Prologue

1.2K 104 7
                                    

Ketika membangun rumah, satu orang nggak akan cukup mengerjakan semua keperluan. Di balik sebuah bangunan kokoh, ada kerjasama antar tangan, pertukaran hati dan pikiran, serta proses yang memakan waktu.

Singkatnya, membangun rumah itu sulit.

Namun dari semua itu, ada lagi yang lebih sulit: mencari rumah yang sebenarnya.

"Rumah itu bukan perkara di mana, Nan. Tapi siapa."

Mama pernah bilang padaku kalau rumah sebenarnya bukanlah bangunan megah, melainkan seseorang. Seseorang untuk memberi rasa aman, nyaman, dan tenang. Sebuah tujuan pasti sekaligus jaminan bahwa ke mana pun kita berada, akan selalu ada tempat beristirahat.

Setelah Mama, kukira nggak akan lagi ada rumah bagiku.

Sebelum aku mengenal dia.

Sebelum dia masuk tanpa permisi ke dalam hatiku.

Sebelum ada jalinan juga imajinasi liar tentang masa depan bagi kami berdua.

Namun aku lupa, dia juga butuh rumah. Atau mungkin dia sudah memiliknya, hanya saja aku bukanlah rumahnya.

Mungkin sejak awal dia juga bukan rumahku.

"Mau ngomongin apa?"

Suara itu terdengar ringan dan santai seperti biasa. Suara familier yang belakangan membuatku merasakan kehangatan ganjil. Sayangnya, rasa hangat itu menyesakkanku sekarang.

"You look pale. Lagi nggak enak badan? Kita bisa jalan nanti aja—"

"Udahan, ya, Bi."

"Udahan?" Kepalanya sedikit meneleng bingung, memandangku dengan satu alis terangkat. "Apanya maksud kamu udahan?"

Aku menelan ludah, mendadak merasa ciut. Sebagian diriku berharap obrolan ini nggak perlu terjadi, mengikuti rencana awal kami. Mungkin aku perlu menunggu lebih lama. Mungkin aku harus berusaha lebih keras. Mungkin aku ....

Nyatanya, bersandar pada kemungkinan nggak akan menyelesaikan masalah. Mau sampai kapan hatiku menjadi korbannya?

"Jalannya nggak usah sekarang, besok, atau seterusnya," ucapku akhirnya. "Aku nyerah, Bi. Let's end this for good, ya? Aku capek."

Aku ingin pulang ke tempat seharusnya—kepada seseorang yang memang membukakan pintu bagiku, mempersilakanku tinggal tanpa harus berpijak pada sebuah kata "mungkin".

Dia bukan rumahku.

Kadang kita merasa menemukan rumah, padahal tempat itu nggak lebih dari sebuah pemberhentian semu, sebelum kita disadarkan realita bahwa kita nggak selamanya bisa diam di tempat. []

---

Characters:

Abimana Bagaskara (33)your favorite geologist

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abimana Bagaskara (33)
your favorite geologist

Anandara Jovanka (27)your nerdy architect-lecturer

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anandara Jovanka (27)
your nerdy architect-lecturer

Sekapur Sirih:

Hai, bun! It's me, hi, I'm the problem, it's me. 😔

Akhirnya tahun ini ada work baru di Wattpad, ya?

Berhubung The Ex War udah tamat, akhirnya aku keluarin ini. If you've followed me on IG, aku sempat bilang di sana kalau cerita ini awalnya kutulis karena omku jadi cupid dadakan. Yah, kejadiannya nggak persis begini sih, hanya aku ngerasa itu bisa jadi prompt nulis yang oke. I also talked with my friend yang kebetulan geologist buat ngelengkapin karakter yang kutulis. This one is also my escapism after some shitty things happened irl. Nonetheless, aku berharap tulisan ini bisa dinikmatin dan ngasih kesan baik.

Apa bakal tamat di Wattpad? Yes and no. Mungkin bakal jadi Mismatch yang setelah tamat langsung aku takedown buat kukasih ke kakak editor, atau jadi kayak The Ex War yang beberapa bab akhirnya aku taruh di Karyakarsa. I don't have any plan at the moment. Tapi rencananya work ini bakal aku publish juga di GWP, dan di sana bakal update satu bab lebih cepat.

Jadwalnya? Buat sekarang 1-2 minggu satu bab dulu, karena aku sambil update Heartbreak Headline juga (ada yang baca?). Hopefully tiap minggu bunski papski ada bacaan terus xixixi. 😚

Semoga betah di sini, ya. See you on the next chapter!

Warm hugs,
Joe

Come Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang