Bab 18

375 10 0
                                    

Setelah mengetahui kehamilan Uri, Lona semakin membenci perempuan itu. Selama dia menikah dengan Eric, pria tersebut enggan untuk mendekatinya bahkan mereka langsung pisah ranjang setelah malam pertama.

Sikap manis yang Uri dapat membuat Lona kesal, dia juga ingin mendapatkannya, tetapi enggan bersaing dengan perempuan itu.

"Jadi, dia hamil?" tanya Lona pada asisten pribadinya.

Eric memang memberi perempuan itu asisten sama seperti Uri bahkan sejak perempuan itu sah menjadi istrinya dua tahun yang lalu.

Tanpa ekspresi, Lona mengetuk-etukan jarinya di meja sehingga suaranya memenuhi ruang kerja perempuan itu. Apa yang harus aku lakukan buat ngancurin dia?

Semakin hari, Eric semakin protektif pada Uri karena perut perempuan itu yang semakin besar dan membuatnya susah bergerak. Eric terus memperhatikan perempuan itu hingga dia sedikit kesal.

"Mas, udah dong! Aku bisa jalan sendiri!" tegur Uri karena sejak tadi Eric terus memberikan peringatan agar tidak berjalan sendirian dan pria itu harus bersamanya.

"Tapi sayang ... ."

Saat hendak memberi pembelaan, Uri langsung melototi suaminya itu sehingga mulutnya kembali tertutup rapat. "Aku cuman mau ke dapur, Mas. Aku haus."

"Yakan kamu bisa bilang ke saya, saya bisa ambilin. Kamu di kamar aja," balas Eric dengan tak kalah keras kepala.

"Tapi aku bosen di kamar terus, aku pengen jalan-jalan."

"Jadi, kamu haus atau pengen jalan-jalan?" tanya Eric yang membuat Uri sedikit malu.

"Dua-duanya."

"Ya udah, ayo saya temenin."

Tanpa penolakan, kini Uri mau dipegang oleh Eric. Mereka berdua turun dari lantai dua dengan perlahan. Sesampai di lantai satu, Uri meninggalkan Eric di dekat tangga dan segera pergi ke dapur untuk mengambil minum. Namun tak lama kemudian, Eric mendengar suara teriakan Uri dan pria itu langsung berlari ke arah dapur.

Sesampai di sana, Eric menemukan Uri tengah duduk di lantai dengan darah yang berceceran dari sela kakinya.

Karena takut terjadi hal buruk pada Uri dan calon anaknya, Eric langsung menghubungi sopir pribadinya dan mereka langsung pergi ke rumah sakit terdekat.

"It's okay, sayang. Semuanya bakal baik-baik aja," ucap Eric ketika ikut mengantar Uri ke ruangannya.

Berbeda dengan Eric yang berusaha tenang, Uri terlihat begitu panik dengan tangan yang bergetar hebat. "Anak kita Mas, anak kita gimana?"

Belum sempat menjawab, Eric dihalangi untuk masuk ke dalam ruangan. Mau tak mau pria itu hanya menunggu di depan sembari berdoa untuk keselamatan istri dan anaknya.

Setelah cukup lama menunggu, Dokter yang menangani Uri pun keluar dengan sebuah kertas ditangannya. "Dengan suami pasien?" tanya Dokter pria tersebut yang langsung dibalas anggukan oleh Eric.

"Iya, saya sendiri."

"Karena terjadi pendarahan yang hebat, pasien harus melahirkan sekarang, Pak. Kalau tidak, pasien dan bayinya bisa terancam."

Mendengar penjelasan singkat itu, Eric langsung panik dan terus menganggukkan kepalanya. "Iya, Dok. Saya setuju, tolong selamatkan mereka apapun caranya."

"Baik, sekarang Bapak tolong tanda tangani ini ya dan kami akan melakukan operasi sekarang juga."

"Baik, Dok."

Setelah Eric selesai menandatangani surat operasi Uri, Dokter yang menangani perempuan itu kembali masuk dan memulai operasi Caesar. Dengan begitu, nyawa Uri dan anaknya bisa terselamatkan.

Eric kembali harus menunggu di depan ruangan Uri dan setelah lebih dari satu jam pintu rawat istrinya terbuka. Sebuah ranjang kecil keluar dari sana dan membuat Eric langsung berkaca-kaca.

"Itu anak saya, sus?" tanya Eric yang langsung dibalas anggukan oleh suster yang membawa bayi kecil tersebut.

"Iya, Pak benar. Anak Bapak lahir dengan selamat, berjenis kelamin laki-laki. Tapi mohon maaf, kami harus membawa dia ke ruang steril. Kalau Bapak mau ikut, silakan."

Tanpa perlu ditanya, Eric akan menjawab iya. Dia akan menemui anaknya walau terpisah dinding kaca ruang steril tersebut.

Dengan senyum kecil yang terlukis, Eric mengeluarkan ponselnya dan beberapa kali mengambil gambar. Dia ingin mengabadikan foto anaknya yang baru saja lahir.

Rasa bahagia Eric semakin bertambah ketika seorang suster datang dan memberitahunya tentang sang istri yang ternyata sudah sadar dan mencarinya. Dengan semangat, Eric kembali ke ruang rawat Uri dan menemui perempuan itu.

Wajah Uri terlihat begitu kelelahan setelah sadar dari bius bekas operasi, perempuan itu langsung menangis saat melihat Eric datang. "Mas," panggil Uri yang langsung membuat suaminya datang dan mendekat.

"Iya sayang."

"Anak kita mana?" tanya Uri dengan air mata yang terus turun. Dia pikir anaknya tidak selamat karena saat sadar perutnya sudah rata.

"Dia aman kok, sayang. Dia lagi di ruang steril. Abis ini dia dibawa ke sini lagi kok."

Uri sudah tidak bisa menahan tangisnya untuk terus turun setelah tau anaknya lahir dengan selamat. Dia pikir, sang anak akan pergi untuk selama-lamanya.

Di tengah kesedihan perempuan itu, suster yang membawa anaknya pun datang. Sang anak sudah berpakaian rapi dan langsung ditidurkan di sisi Uri.

Dengan cepat perempuan itu menoleh dan menatap bahagia putranya yang baru lahir.

Kelahiran putra Eric bukan hanya membuat pria itu dan Uri bahagia, tetapi juga keluarga besarnya karena bayi yang Uri lahirkan adalah bayi laki-laki pertama di keluarga Cameron.

"Selamat ya, Bro. Akhirnya kamu punya anak juga," ucap Alex setelah bersalaman dengan Eric.

"Thank you."

Ruang rawat Uri dipenuhi dengan semua anggota Cameron tanpa terkecuali, Cherly yang baru saja datang dari luar negeri juga langsung datang dan memberi selamat pada Uri.

"Selamat ya, maaf saya baru bisa menemui kamu."

"Iya, Mbak. Nggak pa-pa. Terima kasih sudah mau datang."

"Iya, sama-sama."

Bagai hadiah terindah, putra Uri terus berpindah tangan karena semua yang datang ingin mengendongnya. Uri saat itu hanya bisa memperhatikan dengan senyum bahagia.

"Kalian sudah tau mau ngasih nama siapa?" tanya Cherly sembari menatap Uri dan Eric secara bergantian. Mereka dengan kompak mengangguk pelan.

"Sudah, Mbak," jawab Uri dengan senyum tipis di wajahnya.

"Siapa?"

"Brian Ansel Cameron."

Kekompakan Uri dan Eric saat menjawab, berhasil menyita perhatian keluarga mereka. Sebenarnya, Uri dan Eric sejak lama mengetahui jenis kelamin anak mereka sehingga bisa menyiapkan nama yang begitu bagus untuknya.

"Ayah harap, dia akan menjadi pewaris hebat untuk keluarga kita," ucap Ivan dengan semangat saat menggendong cucu laki-laki pertamanya itu.

Uri akhirnya diterima dengan baik oleh keluarga Eric, Tari yang sebelumnya membenci perempuan itu juga akhirnya lunak setelah mendapat cucu laki-laki yang dia idamkan sejak lama.

Di sisi lain, Lona yang melihat kebahagiaan mereka terlihat begitu kesal dan memendam kebencian yang teramat. Namun, seketika mereka dikejutkan dengan kedatangan polisi yang langsung menahan pergerakan Lona.

Perhatian keluarga Cameron tertuju pada Lona. Perempuan itu terus memberontak untuk dilepaskan.

"Anda ditahan dengan pasal percobaan pembunuhan terhadap saudari Gauri Elina."

Semua tentu terkejut dengan ucapan polisi yang baru saja membawa Lona pergi, hanya satu orang yang terlihat bahagia di antara mereka yaitu Eric. "Sudah pantas dia mendapatkannya, Lona yang sudah membuat kamu seperti ini."

***

Sisi Gelap Keluarga Cameron (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang