Yak, baru muncul lagi karena minggu lalu aku dirawat di rs. But since sayah kembali, mari kita lanjut~
---
Abimana
"Jadi Anan mau desain ulang rumah kamu?"
Gue mengiakan pertanyaan Ibu barusan dengan gumaman kecil selagi gue mengenakan sepatu. "Iya, Bu. Katanya karena lagi nggak ngambil project apa-apa, jadi mau nyoba ngerjain rumah yang itu. Makanya hari ini aku mau bawa Anan lihat-lihat dulu nanti sore."
"Sore? Kamu berangkat siang gini buat apa dong?"
"Nemenin Anan belanja dulu."
Ibu yang awalnya tampak bingung langsung tersenyum lebar. "Kamu lagi sering pergi bareng Anan, ya? Perginya berdua aja?"
Gue nggak bisa mengelak sih. Ketika punya target, dua minggu bakal terasa berlalu begitu cepat. So I want to make the most of my time. Dalam tiga hari cuti pertama gue, semuanya gue gunakan buat main bareng Anan. Setelah mengunjungi galeri dan main ke Ancol—tempat itu ternyata sudah banyak berubah sejak terakhir kali gue datangi waktu masih kuliah—kali ini gue menemani Anan buat belanja bulanan.
"If you insist, gue nggak menolak bantuan mamang angkut barang sehari sih." Begitu balasannya buat tawaran gue kemarin. Yah, hitung-hitung gue gabut juga sih. Setelah sekian lama, gue akhirnya kembali merasakan dorongan buat pergi. Entah karena Jakarta sedikit jadi menarik belakangan ini, atau semua ini lebih karena orang yang gue ajak jalan, bukan lokasinya.
Probably it's the latter, but I'll keep the answer for myself.
"Rapi kan aku, Bu?" tanya gue lagi usai selesai mengenakan sepatu. Kali ini gue cuman berpenampilan biasa dengan kaus putih dan celana jins. "Sekalian Ibu mau nitip apa gitu nggak?
Ibu mendekat, mengelus bahu kanan gue sambil manggut-manggut. "Anak Ibu selalu ganteng mau pakai baju apa juga."
"Semua anak bakal cantik sama ganteng kalau di mata ibu sendiri," gue balas bergurau.
"Coba tanya Anan. Pasti dibilang ganteng juga." Ibu sekarang memasang muka sok serius, dan gue tertawa.
"Aku sekalian beli beras sama buah deh kalau gitu, ya." Gue peluk Ibu buat berpamitan, kemudian berbalik untuk segera keluar. Baru juga gue mau membuka pintu, Ibu sudah memanggil gue.
"Nak."
Nggak satu pun dari kami benar-benar membicarakan soal rumah terbengkalai itu. Gue nggak pernah mengungkitnya, dan Ibu juga nggak pernah bertanya. Topik itu sudah tenggelam cukup lama. It's like a silent agreement between us to not talk about it anymore. Dan setelah hal itu muncul lagi ke permukaan, nggak heran kalau Ibu ikut bingung. Tanpa diucapkan pun, gue sudah bisa menebak masih ada yang ingin Ibu tanyakan.
Karena itulah gue tersenyum pada Ibu. "Aman, Bu. Tenang aja. Itu cuman rumah doang. Sayang juga kan kalau didiamin. Mumpung ada yang bisa bantu ngurusin, kenapa nggak? Gitu-gitu dapatinnya juga susah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back Home
RomanceIni tentang dia yang terlalu lama tenggelam dalam kenangan. Ini juga tentang dia yang berjalan dalam ketakutan. Ini tentang mereka yang terlalu lama berkeliling, tak punya tujuan akhir. Namun tanpa rute, bisakah keduanya menemukan rumah untuk pulang...