13. The awakening of Saintess

235 39 4
                                    

Lamia yg mulanya sudah mulai merasakan aliran kekuatan dalam dirinya kian padam saat mendengar celetukan dari mulut salah satu teman sekelasnya itu.

Matanya langsung terbuka, kosentrasi nya telah hilang. Kini pandangan nya beralih pada sumber suara yang tadi sempat menghinanya. Tidak, itu memang kenyataan nya sih, tapi tidak harus di bicarakan di saat seperti ini 'kan?

Gadis berambut violet itu terlihat terkejut karena kini semua orang memandang nya. Termasuk Profesor Zanette yang bersedekap tangan di bawah dada. Urat kesalnya sedikit menonjol di dahi.

Bukan apa-apa, sejak awal kemunculan murid nya satu itu memang sedikit berbeda dari yang lain. Semua orang mewajarkan perilaku nya karena gadis itu berbakat dalam sihir sejak kecil, namun entah kenapa Kepala Sekolah tidak memasukkan nya ke asrama khusus.

"Nona Vanessa. Perhatikan saja teman yang sedang melakukan pengujian. Dilarang berkomentar sebelum selesai." Tegur Profesor Zanette dingin.

Gadis itu tersenyum lebar dengan ekspresi tidak bersalah nya. "Ah! Maafkan kelancangan saya. Silahkan lanjutkan, Nona Berenice." Ujarnya.

Lidya yang menyaksikan hal itu, berusaha menahan emosi walaupun rasanya ia ingin sekali melilit mulut gadis yang bernama Vanessa itu dengan akar tanaman nya.

"Anak itu dari keluarga mana sih? Berani sekali dia!" Kesal Lidya sembari bertanya pada Icy yang tetap tenang.

Icy tampak berpikir dengan muka polosnya. "Oh, dia anak yang di dukung oleh Marquis Herald."

"Apa?! Marquis yang punya banyak simpanan itu?" Kaget Lidya. Begini-begini dia pernah mendengar ibunya menggosip bersama ibu-ibu yang lain. "Jangan-jangan, dia anak simpanan Marquis?"

Lidya sengaja meninggikan suaranya kemudian melirik Vanessa yang ternyata mendengar ucapan nya. Namun sangat di sayangkan, gadis berambut violet itu justru melayangkan senyuman manisnya. Reaksi yang sama sekali tidak ia harapkan.

"SEMANGAT LAMIA!!" Teriak Lidya menyemangati. Persetan semua orang menatapnya.

"Semangat!" Icy ikut menyemangati sembari tersenyum tipis.

Lamia menoleh ke belakang. Bahkan kedua teman nya lebih bersemangat untuk menyemangatinya daripada dirinya sendiri yang justru down mendengar kata-kata dari seseorang yang tidak ia kenali.

"Bisa kita lanjutkan?" Tanya Profesor Zanette.

Menutup kedua matanya, Lamia menghembuskan nafas nya panjang. Berusaha menghalau segala pikiran buruk dan mengontrol emosinya sebelum mengangguk mengiyakan pertanyaan Profesor Zanette yang tersenyum.

Menyerah sebelum mencoba bukanlah gayanya.

"Bagus, teruslah fokus." Profesor Zanette ikut memberi dukungan saat Lamia kembali fokus pada aliran kekuatan dalam dirinya.

Lamia bisa merasakan kekuatan yang mengalir di dalam dirinya. Kekuatan yang terasa sangat besar namun juga menghangatkan. Cahaya terang yang seperti akan memakan semua kegelapan dalam dirinya.

"Akhirnya!"

Spontan kedua matanya terbuka begitu mendengar suara lembut perempuan seperti berada tepat di hadapan nya. Dan benar saja, seorang perempuan cantik berkulit seputih porselen dan rambut putih lembutnya yang seolah menyatu dengan udara, berdiri tepat di depan nya sembari tersenyum manis.

"AKH!"

Lamia terjengkang kebelakang hingga terduduk karena terkejut. Namun, ia lebih terkejut lagi begitu menyadari, bokongnya di alasi oleh kapas lembut seperti awan putih dan terasa sangat nyaman.

I'll protect my little wife!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang