HUJAN deras menyongsong datangnya sang malam. Meski belum terhitung kelam, tapi sunyi telah menguasai sang malam tanpa permisi lagi. Kilatan cahaya petir sesekali terdengar menggelegar di angkasa. Kadang-kadang dentumannya menyentak keras, seakan ingin membelah bumi menjadi separuh bagian.
Sebuah mobil terjebak dalam genangan banjir. Jakarta memang kadang kala memuakkan. Hujan sedikit, banjir membukit. Para pengguna jalan raya yang sudah hafal tempat-tempat rawan banjir tidak akan melintasi tempat itu. Lebih baik ambil arah memutar, agak jauh sedikit tak jadi soal, asal tidak terjebak banjir.
Agaknya pengemudi sedang Grand Civic keluaran tahun 90 warna biru metalik itu kurang memahami daerah-daerah rawan banjir. Tak ayal lagi mobil tersebut terjebak banjir yang meluap melebihi trotoar. Mesinnya tak bisa hidup. Sebagian air merembas masuk membasahi karpet mobil. Hanya lampunya yang menyala dan sepasang wippernya yang bergerak-gerak menyingkirkan air dari kaca.
"Sial! Kalau tahu begini aku nggak usah pulang dulu! Ngapain pulang cepat-cepat kalau akhirnya akan terjebak banjir di sini. Uuh, mana tempatnya sepi, nggak ada orang yang bisa dimintai tolong buat dorong mobil. Jarang kendaraan lawat. Jauh dari rumah dan perkantoran. Aduh, celaka deh kalau begini caranya!Tempat ini bukan hanya gelap dan sepi saja, tapi juga mengerikan. Seingatku, di belakang tadi kulihat ada kuburan. Kayaknya tempat ini juga masih menjadi bagian dari wilayah pemakaman umum. Iiih... sekujur tubuhku jadi merinding deh!"
Si pengemudi yang menggerutu sendiri itu adalah seorang pemuda berusia 30 tahun. la seorang staff programmer dari perusahaan yang bergerak dalam bidang software development dan aplikasi kpmputer. Titelnya ada dua, sarjana S1 Komputer dan bujangan.
Titel terakhir ini sengaja dipertahankan karena ia belum menemukan wanita yang cocok dengan seleranya. Toh ia tak pernah riskan atau malu dengan titel bujangannya itu. Kenyon, nama depan pemuda lajang itu, hanya merasa malu jika ia tidak dapat mengatasi masalah-masalah kecil yang tergolong problem memuakkan, misalnya terjebak banjir, seperti saat ini.
Biasanya jika dalam keadaan begitu, temperamen Kenyon mulai tinggi. Mudah tersinggung dan mudah marah, walau dalam bentuk geratuan panjang.
"Bisa semalaman suntuk aku berada di tempat ini kalau nggak segera cari bantuan. Ah, brengsek juga cuaca malam ini! Pakai acara hujan segala. Padahal tadi siang panasnya sangat menyengat kulit, kok sekarang hujannya sebegini deras sih!"
Kenyon mengambil handphonenya. Ia menghubungi perusahaan jasa marga, maksudnya mau memanggil mobil derek. Tapi nomor telepon yang ada dalam catatan agendanya itu selalu sibuk. Akhirnya ia menghubungi teman dekatnya yang dipastikan sudah berada di rumah, sebab sang teman tadi tidak ikut rapat. Kenyon sendiri hanya stor muka di ruang rapat, lalu buru-buru pulang karena ada janji dengan seorang gadis yang sudah beberapa waktu menjadi bahan incarannya. Sayang, niatnya itu tertahan di jalanan sepi berlimpah air brengsek.
"Hallo, Pieter! Oh, bukan. Siapa ini? Donni Kakakmu ada, Don? Ya, dari Bang Kenyon!"
Handphone mengalami gangguan signal. Gemerusuk. Tapi sebentar kemudian terdengar suara Pieter.
"Ada apa, Ken...?"
"Piet, aku terjebak banjir di tempat sepi nih!"
"Bagaimana?" Pieter mengeraskan suara karena gelombang suara sangat buruk. "Aku nggak dengar, Ken!"
"Aku terjebak.... Hallo...! Hallo...!"
Signal hilang. Muncul tulisan 'Low Power' pada display handphone. Dicobanya lagi menghubungi Pieter dan tempat lain, ternyata gagal.
"Kenapa jadi Low Power sih? Padahal baru saja di-charge. Tadi saat bicara dengan Donni pertama kali bening, kok sekarang jadi rusak parah begini sih?"
Tek, tek, tek...!
Kenyon kaget, ada orang mengetuk kaca pintu sebelah kiri. Wajah orang itu tidak jelas karena tertutup butiran air hujan yang melekat pada kaca. Mau tak mau kaca pun diturunkan setelah Kenyon menenangkan debar-debar hati serta detak jantung yang berdebur cepat.
"Hai, sorry mengganggu nih. Boleh numpang nggak?"
Makin berdesir hati Kenyon, merinding dulu romanya, mata pun tak bisa berkedip setelah tahu orang yang mengetuk kaca mobil tadi ternyata seorang wanita berusia sekitar 25 tahun. Tak jelas seberapa panjang rambutnya karena diikat ke belakang pakai saputangan kecil. Yang jelas, jenis rambutnya sedikit berombak, lebat.
"Anda keberatan, ya? Kalau gitu, ya udah, nggak jadi numpang deh," kata gadis berpayung merah, dan masih mengenakan pakaian kerja, jas dan span ketat.
Pakaian itu basah oleh hujan, namun tidak sampai basah kuyup. Gadis itu ingin meninggalkan Kenyon, namun buru-buru Kenyon sadar dari ketertegunan-nya dan berkata agak keras untuk mengimbangi deru hujan.
"Anda mau ke arah mana, Nona?!"
"Kelapa Dua. Dari tadi saya berdiri di sana menunggu taksi lewat, tapi nggak ada taksi atau kendaraan umum yang lewat."
"Sayang sekali, mobilku nggak bisa jalan. Mogok!"
"Masa sih? Coba saja lagi, siapa tahu hidup."
Kenyon membatin, "Nggak percaya juga nih orang." Lalu untuk membuktikan kata-katanya, ia menstarter mobil tersebut.
Zrrrd... zrrrd...!
Mesin mobil masih belum mau hidup.
"Tuh, mogok kan!"
Tapi tangan Kenyon masih menstarter lagi, dan
zrrrreeeng...!
"Lho, bisa?!" Kenyon terbelalak girang.
"Tuh, bisa kan?"
"Kalau begitu cepatlah naik selagi mesinnya hidup. Kalau kelamaan di sini nanti mati lagi."
Dalam keremangan cahaya lampu dalam, Kenyon dapat melihat raut wajah gadis itu ternyata cantik. Wajah oval itu mempunyai bentuk mata yang indah, hidung yang mancung dan bibir yang sensual menggemaskan. Senyumannya pun enak dipandang mata dan menciptakan debar-debar lain dalam hati Kenyon.
Aroma parfum semerbak wangi menyebar seluruh ruangan mobil. Jelas, parfum yang dikenakan adalah parfum kelas mahal. Pasti berkualitas import. Tapi sempat terlintas pula dalam benak Kenyon kecurigaan yang membuatnya bergidik merinding lagi.
Dalam keadaan sepi, hujan deras dan petir menyambar-nyambar, mungkinkah seorang gadis berani berjalan menyusuri banjir sendirian? Aroma wangi yang tercium kuat itu, pantaskah milik seorang wanita biasa? Bukankah menurut cerita yang pernah didengar Kenyon, rupa cantik dan bau wangi adalah identik dengan ciri-ciri kemunculan roh halus yang bernama Kuntilanak?
"Wah, gawat juga nih! Kenapa tadi kusuruh dia masuk ke mobil, ya? Mestinya nggak perlu berbaik hati dengan perempuan jelmaan seperti ini," pikir Kenyon dengan degdegan.
"Ahh... tapi kayaknya dia manusia beneran kok. Sikapnya nggak menunjukkan keanehan apa pun. Wewangian yang dipakainya itu, dulu pernah juga tercium olehku waktu masuk lift di sebuah plaza. Kayaknya memang berasal dari wewangian parfum import. Bukan dari bunga kuburan."
Dag-dig-dug jantung Kenyon tetap saja berirama keras. Repotnya lagi, mobil tak bisa berjalan cepat. Seperti kapal selam menyibak gelombang air, seakan ingin muncul dari kedalaman samudera. Untuk menghibur diri, Kenyon sengaja mengajak gadis itu bicara apa saja. Sebisa-bisanya.
Sambil bicara ia menganalisa dalam hati, apakah gadis yang mengaku bernama Winne itu benar-benar manusia biasa, atau roh halus yang mencari mangsa lawan jenisnya?
****
KAMU SEDANG MEMBACA
48. Perempuan Penghisap Darah✓
ParanormalSilakan follow saya terlebih dahulu. Serial Dewi Ular Tara Zagita 48 Seorang pemuda tampan bernama Kenyon terlibat skandal cinta dengan gadis cantik yang mempunyai daya tarik melebihi magnit kutub utara: Winne, namanya. Bagi pemuda itu, Winne adala...