[10] Part-Time Lover

986 97 12
                                    

Sabtu yang ditunggu Media telah tiba. Lelaki itu sudah berangkat tiga puluh menit lebih awal dari waktu pertemuan. Cherry bilang, dia tidak usah menjemput di depan jalan indekosnya, karena hanya muat dua mobil dan itu pun sudah sangat terbatas. Kalau Media harus parkir di pinggir jalan, takutnya mengganggu pengguna jalan lain.

Namun, saat Cherry baru turun ke lantai satu dan hendak memesan taksi, Media baru saja berhenti. Cepat sekali, pikir Cherry.

Media membuka jendela di kursi penumpang dan meminta Cherry masuk. Agar tak membuat macet, Cherry tentu saja mengiyakan. Baru saja perempuan itu hendak duduk, ibunya ngide mau duduk di kursi depan. Ya udah deh, Ma, gumam Cherry pelan.

Ibunya duduk dan Cherry masuk bangku belakang. Setelah itu mereka segera tancap gas dari depan indekos Cherry.

"Kok jemput sih, Med? Untung aja tadi nggak macet," gerutu Cherry.

"Nggak apa-apa, Cher. Tadi gue sekalian buang-buang bensin dulu muter-muter sekitar indekos lo," canda Media.

Ibunya tersenyum sembari balik badan, lalu kembali menatap depan. "Kok kayaknya familier. Dulu murid SMA Wijaya Depok juga bukan?" tanya Mama.

Media mengangguk dan tersenyum, sambil tetap fokus mengemudi. "Iya, Bu Sani. Inget nggak sama saya? Media Adnan, anak IPA 4."

"Oalah. Kamu yang suka bantuin Ibu angkat-angkat tugas sama alat praktikum, kan?"

Media mengangguk lagi. Keduanya langsung saja mengobrol akrab, seperti ibu dan anak. Ujung-ujungnya malah Cherry tidak dipedulikan seperti nyamuk. Alhasil gadis itu main ponsel saja.

Media lalu berdeham dan hendak masuk ke jalur khusus kendaraan roda empat di bagian tengah jalan arteri Kuningan. "Mau ke mana kita, Bu Sani?"

"Ibu tuh pengin banget ke Dufan. Kayaknya asyik ya naik Bianglala," kata Bu Sani spontan. Cherry langsung bangkit dari posisi santainya seraya menghentikan kegiatan main ponsel.

"Yang bener aja, Ma. Masa mau ke Dufan? Udah tua gini nanti jantungan."

"Mama cuma mau mejeng aja, Cher. Foto-foto liburan gitu. Masa nggak boleh?"

Cherry mencebik dan membuang muka ke jendela kanan. "Terserah deh. Tapi kalo kenapa-kenapa, bilang segera ya."

"Ya udah. Ke Dufan ya berarti?" tanya Media lagi.

Mobil pun beranjak memasuki jalan bebas hambatan dan langsung menuju kawasan Ancol.

***

Kini mereka bertiga telah berada di Dunia Fantasi. Seperti tengah mengajak keluarga liburan, Bu Sani foto-foto di sana dan sini. Beliau juga membeli oleh-oleh dan mencoba makanan di sekitar yang harganya mahal, tapi rasanya biasa saja. Baru saja mereka melewati wahana komidi putar, tiba-tiba ibunya berhenti di depan bunga-bunga merah muda dengan latar belakang komidi putar.

"Cher! Sini coba," panggil Bu Sani.

Cherry memasukkan kedua tangannya ke saku celana jins dan berjalan malas menuju ibunya. "Apaan lagi? Mama mau beli apaan lagi?" ulangnya.

"Gitu banget sama orang tua sendiri. Nggak sopan ya dia, Med?" kata Bu Sani sambil melirik Media yang hari itu berpakaian santai, kaus panjang tipis oversized berlapis kemeja kotak-kotak lengan pendek–persis seperti kostum skater di video Blink 182. Media juga memakai celana jins lebar dan sepatu basket. Penampilan yang kalau Cherry ingat-ingat, rasanya seperti di SMA dulu.

Media hanya tertawa pelan mendengar Bu Sani berkata. "Malu mungkin, Bu, Cherry-nya," kata Media.

Bu Sani meminta Media dan Cherry mendekat, lalu dia mundur, menjauh dari arah komidi putar.

The Love InvestmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang