Bab 10

258 8 0
                                    

Untuk pertama kalinya, Uri merasakan indahnya hidup sebagai orang kaya. Saat datang tadi, dia dan Eric langsung disambut dengan beberapa pelayan. Mereka datang dengan sopan dan langsung membantu Uri membawa barang-barangnya.

"Rumah kamu bagus banget, Mas," ucap Uri setelah mengitari kamar tempat dia tidur mulai sekarang dan Eric tengah duduk di atas kasur perempuan itu.

"Kamu suka?" tanya Eric dengan suara beratnya yang seketika menarik Uri untuk duduk di sisinya.

Tanpa takut, Uri memeluk Eric dari samping dan menatapnya penuh bahagia. "Suka, suka banget, Mas."

Setelah mengungkapkan perasaannya, Uri menenggelamkan kepalanya ke dada bidang Eric dan pria itu langsung mengusap kepala Uri dengan lembut. "Semoga kamu betah ya di sini."

"Pasti, aku pasti betah di sini!" ucap Uri dengan semangat. Perempuan itu kemudian bangun dari duduknya dan bersiap untuk kembali melangkah. "Mas, aku mandi dulu ya."

"Iya, sayang."

Lagi-lagi, Uri dibuat takjub dengan setiap bagian rumah Eric termasuk kamar mandi di kamarnya. Begitu luas juga lengkap. Dengan bathup besar yang membuat Uri tidak sabar untuk masuk ke sana.

Perempuan itu segera menanggalkan semua pakaiannya dan masuk ke dalam bathup yang di penuhi air tersebut. Rasanya dia begitu tenang saat masuk ke dalam sana.

Setelah nyaris satu jam, Uri memutuskan untuk keluar dari bathup dan membersihkan tubuhnya dengan air dari shower. Tak butuh lama setelahnya, perempuan itu keluar dengan hanya menggunakan bathrob dan sibuk melilit handuk di kepala.

"Loh, kok masih di sini, Mas?" tanya Uri setelah menemukan Eric masih ada di kamarnya. Pria itu tengah berbaring di kasur sembari memainkan ponselnya.

"Saya akan tidur di sini," jawab Eric dengan santai. Pria itu kemudian bangkit dan bersiap membuka bajunya. Namun, Uri menahannya dengan berteriak.

"Mau ngapain, Mas!"

"Mau buka baju."

Dengan santai, Eric kembali melanjutkan apa yang ia lakukan sebelumnya. Membuka pakaiannya hingga tersisa hanya celana pendek yang pria itu gunakan.

Uri akhirnya bisa bernapas lega saat menyadari bahwa Eric tidak menanggalkan semua pakaiannya. Perempuan itu sampai mengusap dadanya karena hampir jantungan melihat kelakuan Eric.

"Kenapa?" tanya Eric dengan alis terangkat sebelah dan Uri hanya menggeleng pelan.

"Nggak, Mas. Aku nggak pa-pa."

"Ya udah, saya mandi dulu ya."

"Iya."

Karena nyaris dibuat jantungan dengan Eric, kepala Uri tiba-tiba sakit dan perempuan itu memijatnya secara perlahan. Rasa sakit yang tiba-tiba muncul itu menimbulkan pertanyaan di benak Uri.

"Kok kepala aku jadi sakit gini sih!" omelnya pada diri sendiri.

Tak mendapat jawaban atas rasa sakit yang dia derita, Uri memutuskan untuk mengenakan pakaian karena sejak keluar dari kamar mandi perempuan itu belum juga menggunakan pakaiannya.

Seperti saat di kos, Uri menggunakan kaos dan celana pendek di rumah Eric. Hanya itulah yang dia miliki.

Sembari menunggu Eric selesai mandi, Uri naik ke atas kasur dan berbaring di sana.

Tak lama setelahnya, Eric keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk di bagian bawah tubuhnya. Hal itu membuat Uri gelagapan dan tidur berpindah arah agar tidak menatap tubuh seksi milik Eric. Astaga, kenapa dia harus bugil gitu sih!

Melihat reaksi lucu dari Uri, Eric tertawa kecil dan langsung membuka lemari besar di belakangnya. Memilih sebuah baju dan celana, lalu digunakan dengan cepat.

Saat sibuk dengan ponselnya, Uri terkejut karena kasur yang dia tiduri bergerak. Dia pikir ada gempa terjadi. Namun setelah membalik badan, dia menemukan Eric tengah tersenyum menatapnya.

"Kenapa, sayang?" tanya Eric yang langsung dibalas gelengan oleh Uri. Karena terlalu malu, perempuan itu kembali membalik tubuhnya.

Tangan yang cukup besar tiba-tiba muncul dari belakang Uri dan memeluk perempuan itu dari belakang, tentu Uri mengetahui siapa pelakunya dan memutuskan untuk diam.

Eric mendekatkan wajahnya hingga bibir tipisnya mendekat ke arah telinga Uri dan berbisik di sana. "Sekali lagi, terima kasih sudah nerima tawaran saya."

Uri tidak menyangka bahwa Eric akan bersikap manis padanya. Karena sejak awal, pria itu selalu menatapnya dingin. Namun kini, Uri bisa melihat sisi lain pria itu.

Di tengah suasana romantis yang Eric bangun, tiba-tiba sebuah ketukan pintu menghancurkannya sehingga membuat pria tersebut berdecih pelan. "Siapa?" tanya Eric yang membuat Uri juga ikut penasaran siapa di balik pintu kamar mereka.

"Saya Pak, Indah. Saya mau nyampaikan kalau makan siang sudah jadi, Pak."

Helaan napas yang Eric lakukan menggelitik leher Uri, pria itu tentu jengah dengan apa yang dilakukan pembantunya. "Iya, nanti saya turun ke bawah."

Mengetahui bahwa pembantunya sudah menghilang dari depan kamar mereka, Eric kembali mengeratkan pelukannya sebelum mengajak Uri untuk makan bersama. "Yuk, kita makan."

Sesampai di ruang makan, Uri kembali dibuat takjub dengan banyaknya makanan yang ada di meja. Begitu lengkap dan terlihat nikmat. "Ini semua buat kita?" tanya Uri dengan polosnya.

"Iya, sayang. Ayo, makan."

Eric menarik kursi dan menyuruh Uri untuk duduk di sana, tepat di sisi pria tersebut. Beberapa pelayan kemudian datang dan membantu mereka, menanyakan apa yang mereka inginkan dan para pelayan mulai menaruh makanan tersebut di piring-piring mereka.

Tidak seperti biasanya, kini Uri makan dalam diam sembari beberapa kali melirik ke arah sekitar. Rumah megah itu sangat sepi hanya ada mereka berdua di ruang makan, pelayan yang tadi membantu mereka kini menghilang entah kemana.

"Mas," panggil Uri yang menghentikan pergerakan makan Eric. Pria itu menaruh alat makannya dan fokus menatap Uri dalam.

"Kenapa sayang?"

"Kok rumah kamu sepi banget? Istri kamu dimana?" tanya Uri tanpa ragu. Dia ingin bertemu dengan istri Eric, setidaknya untuk saling sapa dan saling mengenal. Walau sebenarnya takut, tapi dia tetap ingin melakukannya.

"Lona? Dia sedang di luar kota, liburan," jelas Eric singkat, sebenarnya pria itu malas menjelaskan tentang istrinya kepada Uri. Karena hubungannya yang kurang baik.

Uri membuka kecil mulutnya sembari ber-oh-ria. Setidaknya dia tau dimana istri Eric dan tidak penasaran lagi.

Sesuai makan, Eric mengajak Uri untuk keluar. Mendatangi satu persatu bangunan yang ada di area rumah keluarganya.

Di dalam area tersebut ada lebih dari 10 bangunan yang terdiri dari satu bangunan utama, tiga bangunan rumah, satu tempat gym, satu tempat sauna, satu gedung serbaguna, satu area anak, satu kolam renang indoor dan satu lagi adalah gudang.

Untuk mencapai setiap bangunan, Uri harus menggunakan kendaraan karena letaknya yang sangat jauh. Dia bahkan sampai tidak bisa berpikir seluas apa tempat tersebut.

"Sayang, sepertinya kita harus ke rumah utama," ucap Eric tiba-tiba yang membuat Uri terkejut.

"Ke rumah utama? Rumah Ayah sama Ibu kamu?" tanya Uri yang langsung dibalas anggukan oleh Eric. Hal itu membuat Uri terdiam sesaat karena takut untuk bertemu orang tua Eric. Dia adalah simpanan pria itu, bagaimana bisa dia datang dan memperkenalkan diri?

"Kamu nggak pa-pa kan, sayang?" tanya Eric sembari merangkul tubuh Uri.

"Hmm, nggak pa-pa," jawab perempuan itu dengan ragu.

Eric yang paham dengan perubahan sikap Uri langsung memeluknya untuk menenangkan perempuan itu. "Kamu jangan takut gitu dong, mereka nggak bakal marah kok. Saya sudah cerita semuanya."

***

Sisi Gelap Keluarga Cameron (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang