4 : Lipstick

95.3K 7.9K 636
                                    

Dengan rambut yang ia ikat seadanya bahkan tak peduli dengan penampilan ini ia akan pergi ke lokasi proyek tiga jam lagi, Jemima dengan Langkah kaku bak robot itu berjalan ke pantry dan abaikan sapaan juga tanya teman sejawat yang penasaran dengan penampilan kacaunya pagi ini.

Duduk di kursi bar, termenung di sana dengan kelopak mata sayu, Jemima memandang sekitar yang sepi karena jam segini jarang ada yang datang untuk membuat minuman. Hanya dia di jam Sembilan pagi sudah begitu mengantuk. Apalagi gara-gara Aby, dia harus siap-siap dengan cepat jadi ketika pria itu bangun, dia sudah siap dan tinggal berangkat saja.

Dengan kendaraan masing-masing karena Jemima ingin memberi jeda pertemuannya dengan Abyasa. Sungguh, satu jam saja tak bersama Abyasa itu sudah cukup kok untuk mengumpulkan lagi sisa masa hidupnya yang ia pikir selalu berkurang tiap bertemu dengan si bos tiran itu.

Kriet!

Bunyi pintu baja dengan permukaan kaca hitam terbuka. Jemima yang sempat terbawa arus mengantuk segera angkat kepala dan lihat sosok pria yang masuk ke dalam, terlihat heran mendapati ia yang jarang sekali sudah berada di pantry sepagi ini.

Biasanya Jemima akan sibuk mengurusi Abyasa yang seperti bayi. Tapi pagi ini, wanita itu benar-benar mengantuk jadi tak peduli andai Aby akan memarahinya, Jemima pamitan untuk membuat kopi sebentar tapi tampaknya ia akan mengambil waktu cukup lama.

Dia tak tidur setelah makan malam yang kemalaman. Pikir saja! Ada pria asing—yang tak benar-benar asing—tidur di satu ruangan yang sama dengannya. Pria itu bahkan tak peduli dengan ketidaknyamanannya, hingga bisa tidur begitu nyenyak walau hanya beralas karpet.

"Saya ngga kuat kalau harus ngangkat kamu lagi. Jadi mending kamu langsung tidur di ranjang. Biar saya di karpet."

Padahal Jemima tak sama sekali meminta bahkan berharap Aby mengangkat dirinya tapi pria itu malah mengeluh seolah-olah Jemima lah yang memaksa. Malah mendengar apa yang Abyasa katakan itu, ia malu sendiri. Entah bagaimana tampangnya ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan entah bagaimana ekspresi kesusahan Abyasa karena harus memindahkan ia dari karpet ke kasur.

Ugh! Memalukan!

"Untuk berjaga-jaga, besok saya belikan Kasur lantai. Jadi saya ngga perlu kesakitan begini."

Bahkan pria itu mengomentari alas yang digunakan setelah pria itu sendiri yang memutuskan untuk menginap. Dan coba dengar apa yang Abyasa katakan setelahnya. Ingin membeli Kasur untuk berjaga-jaga, seolah Jemima mau menerima pria itu lagi di kosnya?!

Percaya diri sekali!

Jangankan menumpang untuk menginap. Mampir saja Jemima tak akan bukakan pintu.

Lain kali ia akan mengintip dulu tamu yang mengetuk pintu, bukannya langsung membuka begitu.

"Mbak kok lesu?"

Jemima menyunggingkan senyum miring. Ia sudah tak tahu lagi bagaimana caranya bersikap ramah bahkan dengan Yusuf setelah mengangkat kedua sudut bibir saja ia tak mampu.

Dia Lelah sekali.

Mengantuk.

Butuh Kasur untuk tidur tanpa ada gangguan.

"Katanya kemaren mau cuti tiga hari."

Katanya.

Jemima mendengkus kasar. "Kamu pikir bakal diizinin sama tiran itu?"

Yusuf, pria yang baru bergabung di Century Giant selama dua tahun ini tertawa. Sejak awal masuk, ia bisa menebak tipe seperti apa Abyasa yang juga dijuluki workaholic itu.

"Kamu mau buat sesuatu?" Jemima bertanya. Sikunya ia sandarkan ke meja dengan seluruh tubuh menghadap Yusuf yang bersandar pada meja pantry.

"Ngga. Nyusulin mba aja."

Personal Assistant : WIFE!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang