One

35 16 49
                                    

Hi, my name is Zahra. You can call me 'Zahra,' 'Zah,' or just call me 'Ra.' Atau mau buat panggilan sendiri, boleh. But don't call me 'Author' atau 'Thor.'

Selamat datang kembali di cerita ini. Enjoy^^

~Happy Reading~

"Kita memang belum memiliki status. Tapi komitmen di antara kita sangat jelas."
~Addan Alzohri~

"Kak Ila, Kak Sri, aku pulang dulu, ya."

Tampak seorang gadis kecil yang baru menginjak usia delapan tahun menyalami tangan Sri dan Ila di depan masjid.

"Iya, Zena. Hati-hati di jalan." Ila dan Sri menjawab secara bersamaan.

Gadis yang dipanggil Zena itu mengangguk patuh seraya menampilkan senyum yang menghiasi wajahnya. "Assalamu'alaikum, Kak."

"Wa'alaikumsalam."

Perlahan punggung gadis kecil itu mulai menghilang dari pandangan Sri dan Ila. Kini hanya ada mereka berdua di depan Masjid.

"Ngajar anak-anak ngaji kayak gini seru juga, ya. Apalagi waktu mulai berinteraksi sama mereka. Seneng, deh!"

Menjadi guru ngaji. Ya, itu adalah pekerjaan yang dilakukan Sri dan Ila sejak dua tahun belakangan ini. Mereka suka bagaimana mereka berbagi ilmu seputar mengaji kepada anak-anak. Mereka suka bagaimana saat mereka mulai berinteraksi kepada anak-anak itu. Mereka sangat menyukai, bahkan ada rasa senang saat mereka melakukannya.

"Aku juga seneng banget sama pekerjaan kita, Sri."

Di tengah perbincangan mereka yang membahas tentang pekerjaan mereka, tiba-tiba suara notifikasi ponsel yang saat ini sedang Sri pegang berbunyi. Hal itu membuat atensi Sri langsung teralihkan ke arah ponsel itu.

Addan
|Di lapangan yang ada di dekat masjid tempat kamu ngajar ngaji.
|Aku tunggu kamu di sana.
|Pengen ketemu.

Sudah cukup lama Sri tidak mendapatkan pesan seperti itu dari Addan. Pesan yang merupakan ajakan bertemu. Terakhir kali dia dapat pesan itu sekitar sebulan yang lalu.

Rindu sudah pasti terasa selama mereka tidak bertemu. Selalu ada rasa untuk menepis jarak di antara mereka. Mereka bisa saja bertemu setiap saat kapan pun yang mereka inginkan, karena pada dasarnya permasalahan mereka bukan pada jarak. Tetapi pada apa yang telah menjadi keputusan mereka.

Mereka memang memutuskan untuk sedikit menjaga jarak, tetapi tetap bertemu meski itu hanya sebulan sekali.

Jari-jari tangan Sri bergerak untuk mengetik sebuah pesan balasan kepada Addan.

Me
|Okay.
|Bentar lagi aku ke sana.

Sri mematikan layar ponselnya bersamaan dengan jari-jari tangannya yang telah selesai mengetik sebuah pesan.

"Ila, aku pamit duluan, ya."

"Okay, Sri. Hati-hati, ya."

"Pasti. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

***

Kini Sri sudah berada di tempat yang telah dia janjikan bersama Addan. Tempat di mana mereka biasa bertemu. Tempat ternyaman menurut mereka, setidaknya untuk saat ini.

Duduk bersampingan di sebuah bangku dengan jarak yang tidak dekat. Tidak saling berhadapan, apalagi bertatapan. Itu sudah menjadi kebiasaan mereka berdua setiap kali bertemu.

For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang