Hola, lama tak update, ya, aku:)
Maaf, ya, baru kesampaian sekarang:) But, kalo ada waktu senggang aku bakal update lagi demi, hehe🥰°°°Happy Reading°°°
Seorang gadis yang baru saja menyelesaikan maraton cerita di aplikasi Wattpad-nya dibuat terkejut saat seseorang meneleponnya. Beruntung saja acara maraton Wattpad gadis itu telah selesai, karena jika belum, maka dia akan sangat kesal saat di telepon. Percayalah, di telepon saat sedang seru-serunya baca Wattpad itu rasanya menjengkelkan.
Gadis yang sudah menginjak kepala dua itu menautkan alisnya tanda bingung, saat melihat dari siapa yang meneleponnya. Sahabat masa kecilnya. Ada perlu apa?
"Assalamu'alaikum." Suara dari laki-laki-lah yang pertama kali gadis itu dengar.
"Wa'alaikumsalam, ada apa, Dan?"
"Lo sibuk?"
"Nggak, kok. Biar gue tebak, lo butuh tempat untuk curhat, 'kan?"
Dari seberang telepon sana, gadis itu dapat mendengar jelas suara dehaman dari laki-laki yang saat ini sedang bertelepon dengannya. Sepertinya dugaannya benar. Ya, gadis itu memang sudah sangat hapal dengan kebiasaan sahabatnya itu.
"Mau ketemu di tempat biasa buat cerita?"
"Yes, I wanna. Tempat biasa, ya. Sekarang."
Tempat biasa yang mereka maksud adalah sebuah taman yang isinya dinominasikan oleh mainan anak-anak. Dulu sekali mereka sering bermain di sana dan berbagi cerita mereka. Banyak cerita di sana, tentang Addan yang menceritakan dukanya saat hubungannya dengan orang tuanya terasa renggang, juga tentang gadis itu dengan keceriaannya. Tetapi percayalah bahwa hubungan mereka itu sebatas sahabat, atau begitulah yang dianggap oleh Addan.
Sekitar setengah jam setelah sambungan telepon itu terputus, kini dua orang yang berlawan jenis sedang berdampingan di sebuah ayunan dengan beberapa jarak yang memisahkan.
"Makasih udah mau gue repotin buat datang ke sini, Maria," ujar Addan.
Ya, dialah Maria. Satu-satunya sahabat masa kecil Addan. Tempat Addan bercerita seperti sekarang ini. Dari dulu hingga sekarang, semuanya tetap sama.
Tampak guratan kesal pada wajah Maria, menandakan dia tidak senang dengan apa yang baru saja Addan katakan. Repot? Ayolah, kenapa Addan mengatakan itu seolah mereka baru saling mengenal beberapa hari.
"Ck! Apaan, sih, lo! Lo ngomong kayak gitu seolah-olah kita baru kenal kemarin lusa." Maria mendengus kesal.
Addan terkekeh singkat saat mendengar perkataan Maria. Kekehan itu candu untuk didengar siapa saja. Termasuk ... Maria. Jika Maria tidak mengingat status mereka sebatas sahabat, Maria akan salah tingkah dibuatnya.
"Maria ...." Terdengar nada lirih dari ucapan Addan, hal yang lumrah terjadi di saat Addan sedang berada dalam masalah.
"Ceritain aja apa yang lagi mengganjal di hati lo. Gue ada di sini sebagai sahabat lo buat dengerin semuanya. Masalah lo, masalah gue juga," ujar Maria dengan tulus.
Addan menghela napas sejenak, sebelum dia menceritakan semuanya.
Di sinilah Addan sekarang, duduk dan mengingat hal-hal yang menjadi buah pikirannya. Menceritakan semuanya dari awal hingga akhir tentang seorang gadis yang telah memenuhi seluruh ruang di kepalanya-Sri. Mengulas tentang awal kedekatan mereka. Mengulas tentang kebersamaan yang tidak rentang. Mengulas moment saat Addan teringat akan peluk dan tatapannya. Mengulas pertemuannya dan Sri yang tidak lama terjadi. Dan juga ...
"Gue ingin mengikat Sri ke dalam hubungan yang sah. Gue ingin memiliki dia seutuhnya."
menceritakan tentang Addan yang ingin memiliki Sri. Maria mendengarkan semuanya dengan seksama. Raut wajahnya benar-benar tenang, tetapi untuk hatinya? Setenang wajahnya atau tidak, hanya Tuhan dan author-lah yang tau.
Maria melirik sekilas lelaki di sebelahnya dengan seulas senyum singkat. Lelaki yang dulunya bercerita tentang permen, ice cream, dan beberapa kali juga tentang masalah keluarganya dulu, kini menceritakan sesosok gadis. Bahkan Addan sampai bercerita betapa inginnya dia mengikat gadis itu ke dalam hubungan sakral. Sahabatnya itu telah dewasa.
Ada rasa senang pada diri Maria saat dia tau bahwa sahabat masa kecilnya itu telah jatuh hati kepada Sri. Maria tidak mengenal Sri sebaik Addan, tetapi Maria tau bahwa Sri gadis yang benar-benar baik dan tulus untuk Addan. Maria senang karena merasa Addan tidak bertemu kepada orang yang salah, tetapi entah kenapa dia merasa ada bagian tidak enak dalam dirinya. Dia senang untuk Addan, sungguh. Tetapi, rasa tidak enak akan suatu hal itu tiba-tiba saja muncul. Rasa tidak enak yang Maria sendiri tidak tau apa.
"Menurut lo gue harus apa? Gue rindu dia. Gue enggak pernah asing sama dia, tapi selalu ada hal-hal yang gue rindukan dari dia, pelukan dan tatapannya misalnya. Ingin lebih dekat dari ini."
Lagi. Rasa tidak enak itu tiba-tiba muncul pada diri Maria entah apa sebabnya. Mengapa seolah ada bagian sesak di saat Maria seharusnya bahagia karena sahabatnya mencintai orang yang tepat? Tidak, tidak, untuk saat ini Maria tidak ingin memikirkan perasaan aneh itu. Dia hanya ingin memberikan solusi untuk sahabatnya.
"Kalian itu sama-sama suka. Lo sendiri mengakui tentang perasaan lo. Udah saatnya lo mengakhiri hubungan tanpa status ini. Kalian emang berkomitmen dengan jelas sebelum adanya status, tapi yakin mau kayak gini terus? Sri mungkin bisa aja tahan buat nunggu lo datang untuk mengajaknya ke jenjang lebih jauh, tapi kalo dibuat kelamaan nunggu kasian juga tau! Jangan biarkan lo menggantung anak orang terlalu lama, Addan. Kalo kelamaan, nantinya akan ada masa di mana Sri jenuh untuk nungguin lo terus. Sekarang gue tanya sama lo, lo yakin nggak sama perasaan lo untuk Sri?"
"Gue yakin dan gue sangat yakin. Setiap sholat gue selalu berharap dan berdoa kepada Tuhan supaya Tuhan mengizinkan dia yang menjadi pendamping gue. Gue rela jaga jarak dari dia meski memutuskan untuk tetap nggak asing. Gue rela menahan rasa rindu yang setengah mati ini menyiksa gue. Gue rela nggak mengikat dia ke dalam hubungan yang bernama pacaran karena gue sayang sama dia. Seyakin itu gue sama perasaan gue untuk dia."
Seyakin itu gue sama perasaan gue untuk dia. Perkataan terakhir Addan kembali membuat rasa aneh itu muncul pada Maria. Apakah karena dia yang dimaksud itu bukan dirinya melainkan gadis lain yang tidak lain adalah Sri? Tapi Maria kembali Menghiraukannya.
"Kalo lo emang udah yakin, maka jangan lo tunda-tunda lagi. Ke rumahnya, bawa orang tua lo, lamar dia."
Tidak ada yang salah dari perkataan Maria. Seharusnya memang seperti itu. Tetapi berbicara itu selalu lebih mudah daripada melakukannya, bukan?
"Gue masih belum bisa ...." Addan menjeda ucapannya. "Untuk melangkah ke jenjang yang lebih jauh juga butuh persiapan. Gue siap membimbing Sri ke dalam rumah tangga kami kelak, gue yakin sama perasaan gue, tapi gue perlu melengkapi perisiapan-persiapan lain. Gue nggak mau menikahi cewek yang gue sayangi dalam keadaan belum siap sepenuhnya. Untuk cewek yang gue sayang, harus dapat persiapan yang matang, karena dia cewek yang berharga."
Maria terharu mendengar ucapan tulus dari Addan. Aneh, padahal itu bukan untuknya.
"Kalo begitu, segera siapin apa yang harus. And satu yang harus lo tau, cewek butuh kejelasan. Tolong ... seenggaknya kalo memang belum bisa sekarang, selalu kasih dia kejelasan. Jelasin alasannya, yakinin dia selalu. Jangan biarkan cewek yang lo sayang selalu menerima ketidak jelasan, okay? Dan ingat juga, ya, harus segera disiapin biar nggak kelamaan nunggu juga anak orang."
"Pasti," jawab Addan dengan mantap.
Meski hanya satu kata, tetapi Maria tidak mendapatkan keraguan dari apa yang Addan katakan. Pasti.
"Sri beruntung, ya, bisa dicintai setulus ini sama lo." Kalimat yang Maria ucapkan ini bukanlah kalimat biasa, ini adalah kalimat dengan penuh maksud. Tetapi ... maksud apa?
***
Maksudnya Maria apa, ya?See you next chapter!
![](https://img.wattpad.com/cover/346743211-288-k374600.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
For Us
General Fiction#seriescerita3 *** "Aku menyukainya tetapi tidak ingin berpacaran dengannya karena aku mencintainya." Addan Alzohri, sosok lelaki yang terjebak cinta kepada seorang wanita bernama Sri Veronika. Kedekatannya pada Sri di masa lalu membuahkan rasa asma...