×××
Meringis, menjerit, menangis, hanya itu yang ku lakukan, aku tidak bisa berbuat apapun selain memohon. Mengapa ini harus terjadi padaku, apa salahku? Apa aku sudah melakukan kesalahan bahkan melukai hatinya? Aku tidak tahan dengan apa yang ia perbuat padaku.
"Jangan.. kumohon" lirihku memohon dengan tatapan penuh harap dan berlutut di depan seseorang yang tengah memegang tali tambang, ia telah mencekikku dengan tali itu.
Tubuhku dipenuhi banyak memar dan goresan bahkan darah yang mengalir karena terus di siksa, di cambuk, di jambak, dan di cekik oleh orang yang ku cintai ini.
"Kumohon.. a-aku.. sungguh menyayangimu" air mata terus mengalir dan kata mohon pun tidak berhenti di ucapkan dari mulutku.
Seakan tuli oleh ucapanku, manusia yang sangat aku cintai ini menjambak keras rambutku agar aku mendongak membawa arah pandangku menatapnya. Aku dapat melihat matanya yang tampak sedih namun bersikeras untuk terlihat tegar dan tentu saja amarahnya mengalahkan rasa empatinya.
"Aku sungguh minta maaf sayang, aku menghargai kasih sayangmu padaku. Tapi aku hanya ingin kasih sayang dari appa!" di awal kalimat ia berkata sangat lembut dengan senyumnya, sangat manis, tetapi pada kalimat akhirnya dia berteriak seakan amarah menggerogoti dirinya.
"Ta-tapi.. bukankah kita teman? aku bi-bisa saja membantumu, aku sama sepertimu.. appa kita sama brengseknya" aku tidak kuasa menahan air mata yang mulai menumpuk di pelupuk mataku, mengingat appa yang kasar pada eomma dan berani-beraninya menjual saudariku.
"Brengsek ya? appaku tidak sebrengsek appamu!.. dan teman? aku tidak pernah menganggap mu sebagai teman, kau hanya manusia lemah yang ku manfaatkan untukku bersandar"
*Deg
Hati ku sakit, mengalahkan rasa sakit di kepalaku. Hampir seluruh tubuhku bergetar. Kenapa dia setega itu padaku. Kenapa harus aku?
Ia melepaskan jambakannya di rambutku lalu membelitkan tali tambang di leherku kembali.
"Aaaa... Sakit.. ku-kumohon hentikan..!" aku berteriak karena rasa sakit yang ku terima, dia melilit leherku semakin kuat. Aku semakin lemas, nafasku berat dan tenagaku perlahan menghilang.
"Uhuk.. uhuk.." akhirnya dia menghentikan tindakannya di leherku, dengan nafas yang memburu aku memegang dadaku yang sesak.
Dia mengeluarkan pisau kecil dari saku celananya lalu berjongkok di hadapanku
"Kau lihat, pisau ini yang digunakan appa untuk melukaiku dulu. Dan sekarang.. ini akan ku gunakan untuk melukaimu"*Sreettt..
"Aaaakh.." dia menggores pipiku dengan perlahan sehingga rasa sakitnya sangat terasa.
"Hari ini mungkin sudah cukup, cepatlah beristirahat sayang, kau harus memulihkan tubuhmu dan berhentilah menangis!" ujarnya lalu pergi meninggalkanku diruangan gelap ini.
Aku sungguh terkejut dengan ujarannya tadi. Ya.. aku sering melihat kulitnya yang lebam dan luka goresan di lengan dan terkadang di wajahnya, jadi selama ini luka yang ia dapatkan dari appanya sendiri. Aku sungguh teman yang buruk, bisa-bisanya aku tidak mengetahui dia mendapatkan luka itu dari mana.
Sekarang aku tidak tahan, leherku sangat sakit, aku harus segera pergi mencari jalan keluar tetapi bagaimana, tidak ada jendela di ruangan rumah tua ini dan tubuhku sulit bergerak untuk mendobrak pintu. Sedikit bergerak saja rasanya ngilu. Pastinya sekarang eomma tengah mengkhawatirkan ku. Eomma.. tolong aku.
°
°Author pov
*Prangg..
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Indigo
RomanceSlow update! Berawal dari ketidak sengajaan, Sana yang ingin menemui sang halmoni(nenek) malah bertemu dengan sesosok 'hantu'? Apakah dia benar sesosok hantu? jika benar mengapa ia menampakkan dirinya kepada Sana? Apakah Sana adalah seorang indigo y...