Bagian 13

7 1 0
                                    

Annyeonghaseyo yorobunnn!!!
Kiw kiw
































"Anak itu kalau dikandani susah, kayak kamu! Dulu kamu itu juga kalau dikandani susah, keras kepala! Maunya sakarepe dewe! Semaunya sendiri!" Bentaknya.

"Lalu kenapa? Bukannya sampean juga semaunya sendiri? Di Rumah ini yang bekerja selalu saya dan Agnes, kapan sampean pernah bekerja?" Tanyanya dengan mengungkit masa lalu mereka. Ya benar, yang selalu bekerja hingga gila kerja adalah Winara dan Agnes itu juga demi membiayai sekolah Naya yang akan lulus sekolah.

"Terserah saja, yang membuat Agnes tidak nyaman di rumah ini ya sampean sendiri. Selalu dimarahi padahal dia tidak bersalah" ujarnya dengan berkata jujur.

Hingga Agnes yang sudah sampai di stasiun kereta melihat seorang lelaki tinggi semampai yang dikenalnya, berdiri dengan jas hitamnya dan tangan yang diletakkan di saku celananya menambah kesan angkuh namun dia tampan, bagaimana dong? Dia jadi tidak bisa berpaling menatap si pangeran tampannya. Agnes menatapnya lama hingga tak sengaja tersenyum manis, seketika rautnya yang sedih berubah menjadi sumringah kala melihatnya. Lelaki itu yang menoleh ke kanan dan ke kiri itu kembali melihat ke depan, di sana dia melihat si gadis yang tersenyum sumringah dengan membawa tas berisi baju-bajunya. Dia menghampiri Agnes yang masih tersenyum seperti orang gila. Namun Agnes lebih dulu mendekatinya, hingga menubruk badannya sehingga mereka berpelukan.

"Agnes?" Lirihnya.

"Mas Jayden, aku sedih" Jayden ternyata menunggunya, dia sudah pernah bercerita kalau dia naik kereta api untuk pergi ke Kediri. Tangan Jayden terulur mengusap punggung rapuh milik Agnes. Menenangkan Agnes seperti kewajibannya. Jayden tersenyum sedikit karena dia dipeluk Agnes.

Dia sebenernya pengen modusin Agnes aja.

Ya becanda.

"Kamu tidak perlu naik kereta, kita naik mobil saya saja" katanya sambil dirapihkannya rambut Agnes yang berantakan.

"Kamu mau pulang sebentar?"

"Buat apa?" Tanyanya dingin, sungguh mood nya hari ini sedang tidak baik. Setelah hampir dijodohkan dengan orang yang dia tidak kenal malah disuruh pulang oleh Jayden.

"Saya mau melamar kamu"

Melamar? Dia dilamar? Yang benar saja, dunia ini suka sekali bercanda dan itu ngetrend saat ini. Dilepaskannya pelukan Jayden, tangannya bersedekap dada menatap wajah Jayden dengan jenaka. "Pasti berchandyaaa bechandyaaaa" ujarnya mengikuti tren sekarang. Jayden menggelengkan kepalanya, tangannya diletakkan di bahu Agnes guna meyakinkan bahwa dia benar-benar serius dan tak main-main. Sudah banyak lelaki yang suka main-main dengan Agnes, banyak kebohongan hingga dia tidak bisa percaya dan isinya hanya bercanda dan bercanda.

Hidupnya menyedihkan sekali hingga tak mempercayai siapapun hingga orang terdekatnya. Trauma dengan kebohongan dari mulai yang terdekat itu selalu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Agnes sendiri. Dia menyimpannya dalam-dalam untuk dirinya sendiri, dia tak berpikir untuk menikah. Dia malah ingin hidup kaya raya dan membahagiakan dirinya dengan cara yang baik. Dia juga malah mengingat kejadian ibunya yang dianiaya oleh ayahnya, seketika sakit hatinya muncul.

"Bisa ditunggu dulu? Saya ga siap... Emmm maksudnya belum siap" merupakan jawaban dari Agnes yang meragukan.

"Sebenarnya kalau kamu belum siap, tidak apa-apa. Saya tidak memaksa kamu" tidak terduga jawabannya.

"Tapi kamu saya kasih ini" dia memberi kalung dengan liontin bunga daisy sebagai pernyataan cintanya.

Salting? Iya, siapa yang tidak akan salah tingkah jika diberi hadiah oleh calon pasangan? Tapi trauma Agnes memaksakan dirinya agar tidak boleh percaya dengan rayuan manis dari lelaki.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[A.1] Ineffable : Agnes's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang