Perempuan itu adalah seorang ibu rumah tangga, yang sebenarnya dipanggil dengan panggilan Nyonya Lieza. Ia istri seorang pilot yang bekerja pada maskapai penerbangan asing. Mereka dikaruniai dua orang putra, Ditto dan Ekey, masing-masing berusia 7 tahun dan 3 tahun.
Kedatangan Nyonya Lieza cukup mengejutkan bagi Sandhi. Permainan caturnya dengan Buron dihentikan begitu mendengar suara bel tamu berbunyi. Dari ruang tamu pandangan Sandhi dapat menembus kaca yang belum tertutup gordenya, dan ia sangat iba melihat seorang perempuan turun dari taksi, menggendong bocah berusia 3 tahun, dipayungi pelayannya yang masih berusia 16 tahun.
"Ron, ada tamu tuh. Kayaknya dia sangat membutuhkan pertolongan." Sandhi berkata tanpa memandang Buron.
"Kenapa kamu hanya menonton saja, Bego!" sentak pemuda berambut kucai yang sebenarnya adalah titisan dari Jin Layon. "Cepat bukakan pintu gerbang, Ron!"
"Kamu aja. Kamu kan sudah berdiri di situ. Kenapa mesti aku yang jauh dari pintu dan sedang mengamati kudamu. Kuda jantan apa kuda betina sih yang kamu pakai main dari
tadi ini."Sang sopir pribadi yang sudah dianggap seperti saudara sendiri oleh Kumala itu tak menghiraukan candaan Buron. Ia segera berlari keluar dan membukakan pintu gerbang.
"Apa benar di sini rumah, Nona Kumala?"
"Iya, benar!" jawab Sandhi sambil membiarkan tubuhnya diguyur air hujan.
"Masuk... Silakan masuk, Nyonya!"
"Apakah... apakah Kumala ada di rumah?"
"Ada, ada! Mari masuk...!"
Nyonya Lieza dan pelayannya agak berlari-lari menuju teras. Bocah berusia 3 tahun itu dipondongnya. Dari nada bicaranya perempuan itu sudah menunjukkan ketegangannya. Raut wajahnya memancarkan duka yang dalam. Caranya membawa anak dengan dipondong dua tangan telah membuat Sandhi berfirasat buruk terhadap anak itu. Ternyata sampai di teras, Nyonya Lieza menangis sambil masih memondong bocah berwajah pucat pasi itu.
"Tolong... tolong beritahukan kepada Kumala Dewi... anak saya butuh pertolongan secepatnya. Tolong, Mas... kasihan anak saya...."
"Silakan masuk ke dalam saja. Mari. Masuk...!" Sandhi jadi ikut-ikutan panik, masuk ruang tamu tanpa peduli pakaiannya basah kuyup dan sandalnya masih dipakai.
Sebelum Sandhi menyuruh Buron memanggil Kumala yang sejak tadi sudah masuk kamar tidurnya, ternyata gadis berambut panjang yang cantik jelita itu sudah keluar sendiri dari kamarnya. Sepertinya ia tahu ada seseorang yang membutuhkan bantuannya dengan segera.
Namun ia sendiri sebenarnya belum kenal dengan Nyonya Lieza, sehingga
dahinya sedikit berkerut menatap Nyonya Lieza yang menangis semakin keras, semakin terguncang- guncang
badannya."Too... tolong... tolong anak saya, Kumala Dewi. Tolonglah diaaa...,"
suara itu sampai mengecil, nyaris hilang.Melihat bocah berwajah pucat dengan bibir membiru, Dewi Ular cepat-cepat mengambil alih anak tersebut, lalu dibaringkan di sofa panjang.
"Ambil bantal!" perintahnya kepada Buron. Jin usil itu segera menyambar bantalan sofa yang ada di ujung dan
menyangga kepala anak itu dengan bantal tersebut."Apa yang terjadi, Nyonya?" tanya Sandhi dengan tegang.
"Ekey... anak saya itu... tahu-tahu... tahu-tahu tidak bernapas. Dia sulit bernapas sampai badannya dingin dan...dan...."
"Maksudnya, anak ini telah meninggal dunia, begitu?"
"Bukan!" sentak Nyonya Lieza kepada Buron. "Anak saya tidak mati! Anak saya masih hidup, tapi sulit bernapas! Jangan katakan anak saya mati. Ooh, tidak.... Ekeyyy... Mama di sini, Nak. Mama bersamamu. Sembuh, ya Ekey... sembuhlah kamu, Naak...!"
Ratapan itu sangat memilukan. Mak Bariah, pelayan Kumala yang setia, ikut keluar dari dapur dan memperhatikan Ekey di atas sofa.
Melihat bocah itu pucat pasi tanpa gerakan sedikit pun, Mak Bariah juga yakin di dalam hatinya, bahwa bocah tersebut sebenarnya telah mati beberapa jam yang lalu. Si pelayan yang tadi membawakan payung, hanya duduk di sudut ruang tamu sambil menitikkan air mata. Mak Bariah nyaris ikut menangis, namun ia bertahan agar bisa membantu menenangkan Nyonya Lieza.
Tanpa diperintah siapa pun, Mak Bariah membujuk Nyonya Lieza agar menjauhi sofa dan menghentikan tangisnya. "Biar Non Kumala memeriksanya dulu, Nyonya. Mohon
tenang, jangan menangis, nanti bikin Non Kumala nggak bisa serius...."Nyonya Lieza mau dituntun menjauh beberapa langkah, tapi tak bisa menghentikan tangisnya. Suara tangis saja yang bisa dikecilkan, namun luapan duka tak bisa disurutkan.
Saat itu Kumala memeriksa Ekey dengan menyentuhkan jari telunjuk di dada bocah itu. Kemudian ia memandang Buron dan Sandhi yang adb di depannya.
"Bagaimana?" bisik Sandhi.
"Bocah ini sudah mati?" timpal Buron.
Kumala menganggukkan kepala samar-samar. "Dia kehabisan darah."
"Apa penyebabnya?" Sandhi semakin membisik hati-hati sekali.
"Entahlah. Yang jelas, tidak tersisa setetes pun darah pada tubuh mayat anak ini," jawab Kumala sangat pelan.
"Astagaaaa...!" gumam Sandhi. Ia terperangah sedih sekali. Mau tak mau kenyataan itu harus disampaikan kepada Nyonya Lieza.
Perempuan itu semakin meratap duka mendengar keputusan dari Kumala, bahwa anaknya sudah tidak bernyawa lagi. Rasa duka yang amat dalam itu sempat membuat Nyonya Lieza menjerit histeris, tapi untung segera dikendalikan oleh kekuatan supranaturalnya Dewi Ular, sehingga jeritan itu tak terulang kedua kalinya.
Seberkas sinar hijau transparan yang keluar dari telapak tangan Kumala
menyerupai sorot lampu mobil itu telah menenangkan jiwa Nyonya Lieza, sehingga tangis pun berangsur-angsur reda."Anak Nyonya telah meninggal karena kehabisan darah ..."
"Ooooh, Anakku...," ratapnya pelan, namun tak se-histeris tadi.
"Lihat kulit tubuhnya yang bukan hanya pucat, tapi juga kering dan kusam. Ini menandakan tidak ada sisa darah sedikit pun dalam tubuh Ekey, Nyonya."
"Mengapa dia harus mengalami nasib semalang itu? Ekey masih kecil, belum tahu dosa apa-apa. Mengapa dia menjadi korban?"
"Nyonya bisa jelaskan, apa sebenarnya yang terjadi pada
diri Ekey yang manis itu?" tanya Kumala dengan tutur kata yang ramah, menghibur, dan lembut sekali.Sepertinya ia berusia lebih tua dari Nyonya Lieza, padahal menurut
perhitungan tahun bumi ia masih berusia 24 tahun."Tadi sore, sebelum hujan turun, anak ini bermain dengan lincah, sehat, tanpa tanda- tanda penyakit apa pun...."
"Sejak kapan mulai ada tanda-tanda sakit?"
"Sekitar pukul... yaah, pukul tujuh lewat sedikitlah. Saya temukan dia berbaring di lantai kamarnya bersama kakaknya, Ditto. Kakaknya sedang belajar menggambar, dan seperti biasa, Ekey selalu ingin melakukan apa yang dilakukan
kakaknya."****
KAMU SEDANG MEMBACA
48. Perempuan Penghisap Darah✓
ParanormalSilakan follow saya terlebih dahulu. Serial Dewi Ular Tara Zagita 48 Seorang pemuda tampan bernama Kenyon terlibat skandal cinta dengan gadis cantik yang mempunyai daya tarik melebihi magnit kutub utara: Winne, namanya. Bagi pemuda itu, Winne adala...