Prolog

35 11 6
                                    

Halo, selamat datang di cerita Sri dan Addan lainnya. Ini adalah series cerita ke-3 setelah cerita Rohis vs Gus Pesantren, and cerita Romantic Weird Couple (cerita khusus Ila dan Edwin). Anyway kalau kalian belum baca dua cerita yang sebelumnya, it's okay kalau mau langsung baca cerita ini, karena alurnya nggak bakal banyak flashback dari dua cerita itu. Tapi kalau mau baca cerita sebelumnya dulu, itu juga gapapa banget^^

~Happy Reading~

Dua orang yang berlawanan jenis sedang berdiri di sebuah taman yang sekarang sedang kebetulan sepi. Mereka berdiri dengan jarak yang terbilang tidak dekat tanpa saling berhadapan, ataupun bertatapan mata.

Sri dan Addan berdiri bersampingan dengan jarak yang memang tidak dekat, menunggu salah satu di antara mereka membuka suara lebih dulu.

"Sri." Pada akhirnya Addan yang mulai berbicara untuk memanggil wanita yang ada di sebelahnya.

"Iya?" jawab Sri tanpa sedikit pun menoleh ke arah si pemanggil, begitu pula sebaliknya.

"Udah bertahun-tahun gue pengen ngerasain lagi genggaman tangan itu, dan juga pelukan itu. Tapi dulu gue enggak bisa ngelakuin itu, Sri. Kalau dulu gue tetap memaksakan diri buat lakuin itu sama lo, takutnya orang yang gue sayang bakal terlibat dosa. Gue enggak mau, karena gue beneran sayang sama lo. Tapi ...."

Ucapan Addan tergantung. Lidahnya terasa susah digerakan untuk berbicara. Mulutnya bungkam karena gugup. Addan kesulitan untuk melanjutkan kalimat berikutnya, karena ini akan menjadi kalimat bersejarah dalam hidupnya.

"Tapi apa, Dan?" Sri menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Addan. Dia sedang bertanya-tanya apa lanjutan dari kalimat yang akan Addan ucapkan.

"Tapi gue enggak bisa bohongi perasaan gue kalau gue rindu sama semua itu. Sri, gue pengen kembali dekat dengan lo. Gue pengen ada di dalam suatu hubungan bersama lo. Bukan hubungan yang bernama 'pacaran,' tetapi hubungan yang sah sebagai pasangan suami-istri. Sri ... mau, enggak?"

Pada akhirnya keinginan kuat untuk memiliki itu lebih besar daripada rasa gugup itu. Hingga akhirnya Addan membebaskan kalimat berikutnya yang keluar dari mulutnya.

Lega? Addan belum merasakannya meski sudah mengungkapkannya. Masih ada sesuatu yang harus dia ketahui. Sesuatu itu merupakan jawaban dari Sri.

"Gue rasa lo jauh lebih paham sama jawaban gue, Addan."

Addan lega begitu mendapatkan jawaban itu, tetapi tangan dan pundaknya sedikit bergetar saat mendengarnya. "Iya, gue paham."









***
Dikit-dikit dulu, soalnya baru prolog, hehe. Next chapter  bakal lebih banyak kata. See you!

For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang