Fourteen

48 6 5
                                    


Usaha William untuk membuat Edgar panas gagal total. Semua orang mendadak menginap di studio malam ini. 

Termasuk Theo, Edgar, dan Alvin. 

William juga gagal mempertahankan tempat untuk tidur di kasurnya. Edgar mengusulkan Viviane saja yang tidur di kasur William. Selain karena ia adalah satu-satunya wanita disana, Viviane butuh tidur cukup setelah apa yang ia lalui seharian ini.

Awalnya William sudah mau mengambil posisi tidur disamping Viviane, namun 8 pasang mata lebih dulu memelototinya tajam. Apalagi Kamga, tidak usah ditanya. Mungkin disini dia yang paling sensi.

William mengalah. Akhirnya ia ikut tidur di kasur lantai bersama yang lain. Kecuali Kamga dan Theo yang lebih memilih untuk tidur di sofa. Kamga di lantai 3 bersama yang lain, sementara Theo tidur di sofa lantai 1 sendiri.

Rasanya sulit bagi Viviane untuk tidur walaupun sudah mendapatkan tempat tidur yang nyaman. Terpantau sudah hampir jam 2 pagi namun ia masih sibuk mengubah-ubah posisi tidurnya.

Ia sedikit kaget saat ponselnya mengeluarkan getaran. Tanda bahwa ada notifikasi masuk. Awalnya ia kira sekedar notifikasi pemberitahuan diskon tengah malam di platform e-commerce favoritnya, ternyata nama 'William' yang muncul di layar utamanya.

"Kenapa belum tidur, sayang?"

Viviane menaikan kepalanya untuk melempar pandang ke arah sang kekasih yang ternyata sedang memandang ke arahnya juga. Ia menaikan kedua alisnya saat sang gadis menangkap matanya.

"Gak bisa tidur. Kirain kamu udah tidur."

"A cup of warm milk would help. Mau?"

"Kamu ada?"

"Kayaknya ada di bawah. Aku cek dulu."

Bersamaan dengan itu, Viviane bisa mendengar suara kaki melangkah yang ia yakini itu adalah suara langkah William. 5 menit berlalu namun ia masih belum mendengar ada suara kaki kembali masuk, yang ia terima malah 1 pesan masuk dari William.

"Ternyata habis. Aku beliin dulu ya? Di depan gang ada minimarket 24 jam kok. Sekalian aku mau beli mie, laper."

Viviane terkekeh melihat jawaban sang kekasih.

Jam 2 pagi banget lapernya?

"Aku ikut, Will."

"Gak usah. Ini si Theo belum tidur juga ternyata. Dia mau ikut, jadi aku sama dia aja."

"Oke. Hati-hati ya, sayang."

"Hehe oke."

Theo menemani William berjalan ke minimarket. Ia bilang ia butuh udara segar, seharian terasa sumpek untuknya. Siapa tahu mendapat udara malam dapat membantunya mengantuk.

"Lo beneran gak mau gue temenin ngomong sama nyokap lo?"

Theo menggeleng, "Thanks but all good Will. Saya coba sebisa saya buat ngomong sendiri dulu ya."

"Oke. Kalau butuh bantuan darurat, you know who to call."

Theo tertawa sambil menepuk pundak William pelan.

"You're a great man. No wonder Viviane chose you."

"Thanks. Suka Viviane dari kapan Yo?"

"Ngga bisa dibilang suka juga sih Will. I only adore her. Waktu itu ketemu gak sengaja di Roma. Ngobrol sebentar and we met again for the second time at the cafe near here."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What Happened in RomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang