Tidak seperti hari-hari sebelumnya, kini Uri harus tidur tepat pukul 10 malam. Walau tidak langsung tidur, tetapi perempuan itu harus berada di atas kasur bersama dengan Eric yang merangkulnya lembut.
Keduanya asyik melakukan deep talk sembari menunggu rasa kantuk menyerang. "Kamu betah nggak di sini?" tanya Eric pada Uri yang membuat perempuan itu menatapnya.
"Betah sih, tapi ... ." Uri sengaja menahan ucapannya karena sedikit ragu untuk berterus terang, dia tidak tau respon apa yang Eric katakan nantinya. Itulah yang membuatnya ketakutan.
"Tapi apa, sayang?"
"Aku bete di rumah terus, seharian ini aku nggak boleh kemana-mana. Mau nyemil juga nggak ada di kulkas, mau keluar dilarang," jawab Uri setelah mengumpulkan keberanian untuk mengatakannya pada Eric.
Tanpa diduga, Eric malah memeluk erat tubuh Uri sebagai reaksi awal setelah perempuan itu selesai berbicara. "Aku sebenernya nggak mau ngelarang kamu sayang, tapi aku takut kamu kenapa-kenapa kalau di luar. Ya udah, kalau gitu nanti aku suruh pengawal buat jaga kamu ya kalau kamu memang mau keluar."
Mata Uri berbinar setelah mendengar ucapan Eric, dia benar-benar ingin keluar untuk membeli beberapa makanan. "Beneran, Mas?" tanya Uri memastikan dan Eric mengangguk pelan.
"Aku janji, abis belanja langsung pulang!" lanjut Uri dengan semangat.
"Berarti besok aku bisa kan keluar bentar, kan?" tanya Uri lagi yang membuat Eric terdiam sejenak, pria itu terlihat tengah berpikir dan setelahnya bangkit dari kasur.
Uri yang melihat itu kebingungan. Namun, tetap memperhatikan gerak-gerik Eric yang ternyata tengah menghubungi seseorang. Agar tidak diganggu, pria itu pergi ke balkon dan berbicara di sana.
Ditinggal begitu saja dengan Eric, membuat Uri sedikit kesepian. Sembari bersandar, perempuan itu menunggu Eric selesai melakukan panggilan dan tak lama kemudian, pria itu datang dan kembali naik ke atas kasur. "Ayo kita tidur, besok kamu bisa pergi. Tapi sama pengawal saya ya."
"Beneran?" tanya Uri dengan bahagia dan Eric mengangguk pelan sebagai jawaban. "Yeay! Makasih, Mas."
Tanpa aba-aba, Uri memeluk erat tubuh Eric sehingga pria itu terkekeh pelan. Keduanya kemudian tertidur dengan posisi yang sama hingga pagi menyapa.
Sebelum mata Uri sepenuhnya terbuka, tangan perempuan itu perlahan menjelajahi tubuh Eric sehingga membuatnya sedikit geli dan bangun dari tidur pulasnya. "Hei, tanganmu nakal ya," ucap pria itu sembari tersenyum cerah.
Yang dituduh malah langsung menutup penuh wajahnya dengan selimut karena terlalu malu untuk berkata jujur. Uri memang sedikit penasaran dengan porsi tubuh Eric yang ternyata memang sebagus itu.
Perut Eric sepenuhnya padat dengan beberapa pahatan hasil olahraga keras tentunya, hal itu membuat Uri berfantasi aneh padahal mereka baru saja dekat.
Kasur yang ditiduri Uri tiba-tiba bergerak dan membuat perempuan itu menyibak selimut yang menutupi wajahnya. Matanya menangkap sosok Eric yang baru saja bangkit dari kasur. "Mau kemana, Mas?" tanya perempuan itu dengan sedikit panik.
"Mau siap-siap pergi kerja, sayang," jawab Eric sebelum pergi masuk ke dalam kamar mandi.
Lagi-lagi, Uri ditinggal sendirian, tetapi berbeda dari hari sebelumnya. Dia bisa pergi keluar walau harus dijaga oleh pengawal Eric.
Setelah siap untuk pergi bekerja, Eric di antar Uri sampai ke depan pintu rumahnya. Sesampai di sana, pria itu langsung menarik Uri untuk mendekat ke arahnya dan mendaratkan sebuah kecupan di kening perempuan itu.
Perlakuan tiba-tiba yang Eric berikan berhasil membuat Uri mematung kaget dengan mata melotot, Eric selalu bisa membuat Uri merasa bahagia dengan apa yang dia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Gelap Keluarga Cameron (End)
Romansa~Glorious Writing Contest 2023~ "Saat kamu sudah menjadi bagian keluarga Cameron, kamu tidak akan bisa keluar lagi." Gauri atau lebih sering disapa Uri, membutuhkan cukup banyak uang untuk membayar utang yang ditinggalkan ke dua orang tuanya sebelum...