Hari sudah berganti, keadaan Bara sudah membaik di kala sidang kepala sekolah itu. Mereka bertujuh menghadiri sidang itu untuk memberi kesaksian atas aksi-aksi bejat yang telah dilakukan kepala sekolah itu.
Sidang berjalan dengan lancar sampai dengan bukti-bukti yang diperlihatkan di layar, tak banyak orang yang terkejut dengan hal itu, apalagi kepala sekolah itu sendiri, ia tak mengetahui kalau akan ada sebanyak ini bukti tentang dirinya. Flashdisk yang dijadikan ancaman untuk menjebak kepala sekolah itu hanya setengah bukti dari yang mereka miliki.
"Aku tidak percaya, dia benar-benar pria gila."
"Pria bejat seperti dia harus dihukum mati."
"Dunia benar-benar mengerikan."
"Bukan hanya pecandu narkoba, tapi dia juga pria cabul yang melecehkan banyak wanita setea psikopat gila."
Bisikan dan desas desus itu memenuhi ruang sidang, hakim mengetuk palu beberapa kali guna menenangkan persidangan yang mulai ricuh.
Sidang pertama selesai, mereka tinggal menunggu sidang kedua yang akan dijalani kepala sekolah itu, jaksa akan memberikan vonis kepada pelaku dan sidang selanjutnya hakim akan memutuskan hukuman yang akan diberikan kepala pelaku. Mereka hanya berharap hari itu akan segera tiba.
Mereka bertujuh berjalan bersama keluar dari ruang persidangan, Bara masih menggunakan kursi roda yang di dorong oleh Reyhan karena jahitan di perutnya belum membaik hingga membuatnya untuk tidak banyak bergerak.
"Aku senang kita bisa menangkap pelakunya," ucap Reyhan.
"Heem, kita akan fokus berlatih untuk lomba dan belajar untuk ujian besok. Untung saja tempat dudukku berdekatan dengan Ashel, setidaknya aku bisa mencontek sedikit jawaban Ashel," ucap Rafa sambil tersenyum memamerkan giginya.
"Hei, jangan mencontek terus. Kalau kerjamu hanya mencontek kapan bisanya," ujar Nadia dan diberi acungan jempol oleh Selena sebagai ungkapan setuju.
"Hehe, maksudnya bertanya bukan mencontek," ucap Rafa sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Baiklah...baiklah. Oh iya, aku mendengar kabar kalau Clara pindah sekolah," ucap Ashel memulai memancing untuk bergibah.
"Iya, tapi katanya mereka sekeluarga di periksa loh. Katanya Clara juga merupakan salah satu pecandu narkoba, dia juga menjual beberapa narkoba itu ke siswa yang ada di sekolah kita loh," ucap Selena.
"Lihat aja besok, pasti banyak orang tua siswa ke sekolah. Kata Ibuku ada sekitar 40 orang yang membeli narkoba dari Clara," ucap Renata.
"Benarkah? Parah sekali," ucap Bara kaget.
***
Sekarang mereka bertujuh sedang belajar bersama di rumah Renata, mereka memutuskan di hari-hari mendekati ujian mereka akan belajar bersama di rumah Renata. Hitung-hitung menyelam sambil minum air, mereka bisa meminta bantuan Bu Hana jika mendapati soal yang lumayan susah dan tidak bisa mereka jawab.
"Hm, aku terpikirkan sesuatu deh," ucap Renata tiba-tiba membuat teman-temannya yang sedang fokus belajar mengalihkan atentinya kepada Renata.
"Kepikiran apa Ren?" tanya Reyhan penasaran.
Renata menjentikan jarinya, "Gimana kalau untuk lomba itu kita bikin karya kita sendiri, mulai dari instrument, lirik, lagu dan stage perform nanti kita rancang di awal."
"Boleh juga tuh, keren ide kamu Ren, kita mulai bagi-bagi tugas aja yu. Karena kamu suka nulis gimana kalau kamu yang bikin liriknya. Untuk instrument serahin aja ke cowo-cowo, kami yakin bisa, sisanya boleh rencanain buat nanti performnya mau kaya gimana, oke gak?" tanya Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN
Teen Fiction'Dunia yang kejam ini tidak akan pernah bisa menghentikan kita' -SEVEN [END]