Masih diam di tempatnya, Abyasa yang semakin gelisah oleh kejahatan yang ia lakukan, edarkan pandangan ke arah satu persatu orang yang menyelip masuk di antara juntaian kain dekorasi berwarna merah muda dan putih yang menutupi bagian depan rumah bergaya joglo yang sudah terlihat tua namun tak menunjukkan sisi rapuhnya.
Merasakan suasana dramatis terlebih beberapa ada yang keluar dari dalam rumah dengan derai air mata, pria itu lalu hentikan pandang ke arah penghulu yang sejak tadi menanti di atas panggung kaca. Pria dengan sebagi rambu yang telah memutih itu berulang kali memperbaiki letak peci yang agak kebesaran sambil sesekali melongokan kepala ke arah rumah.
Tampak mereka berbicara dengan tetua lainnya yang bercerita sambil geleng-geleng kepala.
Situasi terlihat mulai tak kondusif karena teriakan-teriakan dari dalam makin kentara.
Bangkit, merasa ini lah saat yang tepat untuk muncul sebagai penyelamat. Abyasa yang sadar sosoknya sejak tadi menjadi perhatian dari beberapa pasang mata, menyibak juntaian kain yang menutupi beranda rumah yang sudah berjejalan dengan orang yang penasaran.
Mereka terdengar saling bertanya, saling bercerita, ada pula yang menangis nasib pemilik acara yang terancam batal.
Berjalan mendekat, berusaha membelah kerumunan, beberapa orang yang malah terlihat asyik dengan ponselnya, merekam suasana kacau pernikahan memicu rasa tak suka Abyasa yang langsung menghampiri salah satunya.
Wanita yang terlihat menggunakan hijab hitam itu langsung terkesiap ketika sorot kamera tertutup oleh tangan Abyasa yang memiliki tatapan suram.
Belum ditanya mengapa mengganggu keasyikan si perekam, pria itu lalu berkata; "Berhenti merekam apapun. Menjadikan ini tontonan saja sudah tidak etis, tapi kalian maskh mah menjadikan ini bahan konten untuk media sosial kalian dan memviralkannya juga?"
Tampak wajah si perekam memerah antara malu dan kesal. "Jika sampai saya mengetahui hal ini tersebar, maka saya tahu harus datang pada siapa." Lalu pandangan Abyasa yang mampu mengintimidasi siapapun yang melihatnya itu pun mengedar, membuat beberapa perekam lainnya menyimpan ponsel mereka sambil saling lirik takut juga tak suka.
Merasa tak bisa membiarkan hal ini terjadi, Abyasa keluar dari kerumunan untuk menghampiri seseorang yang terlihat seperti anggota keluarga karena jas yang dikenakan seragam dengan beberapa pria lainnya. "Permisi."
Menghentikan pembicaraan mereka yang terdengar menggunakan bahasa Jawa, Abyasa segera mendapatkan perhatian. "Kondisi sedang begitu kacau. Bukankah daripada di sini, usir yang asyik menonton dan merekam? Setidaknya jaga nama baik orang rumah dari orang-orang yang harusnya tidak tahu apapun masalah di tempat ini."
Membuang rokok yang terselip di jarinya, pria yang menurut Abyasa memiliki mata seperti Jemima lalu lemparkan pandangan ke kerumunan sebelum kembali pada Abyasa yang ditatap dengan kepala mendongak karena jarak yang cukup dekat.
Itu karena tinggi Abyasa yang melampaui pria dengan gurat yang sudah terlihat di wajah kecoklatannya padahal usia masih belum terlalu tua.
"Kalau boleh tahu siapa, ya?""Mantan atasan Jemima." Abyasa menjawab dengan lugas beserta tatap tak suka yang kentara karena di kekacauan seperti ini pria yang berdiri di hadapannya dengan tatapan menantang itu terlihat sangat tenang.
Segera membulat bibir pria berpeci hitam itu sebelum kemudian mengangguk-angguk pelan. "Ooh bos Mima dari Jak--"
"Heh, hooh loh, Ka. Kon mundur kui seng nonton! Ojo mung ngadek ngeneki!" (Heh, iya loh, Ka. Suruh mundur itu yang nonton! Jangan cuma berdiri seperti ini)
Ditegur oleh salah seorang yang berbincang dengan si pria yang netranya terasa familiar menurut Abyasa, pria itu lalu berdecak sebelum bergerak menuju kerumunan namun terdengar suara gerutuan meski tak Abyasa ketahui artinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Personal Assistant : WIFE!
RandomDi penghujung usia tiga puluh, Jemima akan melepas masa lajangnya. Ketika ia pikir tak memiliki alasan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan yang menyita dua belas jam waktunya--kadang lebih--dalam sehari. Akhirnya perjodohan yang diatur oleh kelua...