Menjadi Murid Baru

1K 146 34
                                    

"Kadang-kadang langit terlihat seperti lembaran kosong. Tapi sebenarnya tidak, bintang kamu masih ada disana bumi hanya sedang berputar."

Tepukan dua kali diatas kepalanya begitu menenangkan, "dia nggak kemana-mana, dia masih ada di tempatnya. Tempat dimana dia masih bisa ngelihat lo, tanpa perlu lo tahu."

_________________________
"tempat lo asik." Udara tidak terlalu panas, begitu cocok dengan bangunan kuno di sekitar mereka. Arka tidak tahu nama tempat ini tapi yang pasti ia menyukainya.

"Lo suka ?" Seseorang di sampingnya bersuara dengan senyum yang khas.

Arak-arak awan bergerak perlahan dan berhenti tepat di atas kepala kedua manusia yang sedang duduk pada bangku kosong depan bangunan tua, seolah menghalangi sinar matahari agar tak menyentuh kulit keduanya.

Semilir angin membelai kulit-kulit mereka, sejenak Arka menutup matanya menikmati moment ini, sudah sejak lama ia tak menikmati suasana seperti ini.

"Gue juga suka di sini, rasanya tenang." Arka membuka matanya lantas menatap seseorang yang juga menatapnya.

"Kenapa lo suka di sini ?"

Yang di tanya menyenderkan punggungnya dengan helaan napas ringan, "Coba lo hirup udara." Arka melakukannya.

"Gimana ? ringan nggak ?" laki-laki yang baru menghirup udara itu mengangguk, "iya."

"Beban gue nggak ada setelah ketemu tempat ini."

Setelah kalimat itu keluar tidak ada yang berbicara lagi, namun keduanya menikmati menit demi menit yang terlewat meski tanpa obrolan. Sesekali melihat pada lalu lalang orang yang lewat di depannya.

"Gue suka Kencana Putra, bang." Arka mulai berbicara lagi.

"Mereka bakal jadi rumah lo." Yang di panggil abang berkata demikian.

Meski mereka duduk berdua pada bangku kosong disana tapi Arka tetap merasakan jarak itu, sesuatu yang tidak ia ketahui nama pastinya, "Padahal kita sering ketemu, kenapa rasanya kaya kita jauh ya, Bang ?"

"Kenapa lo ngerasa kita jauh ?"

"Nggak tau." Bersamaan dengan itu Arka menangis, ia tak akan menyembunyikan apapun perihal kesedihannya pada abang satu-satunya yang ia miliki.

"Gue pengen di sini,"

"Setiap cerita pasti punya akhirnya. Manusia juga kaya gitu, nggak ada yang pengen hidup selamanya."

Alih-alih menyahuti ucapan adiknya, abang justru berkata seperti itu. Sudah lama sekali rasanya ia tidak berbicara perihal hidup, "makin hari, setiap kita ngehirup udara makin banyak, beban yang di tanggung juga makin berat. Disini tempat orang-orang yang udah berhasil ngelewatin hari-hari beratnya."

"Lo berhasil ?" Arka bertanya, namun yang di dapat hanya helaan nafas tanpa arti atau mungkin arka yang memang tidak mengerti maksud dari helaan napas yang keluar dari hidung seseorang di sampingnya itu.

"Lo masih punya hal yang belum di selesaikan, lo masih punya hidup yang harus di lanjutin. Abang cuma mau bilang hati-hati, sama apapun."

Lalu laki-laki yang lebih tua menunduk, "semua hal ada pertanggungjawabannya, Ka."

"Gue takut..."

"Apa yang lo takutin ?"

Arka menoleh, "Semuanya..."

"Maka gue bilang, semuanya bakal baik-baik aja. Kalau lo sampe sekarang masih bernapas dan baik-baik aja itu artinya lo nggak benar-benar takut lo cuma ragu pada sesuatu yang sejujurnya nggak perlu lo takutin."

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang