⋆ our story is not finished - 02

272 27 2
                                    

a.n baca pelan-pelan aja, panjang hihi

3 tahun kemudian.

Disinilah Gian sekarang, menjadi mahasiswa semester 4 kuliah di salah satu kampus swasta ternama. Setelah lulus, ia tentu menyiapkan diri untuk ikut UTBK dan menaruh harapan besar pada universitas negeri yang ia idamkan. Namun sayang, ketika ia membaca kalimat “Jangan putus asa dan tetap semangat!” ia langsung menutup websitenya. Tak bohong kalau perasaannya kesal.

Tak lama, sang ayah bertanya apakah ada kampus swasta yang dirinya inginkan. Gian yang ditanya seperti itu tentu clueless. Selama ini dia hanya memasang goals untuk masuk PTN bukan PTS. Pada akhirnya, ia mempercayakan saja kepada sang ayah, dan disinilah Gian, masuk menjadi mahasiswa kampus swasta ternama di Jakarta.

Berbeda dengannya, Dika berhasil tembus ke salah satu PTN yang ada di Bandung. Mereka sudah melakukan salam perpisahan, dan mendoakan yang terbaik untuk keduanya. Ketika liburan semester, mereka sesekali akan bertemu untuk sekedar bercerita soal kehidupan sebagai mahasiswa.

Ah iya! Gian tidak mengerti kenapa ia kembali harus di dekatkan dengan seorang manusia yang menyebalkan seperti Arsa. Ia pikir, setelah lulus dirinya dan Arsa tidak akan pernah bertemu kembali dalam situasi apapun. Tapi sepertinya, Tuhan memiliki cara tersendiri untuk membuat Gian menderita ya?

Gian dan Arsa satu kampus, satu fakultas, bahkan satu jurusan. Gian tidak mengerti, kenapa seorang Arsa bisa nyasar ke jurusan manajemen. Arsa, yang menyadari lebih dulu kalau ia dan Gian dipertemukan lagi, memiliki rencana untuk kembali mengusili Gian.

Tapi tenang, itu masih dalam tahap rencana. Sebab, sudah jalan 4 semester ini hubungan Arsa dan Gian masih baik-baik saja. Tapi tidak tau nanti ya, mungkin Arsa akan kumat lagi.

Gian, saat ini sedang menunggu teman barunya yang merupakan adik tingkat dibawahnya setahun. Arthur dari jurusan seni. Arthur berpesan bahwa, ia akan membawa pesanan lukisan milik Gian hari ini. Gian tentu senang, akhirnya ia punya lukisan dari hasil tangan Arthur.

“Eh, bang Gian nungguin siapa?”

Gian menoleh ke sumber suara, disana ada Arel menyapanya sambil membawa minuman kopi di tangannya. Gian tersenyum kepadanya.

“Nungguin temen lo tuh,” balasnya.

“Siapa? Bang Arsa?”

Gian mendengus. Lupa kalau si Arel ini temenan sama Arsa.

“Bukan. Gue nungguin Arthur.” Arel ber-oh-ria sambil mengangguk mengerti.

“Arthur lagi dipanggil dosen dulu bang, tadi gue ketemu sama dia”

Gian mengangguk, “Iya gapapa. Kasian kalau gue tinggal, dia bawa lukisan pesenan gue”

“Lukisan dia bagus ya.” Gian menoleh, kemudian mengangguk setuju dengan perkataan Arel.

Tak lama, matanya menyipit untuk memastikan yang dirinya lihat itu benar. Di kejauhan, seseorang dengan perawakan yang mirip dengan Arsa mendekat ke arah Gian dan Arel yang sedang berdiri. Arel yang menyadari tatapan Gian itu ikut menoleh kebelakang, “Eh bang Arsa! Sini”

Mati mati mati. Gian sudah tidak bisa kabur lagi. Tatapanya terkunci paaa gerak gerik Arsa, senyum menyebalkan, cara jalan yang terlihat angkuh, bahkan wajahnya saja sukses membuat Gian kesal. Mau apa lagi si Arsa ini?

“Belom balik, rel?” tanya Arsa ketika sudah sampai, ia merangkul Arel sebagai sapaan. Kemudian netranya berganti memandang Gian yang sekarang sedang memberinya tatapan menyelidik.

“Masih nunggu orang. Lo sendiri?”

“Ini mau balik. Tapi mau ketemu orang dulu.” sumpah demi Tuhan. Gian sadar ketika Arsa bilang ‘ketemu orang’ tatapannya tidak lepas dari dirinya. Gian jadi ancang-ancang untuk memikirkan apa yang harus dia persiapkan untuk beberapa menit kedepan.

two of us ★ jikyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang