Eight

132 26 1
                                    

CW: Mature content. 🔞 Read at your own risk. Be wise.

🍂🍂🍂

Sesampainya di dalam, William meminjam laptop Viviane untuk melihat hasil pemotretan sore ini. Sedangkan Viviane melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Mandi, bersih-bersih, dan rebahan.

Selesai mandi, Viviane duduk disamping William. Ia memperhatikan laki-laki itu yang sedang sibuk memilih foto.

"Willy, thanks ya."

"No worries Viv. Gue justru lega tadi kita ketemu. Kalau nggak gimana coba?"

"Sebenernya gue megang hp tuh tadi emang mau hubungin lo sih. Tapi pas banget lo udah ada depan mata gue."

Viviane tertawa pelan.

"Eh tapi kok bisa ada lo tadi Will?"

"Gue tadi abis pemotretan di gedung sebelah kantor lo. Pas lo lagi nunggu lampu hijau, gue teriak manggil lo tapi lo gak nengok-nengok. Terus gue perhatiin lo jalannya buru-buru dan orang di belakang lo mencurigakan banget. Makanya gue langsung akting."

Gadis itu mengangguk paham. Akhirnya terjawab sudah rasa penasarannya tentang bagaimana bisa ada William sore ini.

"Thanks again ya Will. Gue beneran tadi udah panik banget. Badan gue rasanya udah ngga ada tulangnya deh."

William tertawa sembari menutup laptop. Berbincang dengan Viviane jauh lebih menyenangkan daripada melihat foto.

"Mulai besok lo gue anter-jemput aja ya? Seenggaknya selama seminggu deh. Sampai gue liat itu toko florist gak jualan lagi disana."

"Ih jangan. Gak usah Will. Gue berani kok, walaupun masih trauma sih. Dikit." cengir sang gadis.

"Gakpapa Viv. Gue nya yang khawatir banget sama lo. Jadi lo nurut aja ya kali ini? Seminggu kedepan gue bakal jagain lo sampai situasinya aman."

Pipi Viviane mendadak jadi merah. Suasananya jadi terasa panas padahal ia baru saja mandi.

"Yaudah deh Will. Thanks banget ya. I owe you a lot!"

Ia tersenyum. William mengikis jarak duduk antara keduanya. Tangannya meraih puncak kepala sang gadis untuk dielusnya secara pelan.

"You owe me nothing."

Viviane menjauhkan badannya perlahan demi kewarasan dirinya. Ia mengalihkan pandangannya ke layar ponselnya.

Katanya sih mau pesan sesuatu buat di makan. Padahal aslinya lagi salting aja.

"Will, mau makan apa?" tanya Viviane. Pandangan tidak lepas pada layar ponselnya. Tangannya sibuk menggeser keatas dan kebawah untuk melihat menu makanan.

William kembali menghapus jarak antara mereka.

"Ada apa aja emangnya?"

Viviane tertegun.

Kenapa suara William terdengar sangat dekat sekali? Bahkan ia bisa merasa deru nafas laki-laki tersebut di pipinya.

Gadis itu menoleh dan pandangannya berpapasan dengan William.

Emangnya boleh sedekat ini?

"Will...lo..deket...uhm makan...kita belum pesan..." ujar Viviane terbata-bata. Ia sudah tidak bisa fokus jika ditatap dari jarak sedekat ini sama William.

Gosh, I think I really fell in love with him.

Viviane berusaha untuk kembali menstabilkan deru jantungnya. Ia ingin segera pergi dari situasi ini namun posisi William menguncinya. Ia masih sibuk menggeser layar ponsel Viviane.

"Hmm gue mau nasi goreng seafood aja deh Viv. Lo mau-"

Ucapan William tertahan karena ia baru sadar bahwa jarak mereka sedekat ini.

Waktu seperti terhenti. Saat ini malah jadi ajang saling tatap menatap diantara mereka berdua. Viviane yang lebih dulu mengalihkan pandangannya. Gadis itu terkekeh pelan dengan wajah yang sudah sangat merah.

William tidak sanggup. Ia sudah tidak mampu menahan perasaannya lagi. Viviane dengan pipi yang sudah semerah tomat terlihat sangat lucu bagi dirinya, ia pasti menyesal jika tidak bergerak sekarang. Impulsively, he grabbed the girl's cheeks and locked it with his hand.

He rubs her cheek for a little before finally landing his lips into hers. He kissed Viviane passionately and affectionately.

Ciuman yang William berikan terkesan lembut di bibir Viviane. Saking lembutnya, Viviane ikut terbawa suasana. Ia membalas ciuman William yang membuat sang laki-laki jadi tersenyum. He's happy knowing the fact that Viviane is kissing him too.

They're running out of breath. Vivinane broke the kiss first to catch some air while William looked into her eyes lovingly.

And they both smiled.

Senyuman yang malu-malu.

Masih belum puas, William kembali menarik wajah Viviane. Ia kembali mencium bibir gadis itu namun kali ini sedikit agresif. Tempo ciuman mereka menjadi lebih cepat dari yang sebelumnya. Ruangan kos Viviane tiba-tiba menjadi sangat panas. Suhu 18 derajat celcius yang ia pasang pada AC nya rasanya percuma karena mereka tidak merasa dingin sama sekali. Ciuman William yang awalnya hanya di bibir saja pun mulai menjarah bagian lainnya. Ia mencium kedua pipi Viviane lalu lama kelamaan semakin turun ke leher sang gadis, membuat ia jadi mengeluarkan sebuah suara yang mampu membuat William semakin bersemangat.

"Can we move to bed first? Gue gak mau besok kita jadi encok-encok udahannya. We still need to go to work."

William menurut. Ia segera mengangkat Viviane dan memindahkan gadis itu ke kasur seperti yang diminta sang gadis.

Kegiatan mereka kembali berlanjut. Keduanya dibuat mabuk dengan kegiatan penuh nafsu tersebut.Viviane yang sudah seperti dirasuki, dengan agresif membuka satu persatu kancing kemeja yang digunakan oleh William.

"Shit, Viviane you're so good." umpatnya

Mendengar pujian tersebut dari William, membuat Viviane jadi semakin agresif. Gadis itu kini yang mendominasi. Tugas William hanyalah menurut, menyebut nama Viviane berkali-kali sambil sesekali mengumpat.

"Oh damn Willy, I want you inside me."

Seperti tersengat listrik, kata-kata yang keluar dari mulut Viviane membuatnya merinding.

"You sure?"

Viviane mengangguk. Masa bodo dengan hal lain, saat ini ia hanya mau menikmati puncak kenikmatan yang ia dapatkan dari William.

With her permission, William do exactly what the girl wants. He started to undress her. He throw away anything that covered the girl's body until it's only her 2 pieces underwear left.

"Damn Viv." he said while admiring her body. He start his action again. Kissing her in all over her body. From face, neck, shoulder, to her chest.

And suddenly, the room is filled with their voice, calling each other's name between their agenda.

The night is still long for them, isn't it?

🍂🍂🍂

William—waiting for Viv return

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

William—waiting for Viv return.

🍂🍂🍂

What Happened in RomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang