16

53 12 0
                                    

Seorang petugas keamanan yang malamnya habis melakukan tugas ronda, rupanya karena tak kuat menahan ngantuk orang tersebut ketiduran di pos. Temannya sengaja ngerjain dengan tidak membangunkan orang tersebut.

Sepuluh menit yang lalu, ketika seorang warga ingin membangunkannya, ternyata orang tersebut bukan hanya tidur sesaat, tapi tidur selama-lamanya dan tak akan pernah bangun lagi.

Heboh ditemukannya mayat tak berdarah menyebar di sepanjang jalanan kompleks perumahan tersebut. Setiap mulut selalu mengatakan, mayat petugas keamanan itu dalam keadaan kering, kusam, seperti mau keropos, karena tidak memiliki cairan darah lagi dalam tubuhnya. Bekas darah yang membeku pun tidak ada.

Kabar tersebut didengar Kenyon yang sedang mengemudikan mobilnya pelan-pelan. Mata Kenyon hanya melirik sepintas ke arah Winne. Perempuan itu diam saja, seolah-olah tidak merasa sedang dilirik Kenyon. Sampai mereka berpisah ke kantor masing-masing, tak sedikit pun percakapan mereka yang menyinggung tentang mayat petugas keamanan itu.

"Gawat kalau begini!" gumam hati Kenyon setelah Winne turun di kantornya.

"Haruskah aku mempunyai istri seorang perempuan penghisap darah? Ooh, apa kata keluargaku kalau sampai tahu, bahwa istriku perempuan penghisap darah? Lalu bagaimana cara mengatasi kasus separah ini?"

Kenyon memutar otak berhari-hari untuk mencari jalan terbaik dalam mengatasi masalah tersebut. Namun anehnya, belakangan ini otak Kenyon seperti telah menjadi tumpul. Terutama sejak Winne menuturkan pengakuannya itu, Kenyon selalu tak pernah berhasil menemukan sikap yang harus diambilnya.

Setiap ia berpikir tentang kemisteriusan Winne, tiba-tiba saja otaknya menjadi kusut dan fokus konsentrasinya terpecah belah kemana-mana. Akhirnya Kenyon hanya bisa menunda dan menunda lagi niat memikirkan masalah itu.

Kenyon terjerat dan terjebak lagi dalam lingkaran mesra dari 'mahkota' cinta yang melambungkan jiwa ke puncak keindahan yang belum pernah dialami orang lain. Sampai tiba di suatu sore yang hujan, Kenyon harus menemui bekas rekanan bisnisnya yang menjadi pilot, yaitu Oom Hans, suaminya Nyonya Lieza. Ia bermaksud menawarkan bisnis yang dulu pernah digarapnya bersama Oom Hans, tapi kandas karena krismon.

Kini peluang bisnis itu terkuak kembali. Kenyon ingin memanfaatkan peluang itu bersama Oom Hans lagi. Saat itu Kenyon terpaksa harus bersama Winne, karena Winne sempat curiga. Kenyon disangka pergi menemui Arisna. Winne sudah tahu, bahwa Kenyon sedang naksir Arisna, gara-gara Arisna menghubungi HP-nya Kenyon, tapi yang menerima telepon itu Winne sendiri.

Dengan caranya sendiri yang tergolong mistik, Winne berhasil mengorek isi hati Arisna yang memang sedang naksir Kenyon juga. Maka tak heran jika Winne tahu di mana Arisna bekerja dan di mana rumah gadis itu. Pada waktu itu Kenyon tidak tahu kalau Winne dalam masa krisis energi. Hari itu adalah hari kelima di mana Winne harus segera mendapatkan darah manusia dari mana saja.

Secara kebetulan sikap Nyonya Lieza kepada Kenyon dari dulu memang selalu baik, ramah dan tak segan-segan bercanda. Sikap itu menimbulkan kecemburuan dalam hati Winne. Meski di luarnya senyum, tapi di dalam hatinya Winne sengit kepada Nyonya Lieza.

"Kali ini aku hanya akan memberinya pelajaran, agar lain kali kalau bicara dengan Kenyon nggak perlu pakai genit-genitan begitu!"

Melihat di ruang tengah ada anak kecil yang sedang mencari buku mewarnai, maka kebencian Winne dilampiaskan kepada anak itu. Setidaknya dapat membuat Kenyon tidak mengetahui apa yang telah dilakukannya nanti, sebab yang dijadikan korban bukan Nyonya Lieza.

Hanya saja, sewaktu Nyonya Lieza pergi ke belakang dan Winne mengerahkan kekuatan penghisap darah melalui pandangan matanya, secara kebetulan Kenyon menatapnya. Pria itu terkejut melihat kedua bola mata Winne menampakkan bayangan api yang sedang berkobar-kobar.

Kenyon segera paham apa yang dilakukan Winne dan sasarannya adalah Ekey. Seketika itu juga Kenyon mendorong tubuh Winne agar pandangan matanya beralih sasaran.

"Win, gila luh!" sentak Kenyon tegang sekali. Winne sempat tersentak, namun tak sampai jatuh.

Sayangnya, usaha Kenyon itu terlambat. Winne telah mendapatkan seluruh darah si bocah kecil itu, terbukti Winne menyunggingkan senyum kemenangan dan membiarkan anak kecil, itu pergi ke kamar menemui kakaknya.

Kenyon menjadi sangat panik, sebab dia tahu Ekey pasti akan mati dalam keadaan tanpa darah setetes pun. Untuk menutupi kepanikannya, Kenyon segera pamit pulang. Sejak itu ia sangat malu dan takut bertemu Nyonya Lieza. Namun pertemuannya dengan Nyonya Lieza di rumah Kumala Dewi memberikan arti penting bagi ingatan Kenyon.

Pertemuan itulah yang membuat Kenyon dapat menceritakan kesaksiannya tentang perempuan penghisap darah itu.

****

BUKAN hanya Kumala, Niko dan Sandhi saja yang geram terhadap kekejaman Winne. Jelmaan Jin Layon itu juga menggeram jengkel dan mengecam habis tindakan sadis perempuan penghisap darah itu. Maklum, jin yang satu ini sudah ikut aliran putih, jadi nalurinya selalu menentang segala jenis kekejaman, kejahatan dan kebiadaban.

"Biar kutangani sendiri perempuan itu, Kumala!" ujarnya dengan nada geregetan.

"Jangan gegabah," kata Dewi Ular dengan kalem.

"Perempuan itu jelas bukan perempuan sembarangan. Terbukti dari tadi kucoba untuk meneropong pribadinya tapi yang kutemukan hanya gumpalan kabut hitam tanpa tanda-tanda yang jelas."

"Siapa pun dia," sahut Buron penuh semangat. "Kurasa aku masih sanggup menghancurkannya, Kumala. Kalau nggak bisa pakai kekerasan, ya pakai kemesraan."

"Apa maksudmu!" sentak Sandhi agak kesal.

"Lihat saja aksiku nanti!" Buron mencibir. Sok jago. Ia bertanya kepada Kenyon, "Apakah perempuan itu menetap di rumahmu?"

"Ya. Di rumahku hanya ada dia dan Mak Yem, pelayanku."

"Kalau begitu dia akan kuseret kemari malam ini juga!"

"Buron..."

Blubbs...!

Buron lenyap dalam sekejap sebelum Kumala berhasil mencegahnya dengan kata-kata. Niko dibayang-bayangi kecemasan, karena malam itu sudah pukul 12 lewat. Sandhi tampak menggerutu kesal melihat tingkah Buron yang sok jago itu. Ia kurang setuju dengan lagak seperti itu, sebab hati kecilnya tak rela jika Buron celaka akibat melawan perempuan itu.

"Lakukan sesuatu, Kumala!" kata Sandhi. "Buron bisa mati kalau melawan perempuan itu, sebab bisa menyedot darah dalam sekejap tanpa kita ketahui di mana posisinya saat itu!"

Sebelum Kumala bicara, tiba-tiba di belakang tempat duduk Kumala terjadi letupan kecil yang menyemburkan asap.

Bluuubs...!

Buron pun muncul kembali dan bertanya kepada Kumala. "Rumahnya di sebelah mana sih?"

Sandhi melempar bantal penghias sofa.

Buuuk...!

Tepat mengenai kepala Buron.

"Makanya jadi orang itu jangan sok tahu!" sentak Sandhi kesal.

****

48.  Perempuan Penghisap Darah✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang