04 - SIBUK

37 4 0
                                    

Nice to meet you again, guys!
Enjoy the story and drop ur feelings okay!

Playlist: Ditto - NewJeans

###

Hari sudah mulai gelap, tapi Maza baru saja menyelesaikan persiapan tugasnya di perpustakaan. Menjalani hari sebagai mahasisa benar-benar membuatnya pusing. Agaknya dia butuh sedikit refreshing setelah ini.

"Za," panggil seseorang yang sontak membuat Maza menoleh. Netranya menangkap sosok Hima, yang beberapa hari lalu mengiriminya seblak.

Sial, dia malah salting gak jelas.

"E-eh? Iya, Kak?" Maza bertanya heran. Hima mengejarnya setengah berlari, dan dari baju yang ia kenakan bukan seperti pulang kuliah. Hmm, mau latihan basket kali?

"Abang lo di mana, ya? Gue hubungin berkali-kali gak ada respon. Dia katanya mau balik ikut latihan, tapi gak muncul-muncul," balas Hima.

Kini mereka berhadapan. Tinggi Maza setara dengan mulut Hima. Kondisi kampus mulai sepi, meski ada satu-dua orang lewat.

Alis Maza mengerut mencoba mengingat sesuatu, "Kayaknya dia jadwal kontrol deh, Kak. Handponenya emang lowbat dari semalem, doi susah suruh ngecas soalnya," sahut Maza. "Loh, emangnya baru mulai jam segini, ya? Udah sore banget."

"Anak-anak pada ada urusan, jadi diundur," kemudian Hima berdehem. "Ehm, lo baru mau balik? Sore banget."

Maza nyengir, "Cari referensi di perpus tadi, terus gak sadar udah sore. Mana gak nemu-nemu hehe. Ini baru mau pulang banget."

"Bawa motor, kan?"

"Enggak," balas Maza polos. "Tadi pagi bareng kak Sakha, eh ternyata doi sama sopir ke rumah sakit. Yaa naik gojek aja jadinya."

Hima tampak berpikir sebentar. Mau menawarkan diri memgantar gadis itu pulang juga tidak mungkin. Latihannya sudah dimulai. Tapi, ini sudah petang. Ojek online akan mahal dan cukup berbahaya.

Anjir, Sakha apa gak sadar adeknya gak ada jalan aman buat pulang?! keluh Hima dalam hati.

"Hmm, jam segini ojol rame Zaa, orang kerja pada pulang. Otomatis tarif mahal juga. Lo gak ada temen yang belum pulang?" tanya Hima akhirnya. "Gue khawatir, cuman gak bisa nganter banget."

Maza terkekeh, "Santai, Kak. Gue ada temen, cuman ya gak bawa motor juga. Dia masih OTW ke sini."

"Ya udah, gini aja," Hima kemudian memutuskan, "Kalian nonton latihan basket mau nggak? Ntar kalo udah selesai gue sama temen anter pulang. Yaa?"

Maza mempertimbangkan tawaran itu baik-baik, "Kalo kemaleman nanti kak Sakha nyariin."

Hima justru terkekeh, "Sakha mah gampang kali, ntar gue yang bilang. Lo santai aja, Za. Gimana?

"Boleh, boleh," sahut Maza sambil tersenyum lebar.

Cantik, batin Hima ikut tersenyum.

Sudah beberapa waktu ini Maza tidak menonton pertandingan basket karena kesibukan dan kecelakaan Sakha. Soalnya, dari dulu dia hampir selalu melihat Sakha tanding. Mungkin dia akan sedikit nostalgia, haha.

Bedanya, dulu yang dia lihat Sakha. Kali ini Hima.

"Ayo," ajak Hima hangat. Dia berjalan diikuti Maza di belakang.

Tak lupa, Maza menghubungi Arla--teman yang dia katakan tadi--untuk langsung saja ke tempat latihan basket. Gedung olahraga dengan beberapa bagian itu berada di belakang fakultas hukum, dekat dengan fakultas kedokteran.

Ramai sekali sepanjang luar gedung karena ternyata tidak hanya tim basket yang latihan. Ada cabang olahraga voli dan bulu tangkis juga. Sangat berbanding terbalik dengan bagian depan kampus yang sangat sepi tadi.

RENJANA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang