Ujung Dalam Penyesalan

571 82 38
                                    

"Kalau akhirnya bakal sesakit ini faktanya, gue bakal lebih memilih buat nggak tahu. Pergi, bang,  pergi yang jauh karena tempat ini terlalu sampah buat lo."

____________________

"Halo...?"

"Abang. Besok pas lebaran pulang ke sini aja, ya ?"

"Emang kenapa, Ka ?"

"Mama sama papa mau buat foto keluarga buat di pajang di ruang tamu. Guedee pokoknya. Kata mama abang harus ikut!"

"Haha, Iyadeh, emang kenapa kalo nggak ikut ?"

"Harus ikut, kan abang anak mama papa juga. Pokoknya ikut, oh iya kalau pulang bawain lumpia Semarang ya, bang Okey ?"

"Iya, deh."

"Makasih, bang. Sayang abangggg sepanjang jalan tol pantura."

"Hahaha sayang Arka satu bumi."

___________

"Kok gue deg-degan, ya ?" Sembari menatap foto keluarga dalam ponselnya sendiri Arka bersuara, menatap Nimas yang terduduk di samping mejanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok gue deg-degan, ya ?" Sembari menatap foto keluarga dalam ponselnya sendiri Arka bersuara, menatap Nimas yang terduduk di samping mejanya. Hari ini Derian selaku teman sebangkunya absen, jadi Nimas menggantikan tempat duduk itu.

Gadis yang mengunyah permen itu menoleh, "Kurang darah ?"

"Ck."

"Canda, candaa yaampun, emang kenapa sih ?"

Arka menghela napas sebelum akhirnya menyandarkan punggungnya pada kursi, "lo kenal banget sama Pak Darsono ?"

Yang di tanya mengernyitkan dahinya, "Nggak juga, gue kenal tukang soto itu gara-gara sering di ajak Galang makan di sana. Tapi setahu gue anaknya temennya Galang." Lalu menelan permen dalam mulutnya, "Coba lo tanya dia. Tapi dia hari ini nggak berangkat, sih."

Bahkan bibir Arka hampir tersenyum seolah mendapat sedikit harapan saat Nimas berkata bahwa anak dari Bapak Darsono adalah teman Galang, tapi karena laki-laki itu tidak berangkat hari itu, bibir Arka praktis berdecak. Padahal ia ingin bertanya banyak soal keluarga Bapak Darsono sebelum bertemu dengan Bapak Darsono nanti.

"Tangan lo dingin banget, Ka ?" Merasakan tangannya di sentuh Nimas Arka semakin di buat kesal, "Kan gue udah bilaaaaanggg, gue deg-degan."

"Deket sama gue ?"

"Maksudnya ?"

"Lo, deg-degan gara-gara duduk sama gue ?" Dan perkataan itu justru mampu meledakkan tawa Arka sendiri, padahal Nimas berkata dengan sangat biasa tapi ntah mengapa rasanya seperti menggelitik perut Arka. Lalu ia memandangi gadis yang hari ini menggunakan bando biru, diam-diam Arka menebak berapa banyak bando yang Nimas punya.

"Ketawa lo nakutin anjir. Serius ih lo deg-degan gara-gara gue ? Lo nggak suka gue, kan ?"

"Ge'er lo. Tapi kalau nggak kenapa kalau iya kenapa ?"

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang