Ten

5 4 0
                                    

-Happy Reading-

Sri tidak kunjung melunturkan senyumnya setelah pertemuannya tadi dengan Addan. Setelah banyak waktu yang Sri habiskan untuk menunggu, kini dirinya berhasil mendapatkan hasil dari penantiannya. Lelaki yang menjadi pengisi di hati Sri, berkata akan melamarnya. Siapakah wanita yang tidak senang jika berada di posisi Sri?

Sri belum memberitahukan ini kepada ibunya, karena sekali pun ini kabar bahagia, dia perlu menyiapkan mental untuk memberitahu.

Sri memilih meraih ponselnya, dan mengabari Ila tentang kabar ini terlebih dahulu. Bukan maksud Sri mengesampingkan kabar ini dari ibunya dulu, hanya saja terkadang lebih mudah menyampaikan kepada sahabat sebelum orang tua.

Suara sambungan telepon memenuhi pendengaran Sri. Di beberapa dering panggilan tersebut, terdengar suara seseorang menyapu pendengaran Sri, suara yang tak lain adalah Ila.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ila, aku punya kabar bahagia!"

Sri sangat antusias saat mengucapkan kalimat itu.

"Antusias banget, Sri. Kabar bahagia apa, nih?"

Sri mulai menceritakan semuanya kepada Ila. Tentang penantiannya, serta tentang pertemuan terakhirnya dengan Addan beberapa jam yang lalu. Keceriaan memenuhi suara Sri saat mengucapkannya.

Keceriaan yang terucap menular kepada Ila saat mendengar penjelasan dari Sri. Kebahagiaan seolah turut melibatkan saat cerita bahagia Sri menyentuh pendengaran. Bahagia yang tertular itu benar nyata.

"Ya, ampun, Sri! Aku ikut seneng dengernya. Akhirnya udah enggak jamuran lagi nungguin Addan."

"Iya, Ila! Ini yang udah aku tunggu dari lama."

"Pantesan aja di taman tadi si Addan tiba-tiba meluk suami aku, ternyata lagi kelewat seneng habis ngobrol sama lo."

Terdengar sedikit kekehan dari Ila saat kalimat terakhirnya terucap. Jelas Ila teringat moment saat Addan tiba-tiba entah dari mana datang menghampiri dirinya yang sedang berdua dengan Edwin, lalu asal main peluk suaminya saja. Sekarang Ila sudah tau jawabannya.

"Wait, Addan sampe peluk-peluk Gus Edwin?"

"Itu tadi ka-"

"Ilano, sini peluk lagi."

Belum selesai Ila menjelaskan kepada Sri, tiba-tiba panggilan Edwin sudah terdengar. Panggilan yang tertuju untuk Ila itu bahkan sampai terdengar oleh Sri.

Gus Edwin bisa manja juga ternayta, Sri membatin. Sedikit terkejut saat mendengar sisi lain dari Edwin yang notabene-nya cowok kulkas.

"Sri, sorry ceritanya dilanjut entar, ya. Ada anak kecil minta diurus di rumah ini."

Sri jelas paham bahwa anak kecil yang dimaksud Ila adalah suaminya sendiri. Ada-ada saja pasutri itu.

"Gih, sono."

"Assalamu'alaikum, Sri."

"Wa'alaikumsalam, Ila."

Panggilan telepon berakhir, membuat Sri meletakkan kembali ponselnya pada tempat semula. Panggilan telepon yang berakhir membuat Sri memilih merebahkan tubuhnya pada ranjang empuk kesayangannya. Masih tampak senyuman yang mengembang dari wajah gadis berkepala dua itu.

Addan, terima kasih atas jawaban dari penantian ini.

***

Di tempat lain, di sebuah kamar milik Addan, si pemilik juga sedang tersenyum. Pikirannya tak berbeda dengan apa yang Sri pikirkan. Pikirannya mengarah pada kejadian di taman tadi. Akhirnya si pemilik kamar itu berhasil melepaskan kalimat berupa ajakan lamaran itu. Lega rasanya.

For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang