Kamu Berperan Penting

652 103 38
                                    

Arka tidak pernah ingat kapan dirinya mampu berdiri dengan kedua kakinya sendiri, sejak kecil semua kebutuhannya selalu terpenuhi, maklum karena memang dia anak tunggal.

Katanya laki-laki harus bisa tangguh.
Katanya laki-laki lebih baiknya menjadi seseorang yang kuat.
Katanya laki-laki harus bisa tahan banting.

Sejauh ia hidup, Arka tidak mampu menilai sejauh mana ia bisa menjadi tangguh. Sejak kecil tubuhnya rentan sakit, dulu atau mungkin bahkan sampai sekarang ia sendiri masih tidak mampu menjadi laki-laki yang kuat.

Di kelilingi dengan dua orang tua yang selalu mengulurkan tangannya kapan saja. di dampingi seorang kakak yang rela melakukan apa saja.

"Nggak usah ke dapur nanti mama masakin. Tunggu di kamar aja, Ka, sana." adalah perlakuan yang sering ia dapatkan. Hanya untuk membuat satu mangkuk mie saja ia tidak di perbolehkan menyentuh dapur sendiri, Mama terlalu hati-hati menjaga dirinya.

"Lho kamu ngapain, Ka ? Ndak usah macem-macem heh turun. Papa punya galah." juga papa yang tidak akan pernah membiarkannya lecet sedikitpun meskipun ia hanya memanjat pohon mangga depan rumah hanya karena ia ingin memakan mangga.

Dia laki-laki, harusnya semua orang tahu tapi katanya kamu itu anaknya mama sama papa, ya sudah seharusnya mama papa ngejaga kamu toh ?

Perlakuan baik mereka selalu membuat hati Arka menghangat, namun di satu sisi ia juga ingin menunjukkan bahwa ia mampu melakukan apapun. Meski tubuhnya sering sakit bahkan hanya karena kehujanan dalam beberapa menit.

"Gas nya pelan-pelan aja nggak usah sekali tarik ntar–"

"–KAN NABRAK. MAKANYA DENGERIN DULU KALAU DI TUTOR JANGAN LANGSUNG DI GAS." tapi Arka tidak pernah lupa, bahwa dia pernah memiliki seseorang yang selalu mengajarkan apa itu tanggung jawab pada diri sendiri.

"SAKIT NGGAK ? Berdarah gini sikut lo." Dia yang selalu terlihat tenang meskipun matanya tidak pernah berbohong bahwa ia sangat khawatir.

"Lagian Bang Vano kelamaan ngasih tutornya."

"NGEJAWAB LAGI." bahkan bentakan itu tak pernah mampu membuat Arka sedih, ia suka teramat suka ketika ia mampu mendapat luka dari tindakannya sendiri.

Mendapat luka itu keren adalah pemikiran kecilnya dulu.

"Ini kalau Om Aditya nanya luka lo di gebug gue anjir, lagian masih SMP ngotot banget mau ajaran naik motor." Dan Arka juga tidak akan pernah lupa tentang bagaimana hati-hatinya Evano menempelkan plaster karakter pada luka di siku kirinya seakan-akan Arka adalah adik paling berharga yang harus ia lindungi.

"Tapi yaudah lah nggak apa-apa, nggak sakit kan ? Ayo bangun ajaran lagi yang bener. Kalau gue belum bilang gas jangan di gas dulu!" dia yang selalu membiarkan Arka untuk terus mencoba meskipun harus jatuh berulang kali, dia juga yang selalu memberikan kepercayaan penuh pada Arka kalau Arka mampu melakukan apapun di atas kakinya sendiri.

"Hati-hati yaampun lo ngapain pagi-pagi udah turu di tanah ? Itu kaki lo berdarah sakit nggak ?" Beberapa menit lalu, entah karena Arka memang masih ngantuk atau justru kesialan pagi ini karena salah Rendra, niatnya Arka ingin menghampiri kamar Zico meminjam setrika, karena kamar itu berada di sebelah kamar Rendra otomatis Arka harus melangkahkan kaki melewati taman mini di depan kamar Rendra, sebab Arka tidak tahu kalau ternyata Rendra baru saja menggali lubang untuk menanam tanaman Azalea yang baru di beli 2 hari lalu, Arka jatuh terpeleset dan kakinya praktis masuk ke dalam lubang sialan itu, seandainya ia jatuh diatas tanah mungkin tidak akan sesakit ini tapi sayangnya halaman depan kamar Rendra adalah jalan neraka yang sudah penuh dengan kerikil hias yang tajam.

"Nih plester kaki lo. Cuci dulu tuh." Arka meringis, sedikit merasakan nyeri pada pinggangnya. Lalu dengan baik hati Mas Juna membawakan ember berisi air bersih agar Arka tak repot-repot berdiri.

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang