Terakhir update tahun lalu, wah.
Tapi yah, welkambek ges. Tahun ini ternyata lumayan banyak kegiatanku (plus aku lagi revisian mwehehe). But hopefully tahun ini aku bisa lebih banyak nulis ketimbang tahun kemarin. Dan, yah, tahun ini moga Abi sama Anan kelihatan endingnya.
We're still on 1/3 of the story, so hang in there!
---
Abimana
Sebagai cowok yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga beranggotakan mayoritas cewek, gue percaya bahwa Kaum Hawa itu memang memiliki sisi ajaib—gue cuman nggak tahu apakah itu berkat atau kutukan.
Contohnya nih, Ibu bisa tiba-tiba bete kalau jahitan atau masakannya nggak berjalan sesuai rencana. It's quite understandable, actually. Adik gue, Dwi, yang jauh lebih ajaib. Dia pernah cerita lagi naksir satu cowok, tapi pada saat bersamaan nggak mau pacaran juga. Dia suka ngoceh-ngoceh kalau orang nggak memperhatikan dia, tapi ogah diperhatikan ekstra kalau sakit atau lagi mode lemas.
Gue suka berpikir para cewek punya prinsip "kalau ada yang ribet, kenapa harus yang gampang". Dan gue rasa Anan juga termasuk salah satunya.
Beberapa hari lalu, kami mengobrol lewat Zoom. I know, berasa kuliah, ya? Hape gue mati, dan Anan menawarkan, "Zoom aja gimana? Gue nggak ada time limit-nya nih. Sekalian ada yang mau gue tanya, biar bisa share screen."
Sesi mengobrol kami benar-benar terasa seperti kelas. Bedanya, perannya tertukar. Gue-lah yang jadi dosennya, merevisi rancangan seorang Anandara Jovanka.
"Waktu itu lo sempat cerita kalau mesh itu tuh biasanya tempat seadanya. Kayak basecamp buat tidur doang, betul? Dan pada nyebar-nyebar. Gue agak ngide aja sih ini, kebetulan karena lagi mau nambah karya ilmiah buat angka kredit."
Ini maksud gue cari jalan ribet. Zaman gue kuliah, dosen-dosen gue memilih buat berpartisipasi dalam penelitian mahasiswanya, atau skripsinya digubah ke bentuk artikel, lalu diajukan ke jurnal ini-itu. Menurut gue itu nggak sepenuhnya salah sih. Anggap saja pemanfaat sumber daya yang sudah ada.
"Gimana kalau dibuat semacam kawasan buat pertambangan, termasuk mesh juga," dia melanjutkan. "Pas gue cari, belum banyak ternyata referensinya. Dan karena lo orang lapangan langsung nih, gue mau ngerepotin sedikit."
Sebagai teman sekaligus seorang geologist, ide tersebut lumayan menarik perhatian gue. Orang kebanyakan tahunya pekerjaan pertambangan menghasilkan banyak uang. Mereka nggak tahu kalau pengeluarannya pun nggak kalah banyak. Mesh sebenarnya hanya dipakai sebagai tempat istirahat, karena dari pagi tim akan lebih banyak di lapangan. Posisi gue sebagai supervisor sekarang membuat gue banyak work remote, alias dari mesh. Gue jadi sadar, fasilitas kami sebenarnya perlu pengembangan.
But you know how company works. Enough is where they draw the line. "That's a good idea, Nan. Tapi, lo harus tahu kalau tempat gue nih nggak cuman masalah susah perizinan, tapi perusahaan juga pasti susah ngerogoh saku lebih dalam. Biaya operasional kita lumayan. Mulai dari mesin sampai salam tempel yang, yah, lo bisa tebak sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back Home
RomanceIni tentang dia yang terlalu lama tenggelam dalam kenangan. Ini juga tentang dia yang berjalan dalam ketakutan. Ini tentang mereka yang terlalu lama berkeliling, tak punya tujuan akhir. Namun tanpa rute, bisakah keduanya menemukan rumah untuk pulang...