Happy reading 🦋
🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 🦋
°
°
°
Entah apa yang terjadi pada pria itu. Tapi ia merengek meminta Zahwa untuk ikut ke kantor. Semalam, Afta memang sedikit panas. Mungkin karena cuaca atau mungkin ia pusing memikirkan hubungannya dengan Lin yang sudah berakhir.
Maka pagi ini Zahwa terpaksa ikut bersama Afta. Ketika pria itu tengah sibuk di depan laptopnya. Zahwa pamit ke kamar mandi.
Dering telepon kantor berbunyi. Suara perempuan yang notabene sekretarisnya terdengar.
"Ada yang ingin bertemu dengan bapak. Saya sudah bilang jika hari ini tidak ada yang bisa menemui bapak, tapi orang ini tetap tidak mau pergi sebelum dia bertemu bapak."
"Kantor ini punya scurity sebanyak 30 lebih. Tamu yang tidak beretika adalah tugas mereka mengusirnya. Bukan saya."
"T-tapi, pak."
Sambungan telepon terputus secara sepihak. Afta yang mematikannya. Ia berdecak kesal. Mudah baginya untuk emosi. Pintu kamar mandi terbuka, Zahwa baru keluar dari sana.
"Mas, aku pulang duluan nggak papa? Aku lupa kalau hari ini aku mau ketemuan sama kak Zoya."
"Saya antar."
"Kalau tidak keberatan dengan senang hati," balas Zahwa dengan senyum menyengir.
Ketika hendak mengambil tas. Pintu ruangan terbuka dengan sangat keras. Zahwa bahkan sampai menunda tangannya untuk mengambil tas. Ia menoleh ke arah pintu.
Telak. Afta terkejut, sangat terkejut ketika melihat keberadaan Lin di dalam ruangannya. Pun dengan Lin yang tidak kalah terkejut ketika mendapati Afta dan perempuan berhijab di ruangannya. Dan Zahwa tentu heran. Ia menatap sekilas pada Afta.
"Dengan siapa?" tanya Lin menunjuk Zahwa.
Senyum mengembang terbit di bibir Zahwa. Ia berjalan mendekat ke arah perempuan yang mengenakan rok mini berwarna putih tulang.
"Saya yang harusnya bertanya. Dengan siapa?"
Sial, Afta bahkan tidak pernah membayangkan jika Lin Dan Zahwa akan bertemu di situasi seperti ini. Ia mengacak rambutnya, kacau.
"Saya Lin."
Zahwa melirik ke arah Afta. Lalu, ia kembali menatap Lin.
"Oh, ini yang namanya Lin? Kamu pacarnya temannya Mas Afta, bukan? Dan ya, kamu baru pulang dari Singapore?" Zahwa tersenyum ramah, "Senang bertemu kamu, Lin. Baru kemarin-kemarin saya bilang ke Mas Afta kalau saya ingin sekali bertemu dengan kamu."
Antara ingin membalas senyum dan bingung, itu yang Lin rasakan.
"Sebelumnya terima kasih karena sudah ingin bertemu saya. Tapi ada yang keliru diucapan kamu. Saya bukan pacarnya temannya Dirka, ah maaf, maksud saya Afta."
"Oiya, itu sangat keliru. Kamu mantan pacarnya, temannya Mas Afta. Betul?"
"Salah juga," balas Lin dengan nada pelan.
Kening Zahwa mengernyit. Ia menoleh pada Afta yang sudah mati kutu.
Lin mengulurkan tangannya ke hadapan Zahwa. "Perkenalkan, saya Aylin. Pacarnya Dirka."
Deg! Detak jantung Zahwa seketika bekerja tidak normal. Terkejut? Sudah pasti. Tangan Lin bahkan tidak sempat ia sambut. Zahwa menoleh pada Afta yang kini menatapnya dengan sangat lekat, lelaki itu menggeleng kepala seolah berusaha memberi pembelaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mesin Waktu (SUDAH TERBIT)
RomanceMesin waktu tidak akan pernah ada dan Zahwa tidak akan pernah bisa mengundur waktu untuk ia bisa kembali ke masa dulu di mana dia belum menikah dengan Afta. Jadi, Zahwa memilih untuk tetap kuat di masa ini karena ia tahu mesin waktu itu tidak ada ki...