"Saatnya keluar, bocah ingusan ini perlu diberi pelajaran."
"Cih, dasar pembunuh," ucap Ashel sambil memandang kepala sekolah itu.
"Anda pasti yang sudah membunuh bu Jena, aku yakin itu. Rekaman itu menunjukkan segalanya," ucap Selena.
"Jika iya bagaimana? Kalian juga mau saya bunuh?!" ucap kepala sekolah itu.
"Bu Jena tidak salah apa pun, anda tega sekali membunuhnya," lirik Renata.
"Tidak salah? Dia harus saya bunuh karena memiliki banyak bukti tentang saya, tapi yang paling menjengkelkan dia guru yang membantah perintah, lihat aja tahun ini anakku yang akan menjadi juara umum di sekolah ini," sombong kepala sekolah tersebut.
Kepala sekolah itu mendekati mereka, ponsel Renata berbunyi dan menunjukan pesan dari ibunya. Tiba-tiba ia menjadi gemetar, isi pesan itu mengatakan kalau polisi yang menjaga di luar gedung itu tidak bisa dihubungi. Kepala sekolah itu tersenyum senang.
"Kalian membawa polisi di luar kan? Tapi, tidak usah khawatir, saya sudah menyingkirkan polisi tersebut," ucap kepala sekolah.
Mereka berenam kaget dan langsung berpegangan tangan bersama, mereka memberi isyarat satu sama lain untuk berlari.
"1...2...3...Lariii!!" teriak Reyhan.
Bukannya mengejar mereka kepala sekolah itu malah tertawa dengan puas. Ternyata mereka sekarang sudah dikepung oleh bawahan kepala sekolah itu.
Selena menggenggam tangan Ashel dengan kuat, ia sangat takut sekarang. Mereka berfikir rencana mereka sudah matang dengan membuat kepala sekolah itu mengatakan kejahatannya dan polisi akan menangkapnya, ternyata mereka salah.
"Berlarilah kemana pun kamu mau, akhir hidup kalian adalah mati ditanganku. Bukti itu akan segera lenyap bersama dengan kalian," ucap kepala sekolah itu dengan angkuh.
"Anda pikir ini akan selesai begitu saja?"
Keenam orang yang tak asing dengan suara itu langsung menoleh, mereka membelakan matanya kaget, ternyata itu Bara, dia datang sendirian. Keenam sahabatnya berharap kalau Bara akan datang sambil membawa polisi, tapi ia benar-benar datang sendirian ke sini.
"Aish, dasar bocah ingusan. Jangan merasa jadi super hero, kamu ini membuat saya kesal. TANGKAP BOCAH-BOCAH INI!" ucap kepala sekolah kepada bawahannya.
Bawahan kepala sekolah ini rupanya preman-preman, mereka bertujuh tentunya tak tinggal diam. Mereka melawan preman-preman itu dengan balok kayu yang ada di sekitar bangunan tua ini. Mereka berlarian ke sana ke mari saling mengejar. Ashel dikepung oleh dua orang preman, ia berusaha berlari dengan secepat tenaga untuk menghindar.
Preman yang lain berhasil Nadia dan Rafa kerjai, Rafa dan Nadia berlari ke sebuah ruangan dan mengurungnya di sana. Selena di kejar dua orang preman, karena ia takut ia melempar apa saja yang ada di sana kepada preman tersebut, sampai pada akhirnya Reyhan memukul preman yang satunya dari belakang dengan balok kayu dengan sangat kencang hingga membuatnya pingsan. Satu preman lagi mendekati Selena, karena takut ia dengan refleks menendang kemaluan preman tersebut hingga meringgis kesakitan. Tak mensia-siakan kesempatan, Reyhan langsung memukul preman tersebut.
Renata dan Bara menghadapi tiga preman. Renata dan Bara membawa preman itu untuk terus berputar putar mengelilingi ruangan. Karena terlalu lama berkeliling preman tersebut membagi tugas dan mengepung mereka berdua. Renata berhasil di tankap oleh preman tersebut, ia mencoba memberontak dan menginjak kaki preman itu dan menyikutnya. Bara menghadapi kedua preman, yang satunya ia pukul menggunakan kayu yang satunya lagi berhasil menangkapnya, Bara melakukan beberapa perlawanan hingga ia menggigit tangan preman yang ada di lehernya itu. Renata mengeluarkan sesuatu dari sakunya, ia mengeluarkan semacam bubuk dan melemparkan bubuk itu kepada tiga preman itu dan dengan cepat ia menarik Bara.
"Kerja bagus Ren," ucap Bara.
Mereka berdua mengurung preman tersebut diruangan itu. Ashel masih di kejar-kejar oleh preman tersebut hingga pada akhirnya ia lelah berlari dan preman itu berhasil membawanya. Kepala sekolah tersenyum bahagia, setidaknya ada satu orang yang bisa dijadikan Sandra.
Kepala sekolah mengambil alih, ia mencekik Ashel dan itu membuat keenam sahabat Ashel langsung mendekati kepala sekolah itu. Bara melihat jam tangan yang ia pakai, ia tersenyum dalam hatinya ia bergumam, "Hanya sebentar lagi."
"Lepaskan Ashel! Kau akan menyesal!" teriak Bara.
Tak lama dari itu suara seseorang mendobrak pintu terdengar. Karena kaget kepala sekolah itu melepaskan cekikannya kepada Ashel, Ashel lepas dari genggaman kepala sekolah dan dengan cepat Selena menariknya. Kepala sekolah itu tahu kalau itu adalah polisi, ia mengeluarkan pisau dari sakunya dan hendak menikam Ashel yang sedang memeluk Selena, tapi dengan cepat Bara menepis tangan kepala sekolah.
"Jangan harap kau bisa membunuh teman-temanku seperti kamu membunuh ibuku!"
Polisi datang dang menyuruhnya mengangkat tangan. Karena kaget ia dengan cepat menikam perut Bara yang ada di dekatnya dan dengan cepat melarikan diri bersama para bawahannya. Tapi polisi dengan cepat mengejar mereka.
"Harusnya aku tidak menikam anak bodoh itu."
Mereka berenam kaget karena darah dari perut Bara sudah bercucuran.
"Cepat telpon ambulance," ucap Ashel sambil menangis.
Ashel menangis melihat kondisi Bara, kalau saja Bara tidak menepis pisau itu pasti kejadian ini tak akan terjadi.
"Aku harap Bara akan baik-baik saja, aku heran kenapa dia tiba-tiba datang ke sini, bukannya dia sedang les?" tanya Nadia heran.
"Dia pasti akan baik-baik saja."
Ambulance datang setelah 15 menit, dan mereka langsung membawa Bara. Polisi berhasil menangkap preman tersebut dan kepala sekolah. Keluarga Bara yang dihubungi pihak rumah sakit langsung mendatangi rumah sakit. Semua orang cemas dengan keadaan Bara yang sedang beraga di IGD, terutama ayahnya yang tak henti-hentinya menyumpah serapahi orang yang melakukan ini pada anaknya.
"Ini terjadi karena takdir," ucap kakeknya Bara.
"Tidak, ini salahku. Aku bertengkar dengannya tadi, aku jadi takut ayah, bagaimana kalau dia meninggalkanku menyusul ibunya?"
"Jangan berbicara jika kau hanya akan menyatakan hal jelek, cucuku anak yang kuat, tenanglah."
Ayah Bara tiba-tiba mendekati keenam teman Bara. Ia menghadap mereka dan meminta penjelasan bagaimana semua ini bisa terjadi.
"Bagaimana semua ini bisa terjadi dan siapa yang menusuknya?"
"Ini terjadi dengan cepat setelah polisi datang, ia ingin menikam saya tapi Bara menepisnya dan entah dalam waktu berapa detik tiba-tiba ia menikam Bara. Kami tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Kepala sekolah gila itu ternyata tidak masuk dalam perangkap kami, tapi sekarang ia sudah ditangkap dan semuanya pasti akan berakhir," jelas Ashel.
Ayah Bara mengusap wajahnya, ia tidak habisa pikir anak-anak kelas 1 SMA melakukan hal ini, mereka seharusnya berpikir lagi karena telah berurusan dengan orang jahat.
"Aku sudah memperingatkannya untuk tidak berurusan dengan orang itu, dan lihatlah sekarang akibatnya. Tapi, kenapa kalian nekat melakukan hal itu? Kalian ini masih anak kecil, kenapa berani sekali melawan orang seperti dia?"
"Kami juga ingin berhenti di awal, tapi tidak mungkin karena mereka justru mengirimi kami terror yang membuat kami terpaksa untuk melanjutkan melawan dia," jelas Rafa.
"Sudahlah, kau ini membuat anak-anak ini takut. Justru mereka ini keren karena sudah mau menegakkan keadilan dan memberantas orang jahat," ucap kakek Bara.
"Sudahlah lebih baik kalian pulang, supir kami akan mengantarkan kalian. Jika ingin menengok keadaan Bara datanglah besok pagi, oke?" ucap kakek Bara.
Mereka berenam mengangguk dan segera keluar dari rumah sakit.
"Ayah, aku akan pergi sebentar. Akan aku selesaikan juga semua ini sekarang."
***
"Perjanjian kita batal, kamu sudah melukai anakku! Seharusnya kamu berfikir dua kali untuk bekerja sama denganku. Jangan hubungi aku lagi dan semua aset yang sudah kuberikan kepadamu akan aku cabut, selamat membusuk di penjara!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN
Teen Fiction'Dunia yang kejam ini tidak akan pernah bisa menghentikan kita' -SEVEN [END]