17: Run For Your Life

16 4 1
                                    

"Anjing-Aduh!" Letta meringis setelah mendapatkan pukulan dari Nayara.

Gadis itu melotot saat Letta menengok ke belakang. "Kebiasaan bahasanya!"

"Cok? Ada yang ngikutin itu di belakang!" Letta menunjuk ke belakang.

Jo, Gara, dan Nayara menengok ke belakang dan alis mereka menekuk.

Ali menoleh sesaat, "Kenapa?"

"Itu apaan anjing?" Gara menyipitkan matanya.

Bahkan Jo yang duduk di paling belakang kesulitan melihat makhluk itu. Hari sudah gelap dan penglihatannya hanya dibantu lampu depan mobil Azura. "Di belakang kan mobilnya Azura ... ih anjing itu apaan bangsat?" Jo semakin berusaha untuk melihat makhluk itu.

Nayara terkejut saat membuka ponselnya. "Mereka pada teleponin kita dari tadi."

Mereka semua seketika membuka ponsel dan benar saja. Mobil belakang sudah mencoba menghubungi mereka dari 10 menit yang lalu.

"Bangsat ini apaan sih?" Gara mencoba menelepon Dika balik.

"Sia kenapa gak ngangkat dari tadi anjing?"

"Itu yang ngejar mobil aing apaan bangsat?"

"Itu udah ngejar dari pas di Borma."

Mata Gara membulat sempurna. Pupilnya yang mengecil bergerak perlahan melirik kaca di samping, dan saat itu lah tubuhnya mematung dengan jantung yang berdebar lebih cepat.

Bahkan keadaan Jo tidak jauh berbeda seperti Gara ketika ia sudah melihat wujud asli makhluk itu yang kini berlari tepat di sisinya. Hanya terpisahkan kaca mobil. Tubuhnya melemas. Jo tidak sudi melihat makhluk itu dua kali dengan mata kepalanya. Bentuknya seperti Alex, tapi ia berlari layaknya seekor anjing. Rambutnya panjang menjuntai ke jalan. Tubuh telanjang. Jo ingin mengatakan bahwa makhluk itu perempuan, tapi ukurannya sangat besar.

"Ali, cepetan Ali ...." Lirihan putus asa Gara mengusik telinga Ali, Ali melirik kaca spionnya dan kakinya melemas saat itu juga. 

Mobil mereka melambat membuat Jo di kursi belakang semakin frustasi. "Ali!! Sia ngapain anjing?"

Brukk!!

Para gadis itu sontak menjerit panik. Makhluk itu mulai menabrakkan tubuhnya ke mobil. Ali yang tersadar langsung menginjak pedal gas asal. Menabrak sisa-sisa bagian tubuh di jalan menciptakan goncangan besar di mobil.

"Ri pindah aja ke depan! Gara geser! masih muat kan bertiga di sana?" Jo panik berusaha menyelamatkan Riri lebih dulu.

"Masih-masih!"

"Angkat selimutnya angkat!"

"Awas itu jangan ditindih!"

"Matrasnya ke sini aja!"

"Angkat! Angkat!"

"Jo pindahin barangnya Jo! Di belakang gak usah ada barang biar gampang keluarnya."

"Awas itu awas!"

"Itu senapan jangan diinjek."

"Belakang kosongin!"

Riri sudah di kursi tengah dengan Gara dan Nayara. Tinggal lah Jo seorang diri di belakang. Pandangannya kosong. Keringat dingin sudah menjalar di tubuhnya dengan detak jantung yang makin tidak karuan. Pundaknya terasa berat seolah makhluk itu sedang gelayutan di atas bahunya. Jo tidak bergerak ataupun bersuara, tapi air mata terus mengucur membasahi pipi. Ia menatap rambut Riri. Kalau saat ini kaca mereka pecah dan Jo mati, setidaknya Jo pernah mengenal gadis itu di hidupnya.

How To SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang