13 Mesin Waktu

8.4K 689 392
                                    

Happy reading 🦋

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

°

°

°

Sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar. Suara-suara dari mic pesantren terdengar cukup ramai. Tapi, Afta dan Zahwa justru masih berada di bawah selimut yang sama. Mereka masih tertidur pulas dan tanpa sengaja melewatkan waktu shalat subuh. Keduanya baru terbangun ketika dering telepon Afta berbunyi. Dengan setengah sadar, Afta meraih ponselnya dan mengangkatnya.

"Hum." Suara serak khas bangun tidur pria itu menyapa.

"Dirka, kamu masih marah sama aku? Kita kayaknya perlu bicara berdua. Kita harus selesain masalah ini. Kamu yang selalu bilang kalau ada masalah, yang harusnya diselesaikan masalahnya, bukan hubunganny------"

"Mas, siapa?" itu suara Zahwa. Suara pelan yang terdengar cukup lelah. Afta melirik ke sebelah, mengusap rambut Zahwa, lalu ia kecup sudut bibir istrinya.

"Mas."

"Iya, sayang. Kenapa?"

"Jam berapa? Kita kesiangan?" tanya Zahwa lagi.

Afta justru tersenyum. kedua kalinya ia mencium sudut bibir Zahwa. Membelai lembut pipi perempuan itu.

"Kamu berantakan sekali." entah sadar atau tidak. Tapi kini ponsel yang ia pegang tadi ia letakkan di atas nakas. Telefon masih tersambung, sama seperti kemarin, Lin bisa mendengarnya.

"Capek?"

Zahwa mengangguk. Mata sembab seperti habis menangis panjang belum sepenuhnya terbuka. Afta menarik tubuhnya, memeluknya cukup erat, menepuk-nepuk punggung Zahwa.

"Mas Afta."

"Hum."

Zahwa sedikit mendongak menatap wajah pria itu. Ada banyak pertanyaan di kepalanya. Tapi ia harus mulai dari mana?

"Kenapa, sayang?" Afta merapikan rambutnya yang begitu berantakan.

Kali ini Zahwa memilih untuk tidak bertanya yang aneh-aneh. Ini pagi yang cukup baik setelah kejadian semalam.

"Tadi malam saya panik. Kamu capek atau ketiduran sampai tidak bisa lagi menjawab panggilan saya, semalam?" ledek Afta.

Zahwa jadi malu. Ia mengumpat di dada laki-laki itu. Membenamkan wajahnya di sana.

"Mas Afta juga buat aku panik."

"Panik? Kenapa?" tanya Afta.

Zahwa mendekatkan bibirnya ke telinga Afta, "Mas Afta kayak udah sering ngelakuin itu. Kayak bukan baru pertama kali."

Mendengar ucapan Zahwa. Afta justru melamun. Ia memang terlalu lihai semalam. Seolah menunjukkan jika dirinya sangat amat ahli dalam Melakukan itu. Namun, demi menghilangkan rasa curiga Zahwa. Afta terkekeh.

"Kita mandi sekarang?" tanya Afta mengusap pipi Zahwa.

"Tapi susah bangun. Badanku sakit semua," keluh Zahwa.

Afta tentu paham. Ia tersenyum. Bangkit dari tempat tidur, lalu ia angkat tubuh mungil Zahwa. Ia bawa perempuan itu masuk ke dalam kamar mandi. Tanpa Afta sadari jika sambungan telepon nya masih terhubung.

"Dirka, kamu nutupin apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba ada cewe lain di kamar kamu? Dan kalian tidur bareng? Dirka, kamu dengar aku!" nada suara Lin terdengar sangat marah.

Mesin Waktu (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang