22: Blue Shadow

16 5 4
                                    

Hari kian sore, selang beberapa jam setelah perkelahian Nayara dan Letta. Suasana bangunan itu mulai sepi dan tenang. Mungkin rasanya masih sedikit canggung akibat kerusuhan itu, tapi ketika Gara menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Ali, suasana mulai sedikit mencair. Sebagai pria tertua ke-dua setelah pria bermotor itu, Ali dianggap seperti pemimpin, selain strategi pria itu, Ali juga humble bahkan yang menyatukan keenam laki-laki itu adalah Ali. Apalagi pertikaian antar laki-laki, ego yang sama-sama tinggi membuat pertikaian sering kali terjadi. Menghadapi kejadian tadi, maka Ali tahu apa yang harus ia lakukan.

Bian berjalan melangkah menghapiri Zian yang sibuk dengan laptopnya. Ia duduk bersila di samping laki-laki berambut tebal itu. Mencoba mengintip isi laptop Zian bak anak kecil.

"Ini apa?" tanya Bian sambil menunjuk grafik yang kian tinggi.

Zian menoleh sebentar lalu memperbesar layarnya. "Angka yang terjangkit virus zombie, yang kalian bilang Alex itu?"

Bian mengangguk namun seketika ia mematung. "Loh? Maksudnya? Data dari mana ini?"

"Dari camp lah! Dari mana lagi?" Zian tampak bingung.

Bian justru lebih bingung lagi. "Camp? Maksudnya? Camp apa?" Seketika pikirannya kosong, tidak paham apapun yang diucapkan Zian.

Zian tampak menyesal dan bingung di saat yang bersama. Tapi semuanya langsung sirna saat laki-laki itu berdecak dan mengangkat bahunya acuh. "Pemerintah sebenarnya melakukan evakuasi untuk beberapa daerah yang dinilai masih bersih."

Bian mengangguk menyetujui itu, mengingat penutupan komplek Letta.

"Nah, ternyata ada beberapa rumah yang sebenarnya mengurung orang yang udah terkontaminasi di rumahnya." Zian terkekeh. "Mereka pikir mereka bisa sembuhin keluarganya, atau entah mereka takut ketauan dan seluruh anggota keluarga akan disuntik mati. Padahal enggak, itu cuman rumor twitter gak jelas."

Alis gadis itu kian tertekuk ke dalam. "Rumor twitter? Suntik mati?" Gadis itu menggeleng tidak paham. "Bandung yang lagi hancur kayak gini, masih ada yang main sosmed sampe rumor kayak gini trending twitter?" 

Zian memutar matanya malas. "Sekarang teh yang kiamat cuman kota Bandung. Kota-kota yang lain mah gak kenapa-napa. Justru Bandung lagi diisolasi sekarang, makanya kita gak dievakuasi sama sekali. Dan makanya trending teh, satu dunia tau soal ini. Udah sebulan yeuh, evakuasi karek ayeuna." Zian berucap dengan emosi mengingat itu. "Makanya hp teh dipake seefektif mungkin, pake batre, sinyal, kuota sebaik mungkin. Dapet berita, kumpulin informasi, sesekali liat hiburan biar gak gila dengerin suara si Dika nyanyi."

Dika yang lewat sambil bernyanyi langsung mengacungkan jari tengah sambil terus berjalan. 

"Hp jangan dianggurin gitu aja. Nanti masa kuota dan batrenya bakal habis percuma, dan listrik harus kita hemat. Aing gak tau ini listrik yang kita pake bakal bertahan sampai kapan, makanya kita harus cari cara secepat mungkin."

Bian menelan semua informasi itu. Sudah satu bulan, dan evakuasi pemerintah baru berjalan sekarang, Bandung saat ini terisolasi dari dunia luar, kota-kota lain hidup normal hingga bisa ada trending twitter, ponsel jangan dibiarkan hingga mati percuma, gunakan ponsel, sinyal, dan kuota sebaik mungkin, listrik akan mati sewaktu-waktu dan kita tidak memiliki cadangan. Tampak urat-urat menyembul pada keningnya kian otaknya berpikir cukup keras.

Tapi satu. Ada satu hal yang mengusik kepalanya saat ini, "tau data yang terjangkit virus ini dari mana?"

Saat itu lah wajah santai Zian berubah tegang. Bian menyadari perubahan itu. Itu dapat terlihat semua itu dengan jelas sekali. Kalau tidak ada masalah seharusnya raut itu tidak pernah tampak sama sekali. Diam-diam gadis itu tersenyum, ada yang disembunyikan. Kena kau!

How To SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang