Pagi hari suara kicauan burung dan sinar matahari yang masuk ke celah ruang rawat Bara membangunkan laki-laki yang tengah tidur dengan nyenyak.
"Bara, kamu sudah bangun? Mau makan apa cucu kesayangan kakek?"
Bara tersenyum sambil menatap lelaki tua dihadapannya, "Bara pikir semua ini sudah berakhir."
"Tidak, perjalanan kamu masih panjang."
"Ayah sudah mengurus bajingan itu," ucap Ayah Bara.
"Aku hampir membenci Ayah, brengsek sekali jika ayah bekerja sama dengan orang gila itu."
Flashback
Bara masuk ke dalam rumah dengan perasaan tak bersemangat, hari ini ia akan melakukan aksinya bersama sahabatnya untuk menjebak kepala sekolah itu, tapi ayahnya membuat rumit semuuanya.
"Kamu sudah datang? Ayah perkenalkan kamu dengan guru les biologi kamu, namanya Pak Damar, dia teman ayah dulu. Jangan hiraukan lagi ilmu biologinya, dulu ia memenangkan olimpiade biologi tingkat nasional."
Bara tersenyum dengan paksa, "Baiklah, aku akan berganti pakaian dulu."
Selang beberapa menit, sebelum ia turun dan menemui guru les barunya itu ia datang ke kamar ayahnya. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan ayahnya dengan orang lain.
"Baguslah, akan aku transfer uang ke rekeningmu nanti sore."
"Itu urusanmu sendiri, aku hanya ingin balas dendam kepada Jena. Kamu bilang Jena pembunuh istriku, setelah dia mati itu membuatku puas. Nyawa dibayar nyawa, untuk urusan narkoba mu urus saja sendiri, aku tidak peduli."
"Berhentilah berurusan dengan anakku dan teman-temannya. Mereka masih kecil, aku sudah bilang jangan bawa-bawa anakku ke dalam kasus ini, kau mengerti? Aku sudah cukup selesai dengan ikut menerror mereka."
"Terserah padamu, aku hanya menyediakan barang yang kau mau saja. Aku tak ikut membunuh sepertimu."
Tutt
Panggilan itu selesai, Bara datang membukakan pintu kamar ayahnya setelah menguping pembicaraanya tadi.
"Ayah? Aku harap yang aku dengar tadi hanyalah kesalah pahama? Ayah ikut serta dalam kasus pembunuhan bu Jena? Dengan kepala sekolah brengsek itu?"
Ayah Bara langsung kaget disodori banyak pertanyaan dari anaknya itu. Ia meghela napasnya dengan berat, "Kamu sudah saatnya tahu, kalau dalang dari pembunuhan ibumu itu adalah guru mu Bu Jena, mantan ayah."
"Ck, ayah gila? Aku ada di sana ketika ibu meninggal, ibu dengan jelas di dorong dari lantai 5 hotel itu oleh seorang pria berjubah hitam, bukan bu Jena. Aku tau ibu meninggal ketika acara reuninya, tapi Bu Jena saat itu yang menggenggam tanganku, kami berdua yang melihat secara langsung ibu didorong oleh seseorang. Dan itu pelakunya adalah rekan yang ayah ajak kerja sama. Aku tahu, aku melihat dia memang sudah mengincar ibu dari lama, bahkan dia menyimpan foto ibu di mejanya."
"Apa yang kau katakan? Jangan so tahu," ucap Ayah Bara.
"Aku tidak akan percaya ayah lagi, ayah sudah tega melakukan semua ini, aku benci ayah!"
"Ibu meninggal karena takdir, bukan salah mereka. Sadarlah atau anakmu ini yang akan mengakhiri hidupnya dan menyusul Ibu."
"Aku lelah, pastikan semua ini baik-baik saja. Aku akan menghubungi kakek dan ayah akan dimarahi karena selama 10 tahun ini selalu bersikap kekanak-kanakan."
"Terserah, les saja sendiri aku akan pergi," ucap Bara dengan marah sambil keluar dari rumah.
Flashback off
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN
Teen Fiction'Dunia yang kejam ini tidak akan pernah bisa menghentikan kita' -SEVEN [END]