Cicit burung-burung kecil yang hinggap di luar loteng kamar Cherry membangunkan gadis itu. Cherry menggeliat ketika bangkit dari posisi tidur dan menguap lebar. Tubuhnya sangat rileks dan dia senang sekali karena bisa tidur senyenyak itu. Ditatapnya sekeliling kamar dan mendapati Media tertidur di lantai, di sebuah karpet tebal yang seharusnya sangat berdebu karena sudah lama tidak Cherry bersihkan sejak tak lagi tinggal di rumah. Tubuh lelaki itu bergerak naik dan turun, napasnya sangat tenang dan konstan. Segaris cahaya matahari berikut debu-debu halus mengarah ke pipi lelaki itu. Cherry jadi kasihan. Dia pun bangkit dari kasur dan menghampiri Media.
"Med. Kalau masih ngantuk, tidur di kasur aja sana. Aku udah mau bangun, kok," kata Cherry pelan.
Media masih tertidur, mulutnya bergerak-gerak seperti bergumam pelan. Terdengar 'hmm' dua kali dan dia menggaruk pipinya yang terasa hangat tersorot cahaya matahari dari ventilasi kamar loteng Cherry.
Cherry mulai menggoyang-goyang tubuh Media. "Med. Tidur di kasur aja, gih!" ujarnya lebih keras, tapi Media masih bergeming. Cherry memutuskan untuk pergi saja. Namun, ketika gadis itu baru akan berdiri dari posisi jongkoknya, tangan Media meraih lengan Cherry dan menariknya.
"Dih! Apa-apaan!" seru Cherry saat dia malah kembali tiduran, berhadap-hadapan dengan Media. Entah mengapa, jantungnya terasa mencelus sejenak.
"Tidur lagi, Cher," gumam Media. Rupanya lelaki itu mendengar Cherry sejak tadi, hanya saja dia ingin akal-akalan seperti ini. Dia sudah biasa jahil sejak SMA.
"Aduh. Gue mau jajan lupis di ujung komplek. Keburu abis!" gerutu Cherry. Media malah merapatkan dahinya pada dahi Cherry sembari mengerut malas. Pagi masih terasa dingin di rumah Cherry meskipun cahaya matahari sudah menelusup dari sela-sela ventilasi.
Media mengeluh dan merapatkan selimut. "Lima menit, Cher. Dingin."
Cherry membalas kejahilan Media dengan menarik selimut yang lelaki itu kenakan. Hanya saja, balasan itu malah berbalik padanya, sebab Media justru menarik tangan Cherry yang tengah membuka selimut dan membiarkan gadis itu tenggelam di bawah dagu Media. Cherry sampai terdiam tidak bisa berkata-kata. Dia bisa mendengar degup jantung Media yang konstan, tetapi debarannya terasa menggetarkan pucuk kepala Cherry.
"Med? Apaan sih, Med? Jangan macem-macem, deh!" gerutu Cherry. Masih saja dia mempertahankan gayanya yang ketus, meskipun tidak dia pungkiri bahwa pagi ini jantungnya sudah dibuat copot dua kali.
Media bergumam di pucuk kepala Cherry sembari membiarkan tangan kanan Cherry seolah memeluknya. Padahal, tadi Cherry hanya mau menarik selimut Media saja. Sekarang, lelaki itu senang karena tangan Cherry melingkar di tubuhnya. "Lima menit aja, Cher. Aku nggak ngapa-ngapain juga, kan?"
Namun, kata-kata itu hanya dusta. Perlahan, telapak tangan Media menggapai pucuk kepala Cherry dan mengusapnya. Lalu, dia menepuk-nepuk punggung Cherry, berharap agar gadis itu tidur kembali dan santai sedikit. Buat apa juga bangun pagi di hari libur begini? Meskipun dia ingin jajan lupis, tidur sampai siang di hari libur rasanya lebih menyenangkan.
Baru saja Media hendak terlelap lagi karena menepuk punggung Cherry dengan irama meninabobokan, pintu kamar loteng Cherry diketuk sang adik. Siska di ambang pintu berteriak seperti hendak membobol pintu kamar kakaknya.
"Mbak Cher! Disuruh Mama turun. Ada lupis kesukaan lo, tuh! Katanya hari ini mau langsung ke rumah baru lo? Kata Mama kalo gitu harus bangun sekarang, takut macet!" teriak Siska. Sudah tahu dia di depan kamar orang, malah teriak-teriak. Mana tahu, kan, kalau orangnya masih tidur?
Cherry menggeliat, berusaha melepas diri dari posisi yang nyaman itu. Tunggu. Nyaman? Jangan sampai nyaman! Cherry langsung saja melepas diri dengan cepat dan berguling ke samping agar pikiran 'nyaman' itu tidak mampir ke kepalanya.
"Udah lima menit, tuh! Udah ah, aku mau sarapan," kata Cherry cepat-cepat. Dia langsung berdiri dan berlari kecil ke pintu. Untunglah Siska menyelamatkannya dari degup jantungnya yang makin tak keruan. Bisa-bisa dia jantungan kalau terus didekap Media.
Sementara itu, Media hanya menutup kembali matanya dan tersenyum saat Cherry pergi. Sedikit lagi dia pasti bisa membuat Cherry nyaman betulan dengannya.
***
Seharian itu hanya Cherry habiskan untuk bersantai di rumah, sebelum dia benar-benar pergi lagi ke rumah barunya. Setelah pergi dari Depok, Cherry sudah pasti akan berstatus menikah, tak lagi lajang. Hari ini, dia masih ingin sesekali bermanja di rumah orang tua, walau hal itu tentunya masih tetap bisa dilakukan nanti. Masih ada beberapa barang di indekosnya yang juga belum terbawa. Jadi, mungkin setelah beres-beres rumah, Cherry akan menuju indekos untuk bersiap pindahan. Tidur di lantai sementara dengan kasur lipat, sepertinya tak masalah bagi gadis itu. Cherry bahkan tak peduli Media bagaimana. Pastilah Media sudah punya rencana sendiri terkait barang-barang miliknya yang mau dipindahkan ke rumah patungan mereka berdua.
Setelah makan siang, Cherry dan Media sudah siap berangkat. Barang-barang yang mereka bawa sudah masuk mobil Media yang lebih besar, sementara mobil Cherry ditinggal sementara. Cherry hanya pergi membawa tas kerja berisi laptop dan koper untuk beberapa hari di BSD.
"Kamu masih cuti sampai kapan, Mbak?" tanya adiknya tatkala Cherry sedang bersantai di depan televisi sembari main ponsel.
Cherry menggaruk lututnya. Posisi santainya sangat tidak manusiawi. Tubuh tertekuk lentur, sementara kaki kanan bertopang di kaki kiri. Kepalanya tersangga bantal di sofa. "Masih semingguan, sih," kata Cherry malas. Setelah itu, dia tertawa karena video kucing yang ditontonnya.
Media datang dari arah dapur, mengobrol dengan Bu Sani. Keduanya tertawa-tawa. Saat Bu Sani melihat posisi Cherry, dia geleng-geleng kepala. "Kayak gini, Med, kelakuan Cherry. Nanti harap dimaklumi aja kalau di rumah masih kayak begitu," gerutu Bu Sani.
Cherry melirik Media dan menegakkan posisi santai. Dia malu juga tampak awut-awutan. Tapi... Ah, buat apa juga dia harus peduli? Kalau Media ilfeel, toh dia tak ada urusan.
"Udah siap-siap?" kata Media pada Cherry yang masih memegangi ponsel.
Cherry mengernyitkan dahi sembari bangkit dari posisi duduk untuk peregangan. "Siap-siap? Emang mau ke mana?"
"Mau beli kasur dulu ke toko furnitur biar besok udah bisa sampe ke BSD kalo dikirim. Kamu mau tidur di lantai seminggu?" kata Media sembari tersenyum.
"Jadi... Berangkat sekarang, nih?" Cherry bingung sendiri. Pasalnya, dia belum mandi. Dia langsung berlari menuju kamarnya sembari berteriak, "Ya udah, aku mandi kilat dulu."
Media tersenyum, sementara Bu Sani melirik menantu barunya itu penuh perhatian. Bu Sani kemudian berpesan, "Maafin Cherry ya. Anaknya sok kuat, padahal sebenarnya pecicilan kayak gitu."
"Nggak apa-apa, Ma. Itu yang saya suka dari Cherry," balas Media cepat.
Namun, Siska dan Bu Sani saling pandang, lalu tertawa. Siska pun berceletuk sebelum Media mengambil koper-koper yang sudah dirapikan. "Mbak Cherry kurang beruntung apa coba dapat lo, Mas? Semoga langgeng dan baik-baik terus ya. Nanti kalau ada waktu, main-main lagi."
"Pasti, Sis. Nanti gue main-main lagi ke sini," tutup Media pagi itu.
***
Log update:
Selasa, 19 Desember 2023
20.04 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Investment
RomanceHarga rumah melambung tinggi. Bukan di Jakarta saja, tapi sampai jauh ke perbatasan Jabodetabek. Cherry yang sudah mapan sebagai wanita karier, bermaksud untuk membeli rumah. Namun, membayangkan harus menghabiskan sisa hidup untuk melunasi cicilan b...