[19] Belated Confession

893 79 20
                                    

Hari-hari setelah meminta izin pada orang tua dan teman-temannya, membuat Cherry lebih santai. Entah kenapa, berurusan dengan Media telah mengubah kehidupan Cherry. Gadis itu sekarang bisa lebih optimis dalam memandang masa depan. Meskipun tidak tahu akan bagaimana ke depannya, Cherry jadi makin semangat bekerja, mengingat ada cicilan yang harus dibayar. Namun, cicilan itu terasa tidak memberatkan karena Cherry membaginya dengan seseorang.

Tunggu. Seseorang?

Cherry senyum-senyum sendiri di depan laptop, saat jam kerja pula. Tanpa sadar, atasannya sejak tadi telah duduk di seberang, sambil bertopang dagu di sandaran kursi yang dia duduki.

"Seneng banget lo kayaknya, Cher," kata Armand. Sejak tadi dia menaruh laptop di depan meja Cherry, tapi gadis itu tak sadar sama sekali.

Mendengar suara atasan langsungnya yang renyah, membangunkan Cherry dari mimpi utopis menikah tanpa cinta.

"Mas Armand? Lo ngapain? Dari tadi duduk di situ? Sori, gue nggak tau," balas Cherry cepat. Lekas-lekas dia mengusap wajahnya yang ketahuan melamun.

"Nggak apa-apa. Gue santai, sih. Tadinya gue cuma mau tanya soal dasbor laporan buat tim digital marketing. Mereka mau liat tren penjualan di HappyShopping buat bahan konten medsos katanya," jelas Armand.

Cherry mengangguk paham, lalu mengalihkan pandangan pada layar laptop di hadapannya. "Laporan tren penjualan yang bulan ini aja apa semua? Nanti gue tarikin data SKU produknya," balas Cherry kemudian.

Tanpa berbasa-basi, Cherry hanya langsung menjawab segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Padahal jauh di lubuk hati Armand, lelaki itu ingin berbicara lebih dari sekadar pekerjaan. Hanya saja, melihat Cherry yang selalu tertutup secara personal, membuat Armand sulit menembus hati perempuan manis itu.

Armand menatap Cherry yang lincah mengetik di kibor laptop. Dia menunggu Cherry bicara dan tidak mau mengganggunya. Namun, Cherry tak sengaja menangkap tatapan Armand.

"Kenapa, Mas? Gue jadi grogi, nih. Kalo ngasih kerjaan, jangan ditungguin dong. Nanti malah nggak kelar guenya," canda Cherry. Dia memang grogi jika ada pekerjaan sampai ditunggui. Padahal biasanya atasan-atasan kantor lama maupun Armand sekarang, selalu percaya dan lekas pergi setelah memberikan tugas. Namun, hari ini berbeda. Armand malah tetap duduk di kursi, menghadap bagian sandarannya. Di sisi kanan dan kiri Cherry memang ada karyawan tim data lainnya, tapi tetap saja Cherry malas. Dia seolah sedang dihakimi.

"Gue pengin duduk aja di sini, Cher. Nggak boleh emang?"

"Ya boleh, Mas. Cuma kalo duduk di situ kesannya kayak nungguin kerjaan gue. Soalnya gue kayak merasa lagi dihakimi gitu. Duh, begitu deh. Ngerti, kan?"

Armand malah tertawa pelan dan tersenyum. "Duh. Segrogi itu? Kalo nggak boleh duduk sini, boleh gue duduk di sebelah lo?"

Cherry terdiam dan mengernyitkan dahi. Bagi perempuan lain, mungkin hal itu semacam tanda-tanda pendekatan, tapi tidak dengan Cherry. Dia hanya menganggap kata-kata tadi sebagai masalah di pekerjaan. Biasanya, bos kalau duduk di sampingnya hanya untuk menunjuk laptop dan minta ini-itu. Cherry agak tak nyaman karena biasa kerja cepat jika kondisi tenang. "Yah, malah duduk di sini. Gue tambah nggak konsentrasi nanti kerjaannya nggak kelar," balas Cherry.

"Gue duduk situ bukan mau nge-judge kerjaan lo. Gue percaya sama kerjaan lo yang selalu rapi. Gue cuma ada yang mau diomongin."

Entah dari mana keberanian Armand muncul. Dua anggota tim data yang berada di bawah Cherry sebagai Head of Data, langsung menengok. Pasalnya mereka tahu sesuka apa Armand pada Cherry. Cuma Cherry saja yang tak tahu.

"Penting? Harus sekarang?" Cherry memaksa Armand pergi. Dia sudah membuka dasbor aplikasi laporan yang biasa digunakan oleh tim data, tapi urung untuk mengerjakan sesuatu.

The Love InvestmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang