03 - SEBLAK

44 4 0
                                    


Haii, semua! Semoga suka, ya!
Kasih komen buat Hima dan Maza, dong ♥️

###

Siang ini di taman kampus dekat gedung fakultas hukum, Sakha dan circlenya chill sambil ngerokok dan mabar. Sementara lima menit kemudian, Nofan dan Raka datang dengan membawa berbagai makanan dan minuman.

"Wah, asik, nih," celetuk Kafa yang langsung mencomot pisang aroma dari salah satu piring.

"Maen dulu, lah, Kha. Ngerjain tugas mulu. Tau, dah, yang ketua BEM fakultas," sindir Hima. Memang benar sedari tadi

Sakha bergelut dengan laptop dan tugasnya.

"Lo mau tugas kita molor? Oh, oke," balas Sakha setengah bercanda sambil menutup laptopnya.

"Heh!" teguran Kafa menarik perhatian. "Kerjain sono yang bener. Gue gak mau ada acara molor-moloran, ya!"

"Ya lagian lo lama bener habis kecelakaan. Laki apaan lo, cemen," timpal Hima. Duh, tukang manas-manasi.

"Anjir lah. Ya gue mana mau kecelakaan," sungut Sakha kesal karena merasa dipojokkan. "Yang ke rumah sakit waktu itu siapa aja, sih? Gue tanyain adek gue gak pada kenal."

"Gue, Hima sama Raka. Tapi Nofan yang bawa lo ke RS, berhubung dia ada urusan jadi langsung cabut. Untung kalian kemaren motoran depan-belakang. Jadi lo aman," balas Kafa.

"Ya gak ada untungnya bego," sahut Sakha kesal.

"Adek lo mana sadar, Kha. Dia sampe aja udah berantakan, malah dibikin nangis sama Kafa. Ujung-ujungnya ketiduran," tambah Hima. "Kasian gue waktu itu. Pake acara kecelakaan segala, sih, lo."

"Males ah gue sama kalian," sungut Sakha. "Lagian modus lo ada bener pake ngechat adek gue segala. Nelpon juga. Mau mepet adek gue, nih?" tatapan Sakha berubah tengil.

Raka menyahut langsung, "Adeknya Sakha itu Maza anak sastra inggris kan, ya? Gue ketemu kemaren, papasan doang. Cantik, tuh. Sabi kali buat gue aja."

Hima langsung melirik sinis, "Oh, mau duel? Oke, ayo."

Kafa terbahak, "Lah, beneran ini anak. Lo ga pernah deket sama cewek, Him. Seriusan langsung pepet adek Sakha? Kakaknya posesif noh."

"Lagi tertarik aja, sih, gue," sahut Hima asal.

"Heh lo kalo mau deketin adek gue yang serius. Kalo maen-maen mending gak usah sekalian. Awas lo, sama Raka, gue tandain kalian," peringat Sakha serius.

"Santai, Kha. Lo tinggal duduk anteng aja, ya kan Him? Sebagai kakak ipar yang baik," Raka menyahut santai tanpa beban.

Hima tersenyum miring, "Boleh."

"Haduh," keluh Sakha melihat kelakuan kedua temannya. "Jangan jadiin adek gue mainan anjir. Kan ga lucu kalo dia galau milih salah satu dari kalian gue harus bela yang mana."

"Serius Kha, lo terima mereka pepet adek lo?" Kafa meringis.

"Ya tapi gue lebih bingung cara nenangin kalian berdua kalo patah hati karena gak ada yang dipilih," tambah Sakha tanpa dosa.

"I'm in," sahut Nofan yang dari tadi diam.

Tawa satu gazebo terdengar keras begitu Raka dan Hima mengumpat bersamaan. Wajah Sakha puas melihat reaksi Hima dan Raka yang sesuai perkiraan.

Sementara di sisi lain, Maza sedang berkumpul dengan Naya dan Arla di cafe depan kampus. Lebih tepatnya, kafe sejuta umat. Mulai dari maba sampai mahasiswa tingkat akhir ramai sekali nongkrong di sana. Entah untuk santai atau mengerjakan tugas.

RENJANA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang