“Jujur saja, Lidya. Aku benar-benar takut saat ini.” Ujar Lamia lemah menatap tungku setinggi pinggang nya yang kini tengah di kerumuni murid-murid kelasnya.
Tungku itu merupakan alat penguji besaran kekuatan yang dimiliki seseorang. Cara pengujian nya hanya dengan mengangkat kedua telapak tangan menghadap kebawah, dengan ketinggian kira-kira 10 cm diatas tungku.
Setelah itu seseorang harus fokus pada aliran mana ataupun aliran suci dalam dirinya dan tungku tersebut akan bekerja dengan sendirinya. Memperlihatkan bakat atau kekuatan apa serta sebesar apa kekuatan yang di miliki orang tersebut.
“Dari awal semuanya benar-benar tidak masuk akal. Aku yang lemah ini sebenarnya punya kekuatan sebesar apa hingga bisa tinggal di asrama Red Rose.” Keluh Lamia. “Bagaimana jika ternyata aku tidak punya kekuatan apa-apa? Maka tamatlah riwayatku.” Lamia menghela nafas kasar.
“Tidak perlu khawatir. Hei, ingatlah siapa ibu dan ayahmu!” Lidya menyemangati. “Benarkan, Icy?”
Gadis berambut biru muda bermata sayu itu mengangguk pelan. Tersenyum tipis pada Lamia yang mendengus sembari tersenyum. Mulanya ia memang khawatir tentang siapa yang akan menjadi teman sekamarnya. Namun setelah tau itu Icy de Napoldie, ia tidak khawatir lagi.
Napoldie adalah keluarga yang bergelar Count, sama seperti keluarga nya. Dulu sekali memang keluarga mereka sering bertengkar dan bersaing, tetapi tidak pernah sampai bersaing secara tidak sehat atau mencelakai satu sama lain.
Dan setelah berganti kedudukan, para Ayah dan Ibu sudah di gantikan posisinya dengan anak-anak tertua mereka. Seperti Ayah Lamia dan Ayahnya Icy, lantas mereka memutuskan untuk berdamai. Sekarang justru mereka menjadi sobat karib sebab Ayah Lamia—Amon yang terlalu Extrovert.
“Lagipula, Kepala Academy tidak sembarang memasukkan kita ke asrama itu. Beliau pasti melihat potensi dalam diri kita.” Lidya menyalurkan positive thinking nya pada Lamia yang mulai tenang dan Icy lagi-lagi mengangguk.
“Nona Lidya Everyn Lartson.” Panggil profesor tiba-tiba. Yang artinya sekarang adalah giliran Lidya untuk menguji kekuatan nya.
“Ya, Profesor Zanette!” Lidya langsung berdiri dari duduk nya dengan semangat kemudian berdiri di belakang tungku penguji tersebut.
“Letakkan kedua telapak tangan mu 10cm di atas tungku kemudian fokuslah pada aliran mana mu.” Arahan dari Profesor Zanette segera Lidya lakukan.
Semua yang ada di sana menyaksikan, mulai dari Lidya memejamkan matanya—berusaha untuk fokus hingga kedua telapak tangan gadis itu tepat berada 10cm di atas tungku.
Sepersekian detik kemudian muncul cahaya berwarna hijau muda terang yang bersih dan cerah. Cahaya tersebut bahkan ukuran nya lebih besar dari tungku penguji yang langsung mengundang tepuk tangan dan sorak sorai dari murid-murid lain.
Begitupun dengan Profesor Zanette yang tersenyum puas. “Bagus. Tidak salah kau ditempatkan di asrama murid khusus, Nona Lidya.”
Lidya membuka sepasang kelopak matanya. Perlahan menurunkan tangan nya dari atas tungku. Matanya yang mula bercahaya hijau terang itu kini sudah kembali seperti semula layaknya manusia normal. “Terimakasih Profesor.” Lidya tersenyum lebar dan memberi salam sejenak sebelum akhirnya duduk di sebelah Lamia dan Icy.
“Tadi itu benar-benar keren!” Puji Lamia takjub dengan sepupunya.
“Kau pasti bisa lebih dariku nanti.” Puji balik Lidya penuh keyakinan.
Lamia terkekeh miris. “Bahkan aku tidak seyakin dirimu pada diriku sendiri.”
“Nona Icy de Napoldie.”
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll protect my little wife!
RomanceSEQUEL: Fall Into Another World (Jadi, biar nanti nggak bingung sama jalan cerita atau tokoh-tokohnya, disarankan baca karya saya yang pertama terlebih dahulu). ========== Penyesalan tidak bisa terhindarkan, dan Karlo hanya ingin Lamia terus berada...