7: The Plan

37 6 5
                                    

Alarm pagi berbunyi keras, merusak ketenangan para wanita di lantai 2. Nawa mematikan alarm-nya dan memutuskan untuk sholat subuh. Disusul dengan teman-temannya yang bangun dengan wajah lelah. Tidur 8 jam di atas karpet dengan perasaan tidak tenang memang akan terasa tidak cukup.

Nayara melihat kedua apoteker itu ikut menyusul Nawa menuju toilet. Gadis itu menaruh kepalanya di atas sofa sambil memperhatikan teman-temannya. Tampak jelas raut lelah dan frsutasi teman-temannya, begitupun Nayara. Bian masih terlelap dengan posisi meringkuk seperti janin yang kini ia dibantu Letta untuk memakai selimut. Naya pikir Letta akan sholat juga, ternyata ia malah melanjutkan tidurnya di samping Bian. Nayara tertawa sambil menyenggol Letta dengan kakinya.

"Anjir dilanjut! Bangun heh!"

Letta tak menggubris ucapan sahabatnya itu. Nayara menggeleng dan mendapati Riri yang membasuh wajahnya di depan wastafel bersama dengan Abil yang merapikan rambutnya. 

Setelah Nawa, kedua dokter, dan kedua apoteker itu selesai sholat, dokter gigi itu memanggil Riri untuk ikut turun ke bawah. Dan kini giliran Nawa yang membetulkan hijabnya dan Abil yang terduduk di atas sofa. Tepat di sebelah kepala Nayara.

"Di tiktok sama ig udah rame soal ini," ujar Abil.

"Oh ya?" Naya mendongak.

Abil menunjukkan video Alex yang menjadi santapan Alex lainnya. Nayara langsung memejamkan matanya dan mengigil takut menyaksikan video tanpa sensor tadi. Ia tidak mau sampai keluar dari sini 3 hari nanti. Ia hanya ingin jadi bagian yang menjaga base saja!

"Bingung kalo gini caranya euy," celetuk Abil.

Nayara perlahan membuka matanya.

"Kita gak tau kapan dan kriteria apa yang bakal jadi makanan Alex lainnya. Waktu aing liat kemarin sama si Bian mah, mereka gak akan berhenti sampai manusia luka dan berdarah. Ditambah liur mereka yang 70% isinya virus doang, Alex-Alex ini pada pinter."

Nayara bersumpah bahwa kalimat terakhir Abil adalah kalimat yang paling ia benci seumur hidupnya.

"Pinter?"

Abil mengangguk, "Aing belum tau pasti tapi kayaknya kecerdasan mereka sama kayak anak TK. Gak akan berhenti ngamuk sampai dapet coklat. Dan maneh tau apa yang Alex mau."

"Jaringan otak."

Abil mengangguk menanggapi jawaban Nayara. Nayara memejamkan matanya erat-erat. Mereka tidak boleh ke luar, tapi jika bertahan dengan roti selama 4 hari dengan orang sebanyak ini, pada akhirnya mereka juga harus pergi ke luar atau lebih pahitnya kanibalisme akan terjadi. Nayara menggeleng cepat, kemungkinan yang itu sangat kecil. Jangan! Jangan sampai!

Riri berjalan menaiki tangga dan menghampiri teman-temannya.

"Ges turun dulu yuk buat makan, katanya juga sekalian ada yang mau diomongin sama dokter gigi yang tadi."

Mereka semua mengangguk. Nawa langsung mengikuti langkah Riri, sementara Nayara dan Abil membangunkan Letta dan Bian sebelum ikut turun ke lantai bawah.

Riri dan kedua apoteker itu membagikan semua orang roti satu bungkus dan segelas air hangat sambil ditemani penjelasan dari dokter gigi itu selaku penanggungjawab apotek ini.

"Kita sekarang punya 60 bungkus roti untuk bertahan. Sangat banyak jika untuk 1 orang. Tapi kita di sini 15 orang, jadi ini hanya bertahan 4 hari. 1 hari 1 roti. Saya paham ini memang tidak akan mudah, mungkin kita akan mengalami pusing dan lemas jadi karena itu juga saya akan memberikan vitamin d setelah kita sarapan dengan arahan dokter umum kita, ibu Lia."

Letta yang nyawanya belum benar-benar terkumpul hanya mengangguk dan memakan rotinya. Disusul dengan yang lain mencoba menerima. Sementara Bian masih berdiri, mencerna semuanya. Ia belum cukup tidur, kepalanya sakit, matanya merah dan tidak fokus. Riri menegur Bian sebelum akhirnya mereka mulai sarapan di lantai bawah bersama dengan yang lain.

How To SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang