Seperti Kamu Ada Di sini

830 112 24
                                    

"Puncak sakitnya adalah saat gue nggak bisa ngebedain apakah lo benar ada atau justru sekedar halusinasi yang tampak nyata."

______________________
Arka pernah bermimpi dengan sangat bahagia bahwa suatu hari nanti ia bisa melihat dirinya dan Evano tumbuh dewasa. Menjadi pria yang sukses dan bertanggungjawab pada kehidupannya.

Mimpi-mimpi yang terasa sangat nyata sampai membuat Arka lupa bahwa 1 jam yang akan datang termasuk masa depan yang tidak pernah ia ketahui bagaimana bentuknya. Masihkah ia bernapas atau justru di menit ke 59 Tuhan mencabut nyawanya.

Mimpi-mimpinya pelan-pelan terhapus ketika ia sadar bahwa yang seharusnya masih ada disini bersama nya merajut mimpi ternyata sudah di peluk begitu erat oleh bumi. Akhirnya jiwa Arka mati bersamaan dengan mimpi yang tidak pernah menjadi nyata.

Kini, hanya ia yang akan menua sendiri. Merajut masa depan sendiri yang mungkin bayangan masa lalu akan terus berputar di kepalanya.

Janjinya bersama Evano.

Harapan Evano melihatnya lulus SMA.

Dan harapan keduanya untuk memiliki keluarga bahagia.

Semuanya pupus.

Ada saat-saat di mana Arka mampu menatap batu nisan Evano dengan lapang, namun juga ada masa di mana Arka seolah tidak percaya bahwa ia pernah mengantarkan Evano pada rumah keabadian.

Menyadari itu Arka lebih sering bersedih.

Ia bisa saja tidak menangis saat mengingat perihal Evano, bagaimanapun ini sudah terlalu lama.

Tapi Arka tidak pernah bisa menahan dirinya untuk tak terisak ketika melihat mamanya sendiri kerap kali menangis di tengah malam sembari memeluk figura berisi foto wisuda Evano saat masih SMP, dengan senyum lebar sembari membawa Ijazah.

Sujud panjang mama setiap malam hanya terisi oleh isakan-isakan yang sungguh menyakiti perasaan.

Atau ketika Arka melihat papa lebih sering mengunjungi makam Evano hanya karena rindunya sudah tidak mampu di bendung sendiri.

Keluarganya menjadi sangat berantakan.

Terpukulnya orang tua Evano hingga mengharuskan pindah ke Singapura.

Menangisi Evano bukan hanya soal kehilangan, seandainya seseorang berkata pada Arka apakah ia ikhlas perihal perginya Evano maka ia akan menjawab Ikhlas.

Seandainya masalahnya sesepele itu. Yang sulit di tahan Arka adalah menangisi mimpi-mimpi Evano. Sama seperti bagaimana mamanya menangisi keponakannya itu.

Laki-laki itu masih terlalu muda untuk pergi.
Jalannya masih sangat panjang.

Suatu sesal yang bercokol dalam hati Arka menyayangkan perjalanan hidup Evano yang teramat singkat.

Dalam keluarganya Evano bukan hanya definisi keponakan, tapi juga laki-laki yang sudah di anggap sebagai anak sendiri oleh orang tua Arka. Seperti seorang ibu yang kehilangan anak kandungnya, begitulah mama yang kerap menangisi Evano.

Arka bahkan ingat bagaimana mama dan Evano yang lebih suka menghabiskan waktu bersama sembari menceritakan harapan Evano di masa depan. Mama yang selalu antusias mendengarnya.

Arka yang selalu menyimak, dan merekam dalam ingatan tentang percakapan keduanya.

Evano pernah bermimpi ingin kuliah di Australia dan merasakan musim dingin Sidney.

Evano juga pernah berharap dengan khusyu' ketika sholat bahwa ia ingin menjadi orang terkenal hanya agar mamanya sendiri tidak perlu memperkenalkan Evano pada teman-teman arisannya suatu hari nanti.

8 Pintu Untuk Arkana | Zerobaseone ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang