Bagian 2

16 1 0
                                    

Hey hey hey!!!
Happy reading guys!!

—•—

"Woy! Awas!! Minggir, hei!!" Aku tersentak kaget saat ada yang berteriak. Aku melihat ke atas. Dan ya, bola basket itu mengenai kepalaku. "Aishh... Kepalaku, sakit banget" aku meringis sambil memegangi kepalaku yang sakit.

"Maaf, kamu gapapa?" Suara laki-laki. Aku menoleh padanya dan mengangguk. "Eh, Agnes. Maaf tadi aku ga sengaja. Lagian kamu sih ngelamun" ujarnya seperti mengejekku. Aku tahu persis suara ini. Ini adalah suara temanku, dia Fabian. Anak basket yang sangat populer di kalangan gadis seusiaku.

Bibirku mengerucut kesal karena kepalaku sakit. "Iya maaf juga, tadi aku jalan sambil ngelamun... Lagian kamu juga sih basketan jam segini mana sendirian lagi, mana temen-temen kamu?" aku mendelik ke arah Fabian. "Temen-temen ada, tapi nggak aku ajak... Kamu mau kemana?" Tanyanya padaku. "Aku mau pulang, kebetulan pak Dino lagi ada urusan penting, jadi cuma dikasi tugas terus pulang" tuturku padanya "kamu mau diantar?" Tawarnya. Aku langsung mengangguk, lumayan dapat tumpangan.

"Kamu udah makan belom?" Tanyanya saat berjalan ke arah parkiran. Aku hanya menggeleng. "Ayo makan dulu, kamu pasti laper. Kalo maag kamu kambuh aku gak mau bawa kamu ke rumah sakit ya, cil. Bocil gak boleh nolak" ujarnya. Baiklah, makan gratis.

"Dibayarin gak nih?" Tanyaku. Dia tampak terkejut seperti mendapat hadiah. "Hah? iya dong cil, aku bayarin makannya" aku mengangguk, sudah kuduga jika akan makan gratis. Dalam hati aku berteriak senang karena ada yang berbaik hati padaku.

"Mau makan apa?" Tanya Fabian saat berada di pertigaan lampu merah. "Makan mi ayam aja" jawabku cepat. Entah kenapa hari ini aku ingin makan mi ayam. Yah, aku dibonceng Fabian naik motor. "Biasanya cewek kalau ditanya begitu pasti jawabnya terserah" ujarnya menyebalkan.

"Kan aku emang pengen makan mi ayam" balasku, dia hanya tertawa mendengar jawabanku yang polos. "Apasih kamu tuh! Gak jelas, tau!" Rengekku sambil memukul pundak Fabian karena kesal. Tapi dia malah tetap tertawa.

Akhirnya kami berdua sampai di kedai mi ayam pinggir jalan. Kami pun masuk dan memesan mi ayam. Beberapa menit menunggu, mi ayam yang kami pesan akhirnya sampai juga. Makanan dan minuman kami diantar oleh ibu-ibu paruh baya. Tapi secara tiba-tiba es teh yang kami pesan jatuh dan tumpah ke arahku.

Hanya es tehnya saja. Ah, aku tahu ini pasti ulah Mahesa. "Kamu gapapa?" Fabian khawatir. "Iya gapapa, cuma basah aja" ujarku tenang. Fabian menghela nafasnya "Bu, makanannya dibungkus aja ya" ku lihat ibu-ibu itu mengangguk. "Aku antar kamu pulang dulu ya" aku mengangguk. Tak lama, kita berdua membawa mi ayam pulang menuju rumahku.

Setelah sampai rumahku "makasih ya tumpangannya sama traktirannya juga. Kamu hati-hati ya Fabian, jangan lupa berdoa juga" aku memperingatkan Fabian karena takut terjadi sesuatu padanya. Tak bermaksud apa-apa, karena Mahesa mungkin akan mencelakai Fabian.

Aku masuk ke dalam rumahku dan tak lama setelah itu ada ketukan pintu. Aku hafal betul ketukan itu, Mahesa selalu mengetuk pintu rumahku sebanyak lima kali. Ku buka pintu rumah. "Tadi itu ulah kamu kan? Kurang ajar kamu, ya! Pergi kamu!" Aku mengusir Mahesa dengan amarah yang menggebu-gebu.

"Iya, tadi yang lempar bola ke arah kamu juga aku hahaha! Sebenernya aku mau bikin temen kamu celaka sih. Aku mau bikin dia mati!" Aku membulatkan mata, terkejut dengan perkataannya. Alisku merapat, terlihat aku hari ini sedang marah.

"Aku gak suka sayangku disentuh sama orang lain!" Katanya sambil berjalan maju ke arahku, membuat aku mundur dari tempatku. Dan apa-apaan itu? Sayang? "Aku benci sama kamu!! Pergi kamu!!!" Hardik ku. Aku mengusirnya lagi, tapi dia tetap tidak mau pergi.

[A.1] Ineffable : Agnes's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang