9. Peduli Gema

63.7K 2.6K 27
                                        

Obrolan malam itu mampu membuat Adira dan Gema semakin jauh. Adira memang marah, tapi dia juga tersadar jika dia tidak pantas menjauhi Gema karena Gema adalah ayah dari anak yang dia kandung dan Adira masih butuh pertanggung jawaban dari laki-laki itu.

Memang dua hari lagi adalah hari pernikahan mereka. Tapi Gema masih tidak memperdulikan Adira bahkan saat mereka berpapasan di kampus Gema sama sekali menghiraukan Adira bahkan dia membuang wajahnya seakan-akan tidak melihat Adira disana.

Awalnya Adira mencoba bersabar, tapi lama-lama kesabarannya habis saat Gema tidak memperdulikannya. Seperti saat Adira berniat menjelaskan materi apa yang Gema sampaikan, laki-laki itu lebih memilih siswa lain dan menghiraukan Adira. Bahkan setiap kali Adira bertanya tentang materi, Gema selalu menentangnya dan berkata jutek kepada Adira.

Sungguh ini anak kandung Gema. Adira melakukan hal itu hanya dengan dia! Mengapa Gema semarah itu kepada Adira!

Saat ini Adira merangkum tugas yang diberikan Gema, karena dia diberi hukuman karena menentang penjelasan Gema saat menjelaskan tadi. Adira tidak perduli jam kampusnya selesai sedaritadi. Dia hanya fokus dengan tugasnya didalam ruangan.

Hingga sampai matahari terbenam Adira baru saja menyelesaikan tugasnya. Dia menghela nafas lega dan bergegas keluar untuk menaruh tugasnya di ruangan Dosen tepatnya di meja Gema.

"Semoga pak Gema gak tega lagi" gumam Adira menghela nafasnya berat seraya menaruh bukunya itu.

Matanya terfokus kearah foto card milih Gema. Agak sedikit cupu, tapi masih terlihat tampan menurut Adira. Adira mengulaskan senyumnya.

"De, ayah kamu ternyata pernah jadi jamet" gumam Adira kepada jabang bayinya itu.

"Ini waktu pak Gema umur berapa ya?" Gumam Adira masih cekikikan tidak jelas.

"Foto ah buat kenang-kenangan" ujar Adira memotret foto card milik Gema. Setelah memotretnya Adira menaruh kembali foto card itu pada tempatnya, saat dia ingin pergi tiba-tiba tangan Adira menyenggol sebuah box kecil diatas meja Gema. Membuat Adira mendesis dan berjongkok untuk merapihkannya kembali.

Barang-barang Gema sangat banyak, seperti bolpoin, tip-x, gunting, bahkan yang menjadi titik fokus Adira saat ini adalah foto polaroid Gema dengan seorang perempuan. Disana foto itu terpampang Gema yang tertawa seraya merangkul perempuan dengan menggunakan jas kampusnya. Meskipun foto itu sedikit tidak jelas karena coretan banteng di wajah mereka, tapi Adira tahu jika itu foto Gema dengan seorang wanita.

Beberapa menit Adira tersadar karena suara gluduk diluar ruangan, dia cepat-cepat memberesi barang-barang itu dan menyimpan foto Gema dan wanita itu di sakunya.

"Plis jangan hujan" gumam Adira berlari keluar dari kampus.

Adira celingukan didepan Gerbang pasalnya dia tidak melihat abang ojek disana. Biasanya pangkalan ojek itu penuh dengan abang-abang, tapi saat ini sangat sepi.

Duarr..

Adira terkejut saat suara gluduk itu berbunyi kembali. Dia berlari mencari tempat berteduh karena hujan perlahan turun dan semakin deras. Adira berdiri menatap turunnya hujan di depan toko yang tutup seorang diri.

Dia ingin meminta jemput papahnya seperti dulu saat dia sekolah. Tapi Adira tersadar jika hidupnya tidak seperti dulu lagi. Dia memeluk tubuhnya dengan sesekali menghela nafasnya pasrah.

****

Gema menutup kaca jendelanya karena hujan angin menyiprat kedalam kamarnya itu. Dia melihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 17.50 wib. Laki-laki itu duduk di pinggiran kasur dengan terdiam dan sesekali mendengar suara gluduk itu.

GEMA: MY DOSEN HUSBAND  [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang