13. Wacana

135 22 0
                                    

⭐ Vote juseyo ⭐

🏘️ Happy reading 🏘️

.

.

.

"BAMBANG"

"Beneran batal, Bang?"

"Kenapa Bang?"

"Tiba-tiba banget?"

"Pemberi harapan palsu..."

"Nggak asik ah"

"Terus gimana?"

Theo memijit pelipisnya, rentetan pertanyaan dari para remaja aktif di hadapannya ini membuat kepalanya berdenyut.

"Ini juga diluar kehendak gue, salah satu temen gue kecelakaan tadi malem. Sedangkan muncak itu keinginan dia, yakali gue sama yang lain ke sana tanpa dia?"

Penjelasan Theo membuat tujuh remaja yang tadinya mendumel seketika diam.

"Bang, gue salut sama rasa solidaritas kalian, tapi tetep aja lo nyebel-

"Iya Bang, nggak apa-apa. Sorry si Ajun emang ngeselin"

Gama tersenyum seramah mungkin, tangannya masih membekap mulut Arjuna yang kini berhasil dibuat berhenti berkicau.

"GWS buat temen lo, Bang" ucap Nakula dianggukki yang lainnya.

"Thanks, terakhir ditengok dia baik-baik aja, cuma kakinya terkilir. Yaudah gue balik, maaf karena ngasih kalian harapan palsu- ucap Theo melirik Kiana, gadis itu dari tadi yang mengoceh kalau Theo memberi harapan palsu.

-dan gue akui gue orangnya nggak asik, tapi nama gue bukan Bambang, itu nama bapak gue" kali ini Yumi dan Arjuna yang menjadi target lirikan maut Theo, terutama Arjuna. Bisa-bisanya nama bapaknya disebut.

"It's okay Bang, maaf juga karena temen-temen gue banyak berkicau, mereka belum dikasih makan soalnya" balas Gama dengan cengirannya.

"Sembarangan. Lo kira gue burung?"

"Nggak, lo sayangnya gue. Diem dulu ya, sayang"

"BANGS-

"Sekali lagi thanks and sorry, Bang"

Theo geleng-geleng kepala melihat tingkah Gama dan Arjuna, nggak ribut nggak nafas.

"Ini batal? Ayo dong yang ada ide liburan, ke mana aja" tanya Kiana setelah Theo melajukan motornya.

"Gue kayaknya ada"

Yang bersuara kini menjadi pusat perhatian, bukan, lebih tepatnya menjadi pusat para manusia dengan tatapan mengintimidasi.

"Jangan gitu ngelihatinnya kek? Serasa di sidang gue"

"Udah cepetan, lanjutin omongan lo tadi"

"Jadi gini. Gue kan ada sepupu tuh si Biyu, lah kebetulan dia punya villa di bukit deket sini, kalo kalian mau ke sana lumayan pemandangan sunset sama sunrisenya cakep banget. Gimana?"

"Punya sepupu lo? Bukannya dia seumuran kita ya?"

"Orang tua dia kaya, lo punya duit, lo punya kuasa"

"Widih... mantep, emang boleh? Bayarnya berapa?"

"Nggak tau"

"Yang bener paok"

"Sebentar gue tanyain anaknya dulu"

Enam remaja lainnya menatap Nakula penuh harap, karena nampaknya ini satu-satunya pilihan yang menentukan bagaimana mereka menghabiskan waktu liburan.

"BANG KULA KAPAN BALIK?!"

Nakula reflek menjauhkan ponsel dari telinganya, lalu mengaktifkan loud speaker agar setidaknya resiko gendang telinganya pecah berkurang.

"Bentar lagi, ini masih ngerembug mau liburan ke mana"

"Pulang bang, mama masak brownies enak banget, kalo kelamaan nggak gue bagi"

"Iyaa, makan yang banyak biar tinggi lo sampe dua meter"

Terdengar suara Biyu tertawa, membuat para gadis saling pandang.

Ketawanya ganteng, batin mereka.

"Mau nginep villa?"

"Kok- lo tau?"

"Tau lah, Biyu. Kalo mau nginep sekalian sama gue bang, gue sama temen-temen gue juga mau ke sana besok"

"Oke deh, btw itu... bayarnya berapa ya?"

"Bayar?"

Di sebrang sana Biyu menonaktifkan mikrofon, ia bergumam merencanakan apa yang terbesit di kepalanya.

"Biyu?"

"Kalo gue ada untungnya, gratis"

Nakula menghela nafas panjang, bersiap dengan segala permintaan Biyu yang kadang membuatnya repot.

"Mau apa? Hm"

"Belom tau, tunggu aja besok"

Setelah itu panggilan diakhiri oleh Biyu, menyisakan Nakula yang tersenyum lebar.

"Boleh, nggak bayar" simpul Nakula.

"Sip, tempatnya jauh atau nggak terlalu jauh?"

"Tau bukit tujuh kilo dari sekolah? Itu, di sana tempatnya"

"Ooooh, tempat kita kemah Pramuka waktu kelas sepuluh?"

"Betul! Gimana?"

"Boleh banget, gue mah iya"

"Gaskeun"

"Setuju"

"Gue ngikut"

"Gue juga"

Nakula mengacungkan jempol, kini ia bergeser mendekati Gama.

"Bian gimana Gam? Masih masuk angin?"

"Nggak tau, kalo deket sih bisa, ntar gue tanyain anaknya"

"Lucu banget Bian, masuk angin udah kayak sakit keras"

Celetukan Kiana membuat yang lain terkekeh, namun tidak dengan Gama. Lagi-lagi rasa takut menerjang pemuda itu.

"Gam? Yuk balik, udah mau Dzuhur"

Ajakan Rara membuat Gama tersadar, lalu mengangguk cepat.

"Semoga kali ini nggak cuma wacana"

.

.

.

>>> Tolong koreksinya kalau ada typo or kalimat yang kurang pas barangkali berguna buat revisi kalau udah end nanti ^^

Thanks for reading 💓

-⁰⁷·⁰⁷·²⁰²³-

Young, dumb, & brokeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang