08 Mesin Waktu

8.3K 727 257
                                    

Happy reading 🦋

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

°

°

°

Nyalakan data untuk membaca chapter ini. Dan jangan lupa klik bintang paling bawah🙏🏻

"Bagaimana, dok?" tanya Zahwa. Raut wajahnya begitu panik.

"Ibu Zahwa tidak hamil. Tespek yang digunakan bisa jadi sudah kadaluwarsa."

Zahwa menghela napas lega. Ia menoleh pada Afta yang berdiri di sebelahnya. Tangannya kontan menarik ujung baju pria itu.

"Nggak jadi dihamili jin, hahaha."

Afta menggeleng kepala.

"Berarti tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dok?" tanya Afta pada dokter perempuan tersebut.

"Tidak, pak. Tespek memang kadang keliru jika sudah kadaluwarsa. Dan kondisi buk Zahwa baik-baik saja. Mungkin penyebab mual itu bisa jadi karena magh-nya kambuh atau masuk angin."

Zahwa segera turun dari brankar. Tidak ada obat yang harus dibeli jadi ketika sudah selesai berbincang singkat dengan sang dokter, keduanya memilih pulang.

Di dalam mobil, sesekali Zahwa mengusap perutnya. Ia tidak bisa membayangkan jika ia akan hamil anaknya Afta. Tidak, ia tidak akan pernah bisa membayangkan itu.

"Kenapa perutnya diusap-usap? Kamu mau saya hamilin?"

Zahwa langsung menampar bibir Afta. Dan jahatnya, pria itu justru tertawa melihat raut kesal Zahwa. Ia berdehem, wajahnya seketika berubah datar.

"Umi sama Abi pasti kecewa dengan kabar ini. Mereka sudah bahagia karena mendengar kamu hamil."

Zahwa memiringkan tempat duduknya demi bisa menatap Afta dengan bebas. Dan Afta pun sama, ia menoleh sekilas pada gadis berkerudung maron itu.

"Bilang saja jika kamu hamil. Bohong lebih baik daripada mereka kecewa."

"Ha?" Zahwa menggeleng, "Nggak. Aneh kamu. Lebih baik jujur lah. Kalau kita bohong, gimana caranya nanti kita kasi bayi ke umi dan Abi, ha?"

"Tinggal dikasi, Zahwa. Kita masih punya 22 hari untuk pendekatan. Mana tahu kamu jatuh cinta ke saya Minggu depan, hum."

Kening Zahwa mengernyit. Ia menatap sinis pria itu sembari membatin. "Yang pertama jatuh cinta bukan aku, tapi kamu. Lihat saja, Lin Lin yang katamu temanmu akan benar-benar jadi temanmu. Aku yang akan mengubahnya."

"Kamu membatin apa? Tatapan kamu seperti orang yang ingin membunuh saja."

Zahwa menyengir. Ia menggeleng kepala. Setelah membelok kanan, melewati lima rumah, memasuki gerbang besar, akhirnya mereka sampai juga di rumah. Namun, Afta justru hanya diam di dalam mobil, tidak ikut turun seperti Zahwa.

"Kenapa belum turun?" Zahwa bertanya dari jendela kaca mobil.

"Saya ada urusan sebentar. Kamu masuk saja."

Alih-alih menurut. Zahwa justru kembali berlari dan masuk ke dalam mobil.

"Aku ikut."

"Ini urusan pekerjaan, Zahwa."

"Aku ikut, Mas Afta!"

"Tolong turun. Ini urusan pekerjaan."

"Tolong jalan sekarang. Aku nggak peduli mau ini urusan pekerjaan atau apapun."

Mesin Waktu (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang