Chapter 6

176 43 6
                                    

Ayang mau berjuang hiks. Semangat yang, kita di sini juga semangat halu 😭💜

 Semangat yang, kita di sini juga semangat halu 😭💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--

Anandara

Hampir seumur hidupku kuhabiskan di Jakarta.

Aku tumbuh dengan terbiasa akan panas, asap, macet, juga beragam orang dengan kepribadian yang mudah sekali membuat orang lain naik pitam.

But I grew up here, in this city, and I can't really hate it.

Kadang, aku sampai lupa kalau nggak semua tempat mengikuti waktu yang sama dengan Jakarta. Jadi, butuh pembiasaan sewaktu obrolanku dan Abi berakhir lebih cepat, atau aku menerima chat-nya padahal di sini matahari saja masih belum muncul.

Ternyata perbedaan waktu bisa membawa pengaruh besar. Kukira dua jam saja bukanlah hal berarti.




Abimana Bagaskara
Gue udah balik sih haha, di sini udah gelap
[Photo]
Lo udah balik?


Foto yang Abi kirim merupakan foto laut, dengan langit yang sudah biru keunguan. Aku spontan menoleh ke jendela kantor, melihat matahari masih bersinar di luar sana. Kalau pun pulang, dipastikan bukan semilir angin laut yang kutemui, melainkan kemacetan pemancing amarah.


Anandara Jovanka
Gue iri, gue bilang :)))

Inikah pertanda kurang vitamin sea?


Abimana Bagaskara
HAHAHA
Akhirnya ada yang bisa gue pamerin
[Photo]
Bonus deh tuh, biar asupan vit sea lo nambah :p
Anyway, how's your day, Ibu dosen?
Kemarin kita nggak jadi ngobrol gara-gara di sini wifi-nya error




Sepertinya aku betulan perlu libur.

Sebelum sempat mengetik, balasan lain dari Abi muncul.


Abimana Bagaskara
Kangen suara gue nggak? LOL




Aku pernah berkomunasi dengan berbagai orang jauh, mulai dari teman beda kota atau sampai beda benua. Perbedaan waktu seringkali jadi PR supaya obrolan bisa kondusif. Dan obrolan itu pun nggak berlangsung lama dan rutin. Baru kali ini aku bisa keep in touch dengan orang lain sampai sebegininya.

Jika ditanya mulai dari mana, aku pun bingung cara menjelaskannya. It just happened. Sort of. Begitu landing ke daerah Timur sana, Abi langsung mengabariku. Dia bahkan sampai menelepon karena katanya perlu menunggu jemputan yang akan membawanya ke mesh—kata Abi semacam "markas" bagi para pekerja tambang. Komunikasi kami pun begitu saja menjadi bagian rutinitasku selama hampir dua minggu ini.

Ternyata nggak harus tatap muka supaya kita bisa mengenal orang lain, ya?




Anandara Jovanka
Bilang aja butuh temen ngobrol wkwk

Come Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang