9. kelas keramat

2 1 0
                                    

Seusaha apapun yang berakhiran gagal mungkin memang bukan takdir.

Tak Hana pikir jika matahari sudah terik, moodnya akan kembali seperti ketika Adnan mengajak nya 'jalan' kemarin.

"HANNNN!!!!" Lily memanggil Hana yang baru masuk kelas. Rupanya Lily sudah menunggu dari pagi tadi.

Hana hanya memasang senyum masam di wajahnya.
"Kenapa Lo Han. Abis ngedate kok lemes gituu," tanya Lily yang tidak tau apa-apa.

"Ngedate apaan, anjir! Aghh......  Bangkeeee!" ucap Hana.

Lily temannya itu tidak bisa menebak apa yang terjadi oleh Hana. Yang hanya bisa dia lakukan hanya menunggu Hana bercerita sendiri nanti.

🌻🌻🌻

Jam sudah menunjukan jam 10 pagi, Hana berniat ke kantin. Sebelum itu dia menghampiri Lily ke kelasnya. Sebenarnya dia sangat malas pergi ke sana, karena kelas Lily sangat dekat dengan kelas Adnan. Dia takut kalau harus bertemu 'orang itu'.

Di depan kelas Lily, Hana harus menunggu guru Kimia dia kelas itu keluar terlebih dulu.
"Lama banget sihhh, keburu laperr..." gerutu Hana.

Guru Kimia itu sudah terlihat membereskan buku, dan akan segera keluar. Namun dia tidak melihat Lily di bangkunya, setahunya tidak ada rapat OSIS dadakan, atau konsultasi untuk acara.

"Ada Lily ga, ca?" Hana bertanya pada murid bernama Nica-teman sekelas Lily.

"Ga ada" jawab Nica singkat."oh iya tadi ke UKS deng!"

"Oh oke makasih."

Hana bergegas berlari ke UKS sekolah yang letaknya dekat dengan ruang OSIS. Yang tidak salah lagi, dia harus melewati satu kelas keramat yang dia hindari dari pagi tadi.

Larinya tiba tiba terhenti ketika mengingat itu.
"Ahhh, masa gue harus muter satu sekolah cuma biar ga lewat ini kelas sih!" Ucapnya kesal sendiri.
Di tengah berpikir dan grutunya itu, namanya di panggil seseorang.

"Hana!" panggil Yuda.
Suara nyaring yang biasanya suka memanggilnya untuk membuat anggaran itu, sekarang sangat jelas terdengar di koridor depan kelas yang sepi.

'apa lagi nih bocah, kalo nyuruh gue buat anggaran lagi gue mau kabur sekarang juga'. Itulah batinnya.

"Angga–" ternyata benar perkiraan Hana, belum selesai Yuda bicara Hana sudah melangkahkan kakinya lebih kencang dari kecepatan cahaya di galaksi.

Yuda tidak menyerah tentu saja, di depan kelasnya–IPA 1 itu Yuda kembali memanggil nama Hana dengan lebih keras dari sebelumnya.

Dengan begitu Hana berhasil melewati kelas Keramat itu dengan 'terpaksa'.

"Daripada suruh buat anggaran, gue mending lewat kelas keramat." ucap Hana sambil lari lebih kencang waktu menerima teriakan keras Yuda yang mengejarnya.

🌻🌻🌻

Sedangkan dari dalam kelas 'keramat' itu Adnan mendengar nama "Hana" dipanggil. Sontak ia menggeser bintik matanya ke arah luar pintu. Di ikuti kakinya yang ikut pergi ke luar. Adnan berniat untuk menghampiri Hana yang tengah berlari dan akan melewati kelasnya.

Saat Hana tepat di depan pintu kelas itu. Adnan muncul dari balik pintu.
Hana berlari tanpa lihat samping kanan kiri. Ya siapa yang peduli daripada di suruh bikin anggaran, dia ingin santai sementara di tengah pikirannya yang sedang kacau dan galau itu.

"Nannn, cegat Hana, Nan. tolong!!!" Teriak Yuda.

"Nan??" Hana bingung 'nan' siapa yang di maksud si Yuda itu.

Pow!...

Kepala Hana di pukul pelan oleh orang yang Yuda panggil 'Nan' tadi.

Ukh!..
Hana yang tadi lari kencang, sekarang berhenti. Heeehhhhh. Orang yang dia hindari dari tadi sudah ada di belakangnya, di tambah yang tadi memukulnya.

"Ahahhaa, bagus nan. Thank u" ucap Yuda yang berhenti mengejar itu dan masih terengah.

Mata Hana dan Adnan tengah bertemu, Hana masih ingat kejadian kemarin itu langsung mengalihkan pandangannya. Melihat itu Adnan mengerutkan alisnya.

"Lo bisa kan buat anggaran sekarang? Udah di tanya Mami Wati—pembina OSIS" Yuda kembali jadi sosok Ketos menyebalkan.

"Gak!" Hana menjawab sangat singkat.

"Kok lo malah gak tanggung jawab sih, kan itu udah tugas lo!" Yuda sedikit menaikan nada bicara.

"Gue gak tau ini masalahnya apa, cuma tolong di pelanin suaranya. Apalagi ngomong sama cewe" Adnan berkata begitu lalu pergi kembali ke dalam kelas.

Hana kaget. Apaan ini, dia malah merasa sedang di bela oleh Adnan yang sudah membuatnya kesal kemarin malam.

🌻🌻🌻

Tiba di UKS, Hana melihat Lily sedang duduk lemas. Hana merasa heran karena tidak biasanya Lily sakit sampai pergi ke UKS, apalagi tidak mengabarinya terlebih dulu.
Ternyata dia hanya tidak sarapan. Setelah bertanya demikian, Hana menemani Lily di UKS yang sepi itu Sesekali terdengar ramai suara dari kelas sebelah—IPA1. Tak jarang juga Hana menajamkan telinga untuk menyeleksi suara milik Adnan.

"Ngapain sih, Han?" Tanya Lily.

"Gak tau gue juga" Hana juga bingung dia lagi apa. "Kemarin, gue cuma nganter Adnan beli boneka buat Si Karin".

"HAH!!!" Lily lebih syok mendengar itu. "Wahhh gak beres tuh orang!!!" Lily langsung berdiri dan memakai sepatu. Dia berniat menghampiri Adnan di kelas sebelah itu untuk 'memarahinya?'

"Woi, lu mau kemana!? Udah gak sakit?" Hana juga ikut memakai sepatu.

"Gak. Gue mau nyamperin si Adnan!" Ucap Lily.
"Buat apa ly? Ntar gue malah keliatan goblok, elahhh!" Ucap Hana menahan tangis.

Hana tau dirinya yang salah. Ekspektasi nya lah yang terlalu berharap, ya tapi memang dasarnya mengharap sih. Hana tau Adnan tidak salah di situ. Hana hanya malu sekaligus marah pada dirinya sendiri.

"Eh-" Lily tidak bisa berkata atau bertindak apapun.

"Gue udah sembuh nih, beli es coklat yok."

🌻🌻🌻

Kantin tidak terlalu ramai. Hana dan Lily mengambil bangku paling pojok setelah memesan es coklat dan sepiring nasi goreng. Hana memang selalu bersama Lily ketika ke kantin, tapi tidak jarang juga dia pergi ke kantin dengan teman kelasnya.

Pesanan mereka sudah tiba di meja. Dengan lahap mereka memakan itu.

"Tadi waktu mau ke UKS gue ketemu Adnan sama Yuda. Capek gue sama Yuda nagih anggaran mulu udah kaya nagih utang!" Hana bercerita kejadian tadi.

"Lo ketemu Adnan? Terus dia gimana?" tanya Lily.

"Gak gimana-gim" Jawab Hana terpotong dengan orang yang bertanya pada nya.

"Di sini kosong kan?"
Seseorang dengan almamater asing berwarna biru tua yang tidak dia kenal, sedangkan almamater SMA Rajawali berwarna merah bukan biru tua seperti yang di gunakan cewek ini.

Belum sempat di jawab pun, cewe itu langsung duduk di bangku sebelahnya. Ukuran meja di kantin memang cukup untuk 10 orang sekaligus.

'siapa?' itulah yang dikatakan lewat isyarat mata Lily.
Dengan begitupun alis Hana mengerut disusul dengan gelengan kepala, tanda dia menjawab 'tidak tahu'.

A+ [Adnan Ashana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang