14 Mesin Waktu

8.1K 646 331
                                    

Happy reading 🦋

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

°

°

°

Adalah sekitar 2 jam mereka disidang Nini. Mengulangi pertanyaan "kapan Afta pulang dari Jepang" lalu, "kenapa Zainab ada di dalam rumah barunya umi Wardah" mereka bertiga hanya bisa menghela napas, menonton umi yang dengan sabar memberi penjelasan pada Nini. Sampai akhirnya mereka pergi dari rumah, dan Zahwa akhirnya bisa bernafas lega.

"Mas."

"Hum." pria itu sibuk di depan laptopnya. Ada dokumen yang harus diperiksa, padahal Afta sudah berencana untuk tidak bekerja hari ini.

"Mas Afta sadar nggak kalau belakangan ini umi jadi pendiam?"

"Karena capek bicara sama Nini mungkin," balas Afta, matanya masih fokus pada laptop.

"Bukan. Kamu coba perhatiin. Tadi aja matanya umi sembab, kayak baru habis nangis." Dari atas ranjang, Zahwa melirik Afta. "Coba Mas Afta tanya, mana tahu umi butuh teman cerita."

Afta menutup laptop, menghela napas kecil, lalu berjalan menghampiri Zahwa. Senyum lebar terbit di bibir pria itu, ia mencium kening Zahwa.

"Saya tahu kamu menantu paling baik, paling perhatian, tapi kamu kebanyakan menduga-duga. Umi pasti kecapekan. Coba bayangin, Zahwa. Setiap hari kamu harus meladeni Nini. Energi kamu pasti habis, bukan?"

Zahwa mengangguk. Masuk akal juga. Tapi menurut Zahwa, wajah Umi benar-benar murung. Atau mungkin tebakannya keliru.

"Udah, nggak usah dipikirin. Besok saya tanya ke umi kalau itu bisa buat kamu lega." Zahwa tersenyum lalu mengangguk.

Kamar bernuansa putih tulang itu lengang beberapa saat ketika Afta pamit ke bawah sebentar. Ketika Zahwa sibuk menatap layar ponselnya, Afta datang memeluknya secara tiba-tiba.

Zahwa mendongak menatap pria itu, satu ciuman mendarat di bibirnya.

"Aku mau izin ke rumah Umma nanti sore. Mas Afta mau ikut?"

"Nanti sore? Pulangnya jam berapa, sayang?"

Zahwa mengetuk dagunya. "Habis isya."

"Kalau saya tidak ikut, tidak apa-apa?"

Zahwa tersenyum lalu mengangguk.

"Tapi nanti saya antar."

"Mas Afta ada kerjaan ya nanti malam?"

Afta mengangguk. Jemarinya, lembut mengusap rambut Zahwa.

"Dokumen yang tadi belum selesai. Kapan-kapan saya ikut, oke?"

"Siap," jawabnya.

***

Pukul setengah enam, Afta mengantar Zahwa ke rumah mertuanya. Ia sempat mampir untuk shalat magrib. Baru setelah itu Afta pulang, namun mobilnya justru membelok ke jalan yang bukan menuju rumahnya.

Mobil terparkir di sebuah cafe bernama Graha Cafe. Pria itu memakai kaos oblong berwarna putih, ada jaket yang bertengger di tubuhnya. Celana hitam panjang membuat penampilannya nampak biasa saja.

Afta masuk. Berjalan menuju ruangan VVIP, cafe tersebut.

"Haiii, sayang." begitu Afta masuk ke dalam ruangan yang tersembunyi, kelas 1 cafe tersebut, perempuan ber-rambut hitam sebahu itu langsung memeluk Afta.

Mesin Waktu (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang