Setelah persetujuan keduanya untuk melanjutkan rencana, Media dan Cherry berkendara ke Depok keesokan harinya pada akhir pekan. Silat lidah singkat semalam dan diamnya Media yang tiba-tiba membuat mereka berdua hanya berdiam diri di sepanjang perjalanan. Perjalanan mereka ke rumah tinggal Cherry di Depok, adalah agar Media bisa meminta izin secara resmi untuk mempersunting Cherry tanpa ada acara lamaran. Mereka sepakat untuk mengadakan pesta kecil-kecilan saja, hanya agar teman-teman dekat dan teman kantor tahu. Publikasi pernikahan mereka perlu diketahui orang kantor, karena itu bisa menghemat biaya asuransi kesehatan dan lainnya. Kedua perusahaan mereka bekerja saat ini, menyediakan paket asuransi untuk tanggungan, yaitu suami atau istri. Otomatis Cherry bisa mendaftarkan Media ke paket asuransi kantornya, begitu juga sebaliknya.
Di perjalanan menuju rumah Cherry, gadis itu berkali-kali menggoyangkan ujung lututnya. Suasananya hati tidak baik, tapi untunglah Media sudah kembali seperti sedia kala. Dia tidak seperti Media yang semalam tiba-tiba murung saat ditanya tentang orang tua. Media hanya bisa melirik dan tersenyum sambil tetap fokus mengemudi. "Gue yang mau ketemu bokap lo, kenapa lo yang panik?"
Cherry menoleh dan mendapati wajah Media yang ramah seperti awal jumpa lagi. "Lo nggak tahu bokap gue, sih, Med. Dia orangnya agak... Gimana ya jelasinnya? Agak gitulah! Nanti lo lihat aja sendiri," kata Cherry. Dia tak berhenti menggoyangkan lututnya hingga Media menyodorkan telapak tangannya setelah memindahkan tuas persneleng.
"Sini tangan lo," kata Media kemudian.
Cherry menengok dan mendengkus jutek. "Mau ngapain, Med?"
"Kata orang, saling menggenggam itu bikin nyaman."
"Kata orang yang lagi modus doang kali," balas Cherry cepat. Gadis itu langsung bersidekap dan tidak menyetujui kata Media tadi.
Tentu saja Media langsung tertawa. Tangan kanannya kembali ke roda kemudi. "Nah, gitu dong. Nggak usah gugup. Tenang aja."
"Pokoknya nggak usah nyebut-nyebut rumah ya, Med. Nanti Mama sama Papa gue curiga. Kalo Siska, sih, dia masih bisa ngerti. Dia orangnya pro sama hubungan yang setara, apalagi sama perlunya prenup. Cuma... Bisa jadi dia tetap nggak akan setuju sama keputusan gue," tambah Cherry.
"Siap, Non!" Media hanya mengangguk dan terus mengemudi. Kemudian dia bergumam, "Cher... Maafin gue ya. Semalem gue banyak pikiran."
Cherry tidak membalas hanya bergumam pelan saja. Namun, pernyataan barusan cukup membuat dirinya tenang.
Saat ini keduanya tengah memasuki jalur khusus kendaraan roda empat dan memacu mobilnya dalam kecepatan konstan menuju Jalan Tugu. Sementara Cherry, entah mengapa dia jadi grogi sendiri. Dia masih sedikit ragu, tapi perjalanan mereka kali ini hanya satu arah.
***
Sampai di rumah, tentu saja Media disambut hangat oleh Bu Sani. Pak Wira sendiri tengah berada di perpustakaan kecilnya, entah mengerjakan apa. Ayah Cherry adalah seorang pensiunan dosen. Dia masih mengajar sebagai dosen tidak tetap di sejumlah kampus. Makanya akhir pekan begini, Pak Wira pasti masih sibuk. Sementara itu, Bu Sani sudah lama pensiun sebagai guru dari SMA Wijaya dan tidak mengajar lagi saat ini. Dia hanya sibuk di rumah, pergi bersama teman-teman seumuran, arisan, atau membicarakan calon menantu. Untuk yang satu itu, Bu Sani suka merasa tertinggal dari teman-temannya yang lain.
Cherry membantu Media mengeluarkan bingkisan dan hendak masuk rumah. Namun, pandangannya tertuju pada sofa-sofa yang ditaruh di depan beranda. Ketika masuk ruang tamu, karpet sudah digelar dan ada toples-toples kecil di tengah-tengah ruang tamu.
Cherry mengernyitkan dahinya dan menoleh cepat ke arah Media. Lelaki itu sama bingungnya. Akhirnya Cherry bertanya, "Mah... Lagi ada apaan?"
Saat Media menyodorkan bingkisan, Bu Sani langsung menggamit lengan Media. Bu Sani pun menjawab, "Cher, sini bantuin Mama sama Siska. Hari ini giliran arisan ibu-ibunya di rumah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Investment
RomanceHarga rumah melambung tinggi. Bukan di Jakarta saja, tapi sampai jauh ke perbatasan Jabodetabek. Cherry yang sudah mapan sebagai wanita karier, bermaksud untuk membeli rumah. Namun, membayangkan harus menghabiskan sisa hidup untuk melunasi cicilan b...