18

46 11 0
                                    

Orang-orang menyangka kematian tersebut dikarenakan adanya racun ganas monoksida yang ada dalam mobil. Tapi Kumala dan Sandhi tahu persis, bahwa kematian itu adalah karena ulah si perempuan penghisap darah.

"Kita terlambat," bisik Kumala setelah ia memeriksa keadaan mayat pemuda itu. "Satu jam yang lalu dia dari sini. Mungkin sekarang sedang menuju ke kantor."

"Memangnya ada yang melihatnya pergi dari sini?"

"Mayat itu yang memberitahukannya," jawab Kumala datar dan berkesan dingin.

Biasanya jika begitu Dewi Ular sedang menahan rasa kecewa atau kemarahan yang ditekan kuat-kuat dalam hati.

"Belum ada lima hari, masa dia sudah menghisap darah korban lagi sih?" kata Sandhi.

"Setiap lima hari sekali. Pasti dia tahu kalau sedang kuburu, sehingga perlu stock energi untuk melawanku nanti."

"Hebat sekali dia kalau begitu. Mungkinkah dia termasuk makhluk dari Kahyangan, seperti dirimu juga?"

"Mungkin saja. Tapi dewa mana yang bertindak sebegitu bodoh dan keji di muka bumi ini? Bisa dihancurleburkan oleh kakekku dewa yang sadis kayak gitu!"

Sandhi paham yang dimaksud kakeknya Dewi Ular, yaitu Dewa Murkajagat. Dewa senior itu sangat berbahaya kalau sedang marah. Bisa-bisa bumi ini dibelah dijadikan delapan keping lalu disambung lagi dalam bentuk trapesium atau kota kubus.

Sampai di kantornya Winne, ternyata perempuan itu belum datang juga. Kumala menunggu dengan hati jengkel, karena ia tak bisa melacak getaran gaib perempuan penghisap darah itu. Lebih jengkel lagi setelah Sampai pukul 1 lewat, ternyata Winne belum muncul di kantor tersebut.

"Kalau benar dia tahu sedang diburu olehmu, kenapa ia harus menghindar? Sementara menurutmu dia punya kekuatan gaib cukup tinggi? Jangan-jangan kau salah persepsi, Mala?"

"Bisa juga aku salah menilainya. Tapi yang jelas, dia pasti punya sinyal khusus yang dapat mengetahui bahwa dirinya sedang diburu seseorang."

Baru saja Kumala ingin meninggalkan kantor tersebut, tiba-tiba Allen memberitahukan bahwa Winne baru saja menelepon dan mengatakan kalau dia tidak bisa datang karena ada urusan penting.

"Apakah dia memberi tahu di mana posisinya saat itu?"

"Di bandara, sedang menunggu kedatangan tamunya dari
Jerman."

Langsung saja Kumala menyuruh Sandhi meluncurkan BMW kuningnya ke arah bandara. Tetapi sampai pukul 4 sore, Kumala tidak berhasil menemukan wanita cantik dengan ciri-ciri seperti yang pernah diceritakan Kenyon padanya itu.

Setiap orang yang ada di bandara diperhatikan, diteropong getaran gaibnya, tapi tidak ada yang pantas dicurigai sebagai perempuan penghisap darah.

"Kita pulang aja deh. Atur strategi di rumah," katanya kepada Sandhi. Si sopir pribadi itu ikut-ikutan kesal dan semakin jengkel terhadap Winne. Justru dia yang merasa seperti dipermainkan oleh Winne, dibuat lari ke sana-sini tanpa hasil.

"Kurasa keadaan ini adalah salah satu permainannya juga. Kita sengaja dibuat pontang panting begini. Brengsek!" geram Sandhi.

"Jangan ikuti arus emosi kalau mengerjakan sesuatu," kata Kumala. "Tenang dan santai saja. Anggap perjalanan ini sebuah tamasya penangkal stress. Kalau kamu hanyut dalam emosi, sasaran akan semakin jauh darimu."

Kenyon menghubungi Kumala dan menanyakan Hasilnya. Kumala menceritakan perjalanannya sambil tertawa pelan, berkesan santai.

"Dia pasti mencariku, Kumala. Bagaimana kalau aku keluar dari rumah bersama Buron?"

"Jangan!" tegas Kumala. "Aku tahu dia kelabakan mencarimu dan tidak berhasil menemukan dirimu karena kau diselubungi lapisan gaibnya Buron yang sukar diteropong dari jarak jauh. Sebaiknya kau hubungi saja melalui telepon tempat-tempat di mana dia sering berada. Atau mungkin di rumah orangtuanya yang katamu ada di daerah Kelapa Dua itu."

"Aku belum pernah ke sana. Aku punya nomor teleponnya, tapi ketika tadi kutelepon ke sana, di sana tidak ada yang kenal dengan gadis bernama Winne. Aku yakin alamat dan nomor telepon itu palsu. Dan aku baru menyadari sekarang."

"Itulah kelemahanmu."

"Kalau dia kita pancing dengan kemunculanku, bagaimana?"

"Itu berbahaya. Dia dapat mencelakaimu karena tahu kalau sedang dipancing!"

Ternyata memang tidak mudah menangkap perempuan penghisap darah itu. Untuk bisa bertemu dengannya secara sengaja, sulitnya bukan main, apalagi untuk menangkapnya. Kumala punya rencana untuk mengerahkan kekuatannya, ekstra gaib, jika nanti berhasil bertemu dengan perempuan itu.

Sebab jika tidak langsung diserang dengan kekuatan ekstra, Winne bisa lolos lagi. Dan kalau sudah lolos akan sulit dilacaknya. Menjelang magrib BMW kuning itu sudah bisa keluar dari jalur tol yang macet. Tapi tiba-tiba dering handphone berbunyi. Suara perempuan terdengar jelas melalui handphone itu.

"Siapa itu?" bisik Sandhi.

Kumala menjawab dengan gerakan bibir. "Mbak Mer."

"Ooo..." Sandhi manggut-manggut. Ia tahu, yang dimaksud Mbak Mer pasti polwan yang berpangkat Peltu itu, yakni Merina Swastika.

Belakangan ini Mbak Mer juga sering datang ke rumah Kumala, baik sekedar bertandang maupun membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan dunia
supranatural.

"Mala, kamu bisa menemuiku sekarang juga di sirkuit Ancol?"

"Bisa saja sih. Tapi... ada apa sih, Mbak?"

"Ada barang temuan yang perlu kau lihat. Kayaknya mengandung sesuatu yang sangat misterius. Mungkin kau bisa mengenalinya."

"Apakah barang temuan itu berbahaya?"

"Sudah ada empat orang yang tewas di sini dalam keadaan nggak punya sisa darah sedikit pun."

Mendengar penjelasan itu, semangat Kumala jadi timbul kembali. "Kalau begitu saya akan meluncur ke sana deh, Mbak!"

Sandhi menggumam tegang. "Empat orang jadi korban lagi? Gila! Rupanya dia benar-benar sedang mengumpulkan peluru untuk menghadapi lawan yang dianggapnya sangat tangguh. Berarti kekuatanmu sudah bisa dijajaki olehnya, Mala. Hebat juga iblis satu itu!"

Kumala Dewi hanya tersenyum tipis. Tetap kalem. Justru Sandhi yang tampak gusar dan semakin tak sabar. Laju mobil sedan itu pun menjadi ngebut dan zig-zag, sehingga dalam tempo relatif singkat Kumala dan Sandhi sudah tiba di pantai, sekitar sirkuit Ancol. Mereka bukan saja melihat kerumunan massa, tapi juga beberapa mobil polisi Unit Reaksi Cepat, ambulance, dan terutama seorang polwan berpakaian dinas yang dikenalnya sebagai Mbak Mer.

"Keempat mayat korban ditemukan di tempat yang agak berjauhan," kata Mbak Mer menjelaskan. "Coba periksa salah satu dari mayat itu, apakah ada kesamaan magisnya dengan korban yang sudah-sudah?"

Salah satu mayat yang belum sempat dibawa oleh ambulance diperiksa Dewi Ular. Satu-satunya kesamaan magis yang ditemukan pada mayat tersebut adalah lubang kecil di tengah dahi yang tidak bisa dilihat mata manusia biasa. Lubang sekecil pori-pori itu juga ditemukan di mayat pemuda yang tewas di depan rumah kost Winne.

Lewat lubang itulah Winne menghisap darah korbannya dengan kekuatan gaib yang sulit dijelaskan secara ilmiah.

****

48.  Perempuan Penghisap Darah✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang