sambil menggoyang-goyangkan pundakku, lalu tanpa peduli aku membalikkan badanku dan memilih mencuci piring dan alat-alat lainnya. Badanku jadi sakit, dasar bodoh tak berperikemanusiaan.

"Saya mau pesan americano, satu. Antar ke meja saya" aku dengar dia mengatakan itu, tapi aku tak peduli toh mungkin kak Nessa yang akan mengantarnya. Kurang sedikit lagi yang akan kucuci, nanggung sekali bila tidak kulanjutkan. "Kamu emang nggak penasaran sama pak Jayden?" Berencana untuk iseng padaku, dasar Elina. Dia penggila lelaki. "Enggak tuh" jawabku tak peduli.

"Pak Jayden itu ganteng banget tau... Kenapa dia suka banget pake setelan jas ya?" Katanya sambil menyenggol lenganku menggunakan sikunya.

"Huftt... Ya karena dia kerja lah." Jawabku cuek. Aku kesal dengan orang lebay yang satu ini. Pengen tak hih!!

"Udah ganteng, pinter, jadi CEO pula... Aku kalo jadi istrinya udah aku belanjain duitnya" mulailah acara halunya Elina.

"Iya deh iya" jawabku malas-malasan.

....

Author's POV

Apakah masalah Mahesa dan Agnes sudah selesai? Belum selesai! Agnes masih memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa terlepas dari Mahesa. Disela-sela acara melamunnya, Agnes mendengar suara sepatu pantofel. Dia berbalik, seorang laki-laki berperawakan tinggi, tampan dan berpendidikan berjalan seperti model dengan setelan jasnya. Menatapnya dengan tatapan tidak tertarik Bathari lalu berbalik melanjutkan pekerjaannya.

[A.1] Ineffable : Agnes's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang