chapter 14

2.6K 278 8
                                    

Suasana menjadi sangat melow saat semua anak Aodra mengantar salah satu sahabatnya ke peristirahatan terakhir, semua anak dari fakultas tehnik ikut turut menghadiri pemakaman Rahman, termasuk mahasiswa semester awal yang walaupun mereka belum kenal dengan seniornya itu. Namun Rahman adalah mahasiswa berprestasi di kampus sehingga ia begitu disegani dan diketahui banyak mahasiswa tehnik termasuk dosen dosen.

Terlihat Paul dengan kemeja hitam dan kacamata hitamnya hanya duduk tertunduk lesu dipusaran sahabatnya itu. Tak hanya Paul, tapi Semua anak Aodra kini duduk menunduk menatapi pusaran sahabatnya. Terlihat juga mahasiswa lainnya yang masih ada dipemakaman seperti Anggis, Nabila dan Edo dari jauh menatap geng Aodra yang pada saat itu sangat terpukul.

"Ih jadi terharu liat mereka deh, persahabatan mereka solid bangett" ucap Edo

Nabila hanya terdiam ikut merasakan sedih suasana saat itu. Air matanya berlinang dan jatuh perlahan, ia sedih sekaligus terharu melihat rasa persaudaraan dan kekeluargaan didepan matanya saat itu.

"Mereka udah kayak keluarga" ucap Nabila pelan

Anggis dan Edo mengangguk pelan dan beberapa kali menyeka pelan air mata yang mengalir dipipinya.

"Nanti kalau aku gak ada, semuanya akan nangisin aku kayak gitu gak yah, kak Rahman beruntung punya sahabat kayak mereka" ucap Nabila yng membuat Edo dan Anggis kesal.

"Apasih Nab, malah ngomong gitu" ketus Edo

Anggis merangkul pundak Nabila dan mengelus pundaknya Nabila perlahan.

"Pamali ngomong gituu" ucap Anggis lembut.

Terlihat dari anak Aodra sudah beranjak meninggalkan pemakaman. Tersisa Paul yang masih duduk disamping makam Rahman dan mengelus nisan Rahman secara perlahan. Anggis, Edo dan Nabila menghampiri Paul yang terlihat sangat terpukul.

Nabila dengan kerudung hitam dan gamis hitamnya menyentuh pundak Paul secara perlahan dan ikut duduk disamping Paul diikuti oleh Edo dan Anggis.

"Turut berduka cita, yang sabar yah kak Powl, walaupun aku gak tahu kak Rahman itu siapa tapi aku yakin kak Rahman pasti sudah diberikan tempat yang baik oleh Tuhan" ucap Nabila membuat Paul mengangguk.

"Kalian gak Pulang, udah sore ini" tanya Paul kepada tiga juniornya itu

"Gak mungkin kita ninggalin kak Pauli dengan keadaan terpukul kek gini" ucap Anggis

"Bener, nanti kak Paul kenapa napa lagi" celetuk Edo

"Kalu gitu kita balik bareng" ucap Paul

Semunya berdiri mingikuti Paul keluar dari makam. Semuanya terpisah, hanya Edo dan Anggis yang semobil dan searah. Sedangkan Paul dan Nabila naik motor sendiri sendiri.

"Kalian hati hati, aku duluan yah" ucap Anggis mendadah kedua temannya itu, terlihat Edo juga melambaikan tangannya.

Nabila dan Paul mengendarai motornya pelan. Paul mengikuti Nabila dari belakang untuk memastikan bahwa Nabila selamat sampai tujuan.

"Loh kok kak Powl ngikutin sampe sini" ucap Nabila yang kini terhenti disebuah gerbang kos miliknya, lebih tepatnya milik ibu kosnya.

"Ntar kalo lo kenapa napa dijalan gimana, lagian ini udah gelap" ucap Paul ketus

"Gue gak mau yah kehilangan untuk kedua kalinya" ucap Paul pelan

Nabila merogoh saku celanaa yang dipakainya, wajahnya terlihat panik, kunci kos dan kunci gerbang yang ia bawa tidak ada disaku celananya. Ia memeriksa kembali dompet dan tasnya namun hasilnya nihil. Kunci itu tak kunjung ditemukan.

"Kamu nyari apasih Nab?" Ucap Paul kebingungan melihat Nabila kesana kemari memaksa mengeluarkan isi saku dan tas nya

"Kunci kmar kos aku kak, hadehh mati aku ini, ibu kos lagi pulkam pula, tidur dimana aku"

The Gentle RebelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang